Senin, 15 Agustus 2011

ANGGOTA DPR FRAKSI PARTAI DEMOKRAT KESANDUNG HUKUM

MEDIA PUBLIK-JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat yang juga mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin akhirnya diserahterimakan dari Tim gabungan Mabes Polri, Imigrasi, Kementrian Luar Negeri, ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Sabtu (13/8) malam. Sederet kasus korupsi pun sudah menanti mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu.

Ketua KPK Busyro Muqoddas menyatakan, KPK mengelompokkan kasus yang menjerat Nazaruddin dalam tiga klasifikasi. Pertama, kasus korupsi yang sudah masuk tahap penyidikan. Kasusnya adalah suap di Kemenpora dan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementrian Tenaga Karja dan Transmigrasi(Kemenakertrans).

"Kasusnya ada di dua kementrian. Nilai proyeknya Rp 200 miliar," kata Busyro dalam jumpa pers di KPK, Minggu (14/8) dini hari.

Kedua, kasus korupsi yang masuk tahap penyelidikan. "Penyelidikan di dua kementrian (Kementrian Kesehatan dan Kementiran Pendidikan Nasional), dengan nilai Proyek 2,64 triliun," sebut Busyro.

Klasifikasi ketiga adalah kasus lain yang menyeret Nazaruddin, namun masih dalam tahap pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket). "Ada 31 kasus di lima kementrian dengan nilai total proyek Rp 6,037 triliun," bebernya.

Terhitung mulai tadi malam, Nazaruddin yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek wisma atlet itu menjadi tahanan KPK. Busyro pun menjamin KPK akan menjaga independensi dalam mengungkap kasus anggota DPR dari partai binaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

"Begitu (Nazaruddin) diserahterimakan, langsung ke lantai tujuh (ruang penyidikan). Tak pernah ke lantai tiga (ruang pimpinan). Kita pertahankan transparansi," pungkasnya.

Sementara Mabes Polri mengklaim tertangkapnya M Nazaruddin bukan karena faktor kebetulan. Kabareskrim Polri, Komjen (Pol) Sutarman, menyatakan, Nazaruddin sengaja digiring ke Kolombia sehingga bisa ditangkap.

Hal itu disampaikan Sutarman dalam jumpa pers usai penyerahan Nazaruddin dari Tim Penjemput ke KPK, Sabtu (13/8) menjelang tengah malam. "Kita sudah ikuti di beberapa negara. Bukan ditangkap di sana (Kolombia), tapi kita menggiring ke sana," ujar Sutarman.

Diakuinya, penangkapan dan penjemputan atas Nazaruddin memang kerja kolektif.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu mengakui, baik Polri maupun KPK tentunya tidak bisa melakukan penangkapan di negara lain. Karenanya, Polri berkoordinasi dengan Interpol.

Selain itu, Polri juga mengirim anggotanya ke negara-negara yang disinyalir menjadi tempat persembunyian Nazaruddin. Karenanya saat ada informasi bahwa Nazaruddin masuk ke Kolombia, tim Polri langsung bergerak ke negara di Amerika Latin itu.

"Tim kita yang paling dekat ada di Dominika, langsung kita kirim ke sana (Kolombia)," paparnya. Sedangkan Ketua Tim Penjemput Nazaruddin, Brigjen (Pol) Anas Yusuf, menuturkan, penangkapan atas Nazaruddin itu memang melalui proses panjang. "Pengejaran ini tidak ujug-ujug, tapi dengan proses investigasi sehingga kita tahu persis yang bersangkutan di mana," paparnya.

Lebih lanjut Anas menjelaskan, pergerakan Nazaruddin juga dipantau terus dengan teknologi. Misalnya saat di Dominika, Tim memastikan berdasarkan CCTV bandara bahwa sosok yang dicurigai itu memang Nazaruddin. "Pada saat masuk dan meninggalkan Dominika, kita punya rekaman CCTV-nya," ucapnya.

Karenanya begitu Nazaruddin dipastikan sudah meninggalkan Dominika menuju negara tujuan selanjutnya, Tim Pemburu pun langsung berkoordinasi dengan Interpol dan Kepolisian Kolombia. "Kebetulan Nazaruddin pakai paspor yang bukan miliknya. Dari situ ada pelanggaran keimigrasian. Di situ pula celah kita untuk berdiplomasi (membawa pulang Nazaruddin)," ungkapnya.

Seperti diketahui, Nazaruddin ditangkap di Cartagena, Kolombia, sepekan lalu. Setelah melalui proses pembicaraan panjang, akhirnya Nazaruddin yang mengunakan paspor bukan atas nama dirinya itu dideportasi dan dibawa pulang ke Indonesia.

Selain Nazaruddin (Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat), Andi Nurpati (Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat) mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tiba di Bareskrim Mabes Polri, guna menjalani pemeriksaan terkait surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK). "Siap siap," kata Andi Nurpati, saat ditanya kesiapannya menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, Jumat (15/7).

Andi yang mengenakan baju dan kerudung warna biru muda tiba sekitar pukul 10.00 WIB menggunakan mobil Innova hitam B-1147-WG. Andi, didampingi tim penasihat hukum, salah satunya Farhat Abbas sempat memasuki pintu Utama Bareskrim Mabes Polri. Namun petugas mempersilahkan Andi Nurpati masuk melalui pintu samping Bareskrim Mabes Polri.

Andi Nurpati menjalani pemeriksaan bersama mantan hakim MK, Arsyad Sanusi dan putrinya, Neshawati untuk tersangka pemalsuan surat MK, Mashuri Hasan. Sebelumnya, penyidik Mabes Polri menjadwalkan pemanggilan terhadap mantan komisioner KPU tersebut, terkait dengan pemalsuan surat putusan MK, Jumat (15/7).
Saat ini, Mabes Polri menyelidiki dugaan surat keputusan palsu dari MK Nomor : 112/PAN.MK/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009.

Penyelidikan dugaan surat palsu tersebut, berdasarkan laporan dari Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD terkait keputusan penetapan kursi calon anggota DPR RI dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I. Polisi telah menetapkan satu tersangka dugaan pemalsuan dokumen negara tersebut, yakni juru panggil MK, Masyuri Hasan.

Selain itu, penyidik juga telah memeriksa Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Bambang Eka Cahya Widodo, mantan Hakim MK Arsyad Sanusi dan putrinya, Nesyawati, serta beberapa saksi lain dari KPU dan MK. (Tim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar