Kamis, 27 November 2008

BAPEDALDA DAN BKSDA AKAN TINJAU ULANG KERUSAKAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN LINDUNG DI KALSEL

MEDIA PUBLIK - BANJARMASIN. Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Provinsi Kalimantan Selatan bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) akan meninjau ulang kerusakan lahan suaka alam (SA) di Kalsel.

"Kita akan bekerjasama dengan BKSDA Kalsel untuk meninjau ulang kerusakan lahan yang termasuk di kawasan suaka alam dan kawasan lindung," kata Kepala Bapedalda Kalsel, Ir H Rachmadi Kurdi, MSP, kemarin.

Pernyataan Kepala Bapedalda Kalsel itu disampaikan disela-sela kegiatan sosialisasi laporan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) di Kalsel, di Hotel Arum Banjarmasin.

Sosialisasi yang dihadiri Deputi I Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Hermien Roosita itu terselenggara atas kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dengan Pemprov Kalsel yakni Bapedalda Kalsel.

Menurut Rachmadi, prioritas peninjauan ulang lahan bersama dengan BKSDA yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) Departemen Kehutanan (Dephut), di kawasan cagar alam tersebut terutama yang terkait dengan kegiatan pertambangan.

"Kita berharap tak ada perubahan kawasan akibat aktifitas pertambangan terutama kawasan suaka alam dan kawasan lindung," ujarnya.

Dia mengakui, saat ini ada dua perusahaan yang melakukan aktifitas di kawasan lindung yakni PT Smart yang membangun pabrik minyak goreng (migor), di Tarjun, Kabupaten Kotabaru dan perusahaan pertambangan PT Bara Inter Nusa (BIN).

Untuk pembangunan pabrik Migor tersebut, katanya, saat sedang dalam tahap pelepasan dari kawasan lindung, karena berdasarkan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Kalsel dan RTRWK Kotabaru kawasan itu tidak termasuk kawasan lindung.

Namun demikian, lanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan (Kepmenhut) 453, menyebutkan, bahwa kawasan Tarjun tersebut merupakan kawasan lindung.

Sementara itu, perusahaan pertambangan PT BIN yang melakukan pertambangan di kawasan lindung, sampai saat ini masih melakukan kegiatan penambangan sehingga dikhawatirkan akan merusakan kawasan lindung tersebut.

Disamping dua perusahaan itu, lanjutnya, masih ada satu perusahaan yang melakukan aktifitas pelabuhan khusus (pelsus) batubara yakni PT BBC yakni di kawasan terumbu karang. (TIM)

Senin, 24 November 2008

PT GALUH CEMPAKA AKAN DITUTUP BIKIN RESAH KARYAWAN

MEDIA PUBLIK - BANJARBARU. Krisis ekonomi dunia ternyata mulai menggoyang operasional PT Galuh Cempaka (GC). Perusahaan tambang intan yang digerakkan oleh investor asing berkelas internasional (grup GEM Diamonds) ini bakal menerapkan kebijakan efisiensi ketat.

Salah satu langkah yang bakal diterapkan merampingkan jumlah karyawan yang saat ini mencapai sekitar 500-an orang. Khabar pengerempengan inipun telah meluas dan cukup membuat was-was karyawan setempat. Mereka sangat khawatir bakal dirumahkan apalagi sampai terkena tindakan PHK.

Padahal, baru saja perusahaan ini dapat bernafas lega. Sejak September lalu PT GC kembali diperbolehkan beroperasi sejak pembekuan operasional produksi oleh Gubernur Kalsel Rudy Ariffin pada 3 April 2008 lalu yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Nomor 660/198-wasdal/Bapedalda/2008.

Alasan pembekuan operasional kala itu terkait pengelolaan limbah yang tak sesuai standar sehingga menimbulkan pencemaran air di lingkungan sekitarnya.

Kini, setelah masalah pengelolaan limbah dituntaskan dan PT GC kembali diperbolehkan beroperasi, malah giliran krisis ekonomi dunia yang turut berimbas menggoyang operasionalnya.

Khabar yang mencuat tak hanya pengerempengan karyawan, PT GC malah diisukan akan tutup akibat sejumlah perusahaan group GEM Diamond di Afrika Selatan yang mengalami keterpurukan akibat krisis dunia.

Kabar goyangnya PT Galuh Cempaka (GC) sudah beredar ditelenga mas media, termasuk wartawan Media Publik Gusti Rizali Noor.

"Kami memang ada mendengar segelintingan kabar bahwa PT Galuh Cempaka (GC) akan tutup dari masyarakat sekitar perusahaan maupun dari karyawannya. Malah Desember ini. Informasinya karena grup perusahaan di Afrika mengalami kebangkrutan. Tapi silakan konfirmasi langsung ke pihak perusahaan bersangkutan,"ucap Hegar.   

Tapi khabar PT GC akan tutup dibantah oleh PT GC melalui perwakilannya legal konsultan FA Abby SH sendiri. "Isunya memang seperti itu, tapi PT Galuh Cempaka tidak tutup. Memang, kebijakan manajeman arahnya efesiensi ketat mengatasi dampak krisis ekonomi global. Salah satunya mungkin pengurangan jumlah karyawan. Tapi mudahan saja keadaan segera membaik sehingga itu tak perlu terjadi," jelas Abby tanpa merinci berapa jumlah karyawan yang bakal dikurangi.

Informasinya, rencana pengerempengan karyawan ini kemungkinan terjadi pada Desember atau Januari mendatang. Sebagian karyawan akan dirumahkan sementara waktu sampai menunggu perkembangan membaik. Apabila keadaan perusahaan semakin berat, tidak menutup kemungkinan terjadi PHK.

Suri (30) warga Palam, karyawan kontrak yang sekitar dua tahun bekerja di di PT GC, mengaku sangat khawatir dengan khabar pengerempengan karyawan. Ia menerima khabar sedikitnya ada 70 karyawan yang akan diberhentikan.

"Kami sudah mendengar khabar itu akhir-akhir. Malah ada yang mengatakan perusahaan hendak ditutup. Kalau ditutup, saya rasa tidak. Tapi yang kuat dan yang kami takuti itu malah pengerempengan karyawan,"aku Suri.

Menurut pengamatannya, aktivitas perusahaan masih berjalan normal. Alat-alat berat tetap beroperasi. Tidak ada tanda-tanda akan tutup secara total.

Suri dan juga teman-temannya mengaku dibayangi rasa was-was kalau kena imbas pengerempengan. Selama ini Suri mendapatkan penghasilan pokok sekitar Rp 1 juta. Bila diberhentikan, praktis Suri kebingungan mencari penghasilan untuk keluarganya.

Padahal Suri yang sudah hidup berumah tangga ini memiliki tangguan seorang anak yang masih kecil. "Mudahan saja perusahaan tetap bertahan dan tidak mengurangi jumlah karyawan yang ada. Malah kalau bisa memperluas lapangan kerja dari tenaga lokal masyarakat sekitar,"harapnya.

Rabu, 12 November 2008

TIDAK ADANYA PERENCANAAN PERTAMBANGAN DI TALA, DISTAMBEN TALA SULIT PUNGUT DANA REKLAMASI

MEDIA PUBLIK - PELAIHARI. Aktivitas penambangan, terutama batu bara dan bijih besi, di Tanah Laut belum berjalan secara baik. Ketiadaan perencanaan kegiatan penambangan dari para pemegang izin kuasa pertambangan (KP) menjadi sebuah buktinya. Hal itu pula yang membuat Dinas Pertambangan dan Energi Tala selama ini kesulitan memungut besaran dana jaminan reklamasi dan dalam hal tersebut adanya kewajiban para penambang membayar dana jaminan reklamasi saat mengurus izin KP eksploitasi.

Merujuk Perda nomor 256 a tahun 2004, besaran dana jaminan reklamasi sebesar Rp45 juta per hektare untuk bahan galian strategis (termasuk batu bara) dan Rp15 juta untuk bahan galian industri (Golongan C).

"Seperti yang kita ketahui, SDM para penambang (pemegang izin KP) di daerah kita ini kan rata-rata masih rendah. Hampir seluruhnya tak memiliki perencanaan kegiatan penambangannya. Implikasinya, kami sering kesulitan saat memungut dana jaminan reklamasi," ucap Kasi Perizinan Distamben Tala Badaruddin, Rabu (12/11).

Dana reklamasi itu sendiri patokannya berdasarkan luasan bukaan tambang. Jika perencanaan kegiatan penambangan ada, misalnya dalam rentang waktu dua tahun tambang yang dibuka seluas 3 hektare, lanjut Badaruddin, mudah memungut dana jaminan reklamasi.

Lantaran ketiadaan perencanaan penambangan, Distamben Tala akhirnya mengambil kebijakan penambang setidaknya membayar dana jaminan reklamasi setidaknya untuk bukaan tambang dua hektare.

Penetapan dua hektare itu bukan tanpa perhitungan, namun didasarkan atas rata-rata kemampuan penambang melakukan eksploitasi yakni 1-2 hektare setahun.

"Selanjutnya per enam bulan kami melakukan evaluasi memalui pemantauan lapangan guna melihat seberapa jauh realisasi atau bukaan tambang yang ada. Jika misalnya bukaan tambang telah mencapai 3 hektare, maka penambang kita minta menyetorkan tambahan dana jaminan reklamasi yakni untuk 1 ha bukaan tambang yang belum dibayar," beber Badaruddin.

Aktivitas penambangan, lanjutnya, menurun sejak dua tahun lalu menyusul adanya penertiban tambang dari kawasan hutan. Sejumlah penambang menghentikan operasionalnya karena lebih dulu harus mengurus izin pinjam pakai kepada Menteri Kehutanan. Hingga sekarang izin pinjam pakai tersebut umumnya belum terbit.
Data yang ada saat ini tercatat 62 izin KP yang masih hidup atau dari sekitar 40 perusahaan pemegang izin. Namun yang aktif (sedang melakukan eksploitasi) hanya sebagian kecil yakni 18 perusahaan.(TIM)