Sabtu, 10 Oktober 2009

KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT ULAH TANGAN MANUSIA

Aspihani.... Kapankah kita Peduli terhadap Lingkungan disekitar kita?
MEDIA PUBLIK-Tanah Bumbu, Kerusakan lingkungan hidup di Satui semakin parah, dan dampak dari pola pengelolaan lingkungan yang salah dan eksploitasi alam yang tak bertanggung jawab membuat kondisi semakin memprihatinkan. Hampir setiap tahun berbagai cerita duka akibat rusaknya lingkungan hidup mewarnai ditempat ini, seperti bencana banjir, limbah sawit, limbah tambang dan lain-lain, Ujar Aspihani Ideris (10/09).

Namun ironisnya, kata Aspihani Ideris seorang pengamat lingkungan ketika dimintai konfirmasinya menyatakan, permasalahan penanganan dan penegakan hukum atas perusakan lingkungan hidup justru sangat lemah. Hukum Lingkungan Hidup nyaris tumpul dan tak berdaya menghadapi ber-bagai perkara kejahatan lingkungan, Artinya, perbuatan pelaku hanya dapat dipidana bila akibatnya sudah muncul, yaitu terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan. Perumusan materil ini dinilai sangat membahayakan lingkungan hidup dan dianggap bahwa instrumen hukum pidana terlalu terlambat diterapkan bila baru bergerak setelah timbul akibat yang berupa perusakan atau pencemaran lingkungan.

Dalam RUU dirumuskan secara formil, yaitu merumuskan perbuatannya saja tanpa merumuskan akibatnya. Artinya seseorang sudah dapat dipidana sepanjang perbuatannya sudah melanggar larangan yang dirumuskan tanpa harus ada akibat dari perbuatannya tersebut.

Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah.(Fathur, 31/12)

Panja Perpajakan DPR Segera Revisi UU Pajak

BERITA MEDIA PUBLIK - JAKARTA. Belum genap tiga tahun disahkan, UU No 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) segera direvisi. Penyebabnya, kewenangan Ditjen Pajak yang terlalu luas dinilai sering merugikan wajib pajak (WP).

Ketua Panja Perpajakan Komisi XI DPR Melchias Mekeng mengatakan, pihaknya mendapatkan masukan dari beberapa wajib pajak yang mengeluh karena diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat pajak. ''Salah satu rekomendasi dari panja ini adalah revisi undang-undang perpajakan,'' ujarnya di Komisi XI DPR kemarin. Menurut Mekeng, salah satu poin penting yang akan direvisi adalah kewenangan menteri keuangan dan Dirjen Pajak untuk mengeluarkan peraturan-peraturan perpajakan. ''Selama ini, kewenangan itu berlebihan,'' katanya.

Padahal, sesuai UUD 1945, seluruh aturan mengenai pemungutan pajak, mulai objek yang dipungut hingga tata cara pemungutannya, harus dilakukan berdasar undang-undang. Bukan hanya peraturan menteri atau surat edaran Dirjen Pajak. ''Praktik selama ini bisa dikatakan tidak sesuai undang-undang sehingga harus segeradirevisi,terangnya.

Poin lain yang akan direvisi adalah pasal penjelasan dalam UU KUP. Menurut dia, terlalu banyak pasal penjelasan yang hanya menyebut ''cukup jelas''. ''Pasal penjelasan ini harus diperjelas. Kata-kata 'cukup jelas' harus dihilangkan dan diberi deskripsi yang benar-benar jelas. Dengan begitu, saat berhadapan dengan aparat, wajib pajak paham maksud aturannya seperti apa. Jangan sampai ketidakjelasan itu justru dimanipulasi oleh oknum,'' ujarnya. 

Item lain yang akan direvisi adalah pengusutan perkara pajak. Menurut dia, saat ini penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Ditjen Pajak tidak diatur secara jelas. ''Akibatnya, kasus perpajakan bisa terkatung-katung. Pengumpulan bukti permulaan saja bisa sampai bertahun-tahun,'' katanya. 

Padahal, sudah ada prosedur untuk pengusutan kasus perpajakan. Misalnya, bukti permulaan bisa dilihat dari identifikasi data dan laporan pengaduan. ''Kalau sudah sampai periode tertentu Ditjen Pajak tidak bisa menemukan bukti kuat pelanggaran pajak, ya harus dilepas. Jangan dibuat terkatung-katung,'' paparnya. 

Mekeng mencontohkan kasus sengketa pajak PT Permata Hijau Sawit (PHS), perusahaan trader minyak sawit di Medan yang dituduh mengemplang pajak Rp 300 miliar dengan modus faktur fiktif. Kasusnya berlangsung sejak 2007 dan tidak kunjung tuntas. ''Kalau berlarut-larut seperti ini, kasihan wajib pajaknya,'' ujarnya. 

Kemarin manajemen PT PHS dipanggil Panja Perpajakan Komisi XI DPR untuk dimintai keterangan. Direktur PT PHS Johnny Virgo mengklaim, dalam kasus tersebut, justru pihaknya yang menjadi korban. Sebab, yang bersalah adalah supplier-nya.

Bahkan, Johnny menyebut, pihaknya justru dirugikan karena hak restitusi pajak Rp 530 miliar hingga kini masih ditahan Ditjen Pajak. ''Ini mengganggu likuiditas perusahaan,'' katanya.

Mekeng menilai, revisi UU perpajakan tidak akan mengganggu target penerimaan. Justru sebaliknya, jika wajib pajak diperlakukan dengan semestinya, kepatuhan membayar akan meningkat. ''Dengan demikian, penerimaan pajak justru meningkat,'' ujarnya. 

Revisi UU Perpajakan juga ditanggapi positif pengamat perpajakan Darussalam. Menurut dia, kewenangan Ditjen Pajak yang diatur dalam UU KUP memang terlalu luas. ''Akibatnya, banyak aturan pajak yang mendapat resistensi oleh wajib pajak. Karena itu, memang semestinya diperbaiki,'' tegasnya. (TIM)

Rabu, 07 Oktober 2009

AKTIVITAS TAMBANG PT. ABE GANGGU KETENANGAN MASYARAKAT

Media Publik - Batulicin. Aktivitas Tambang PT. Autum Beringin Energi di soalkan akibat aktivitas yang mengganggu ketenangan masyarakat sekitar.

Menurut pantauan LSM Lembaga Pemerhati Masyarakat (LEMPEMA) yang di Pimpin oleh Fathur Rahman Ketua LEMPEMA Tanah Bumbu saat dicross cek kelapangan mendapatkan fakta bahwa hal demikian benar-benar sudah meresahkan warga setempat akibat debu, bisingan, dan dekat jalan raya, tambang tersebut di lokasi jalan provinsi (Karantina) RT 07 Desa Satui Barat Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu 09/7

Pihak LSM Masyarakat Pemerhati Masyarakat ( LEMPEMA ), ini sudah tidak bisa dibiarkan lagi karena sudah melampaui batas kenerja Pertambangan tersebut yang pelangaran UU No. 23 Tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 Kehutanan dan UU No. 26 Tahun 2007 Tata Ruang.

Oleh pihak Pewarta Hoki, gabungan bebarapa jurnalis dari Suara Kalimantan, Media Publik, Banjar TV, Radar Banjarmasin dan Banjarmasin Post juga turun kelapangan sudah nyatakan benar bahwa pertambangan itu sudah dekat jalan raya sekitar 25 meter udah jaraknya, gimana bisa memperluas penduduk lahannya udah di gali Tambang PT. Autum Beringin Energi yang udah hampir habis tanahnya di ambil “ tegas Fathur rahman”.

Saat di hubungi kepala Distapem Gunung Tinggi Drs. H. Muhammad Amin, MT setempat melalaui via telpon ternyata sibuk, tidak bisa di konfirmasi. (Team)