Rabu, 08 Februari 2012

SEKDA KALBAR USIR JURNALIS

MEDIA PUBLIK - PONTIANAK. Pengusiran jurnalis oleh Sekda Kalbar, merupakan bentuk arogansi pemerintah atas profesi jurnalis. Tindakan Sekretaris Daerah Kalbar, M Zeet Hamdy Assovie, dinilai mencederai semangat keterbukaan informasi bagi publik. Sikap itu tidak mencerminkan sekda sebagai pejabat publik, yang memiliki ororitas informasi jalannya pemerintahan.

“Sekda jangan mau berita yang bagus-bagus saja. Ini persoalan hak informasi bagi publik. Tidak seharusnya seorang sekda, pejabat struktural tertinggi di pemerintahan daerah, bersikap seperti itu,” kata Sekretaris Perhimpunan Jurnalis Kalimantan Barat (PJKB), Fikri Irawan AS, menanggapi insiden pengusiran jurnalis saat kegiatan Sosialisasi Perubahan Sistem Akuntansi Pengelolaan Laporan Keuangan APBN dan APBD, di Balai Petitih, Kantor Gubernur Kalbar, Selasa (7/2). Kegiatan itu menghadirkan narasumber BPK RI Perwakilan Kalbar. 

Fikri menilai, sikap diperlihatkan sekda kemarin, menjadi sinyal ketidakpahaman sekda terhadap profesi jurnalis yang dilindungi oleh undang-undang tersendiri. “Pekerjaan jurnalis itu dilindungi oleh Undang-Undang tentang Pers. Bahkan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia. Tindakan sekda bisa dimasukkan dalam kategori pelanggaran HAM,” ujar Fikri.

Dia menyatakan khawatir, sikap tak patut sekda, itu mengurangi pandangan positif masyarakat terhadap pemerintahan Gubernur Kalbar, Drs Cornelis. Secara kelembagaan, Fikri meminta gubernur meninjau kinerja Sekda Kalbar, M Zeet Hamdy.

“Pencitraan yang dilakukan gubernur selama ini bisa jadi percuma akibat tindakan tersebut. Ini menjadi preseden buruk dalam pemerintahan yang selama ini sudah cukup baik,” nilainya lagi.

Senada dengan Aspihani Ideris, Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan, menilai, sikap pengusiran yang telah dilakukan oleh Sekda ini mencerminkan buruknya pemahamannya terhadap per Undang-undangan yang jelas-jelas sikap ini melanggar ketentuan hukum yang ada, perskan mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. kata Aspi.

"Didalam Undang-Undang Pers, Nomor 40, Tahun 1999 kan sudah jelas di atur bahwa seorang jurnalis itu memiliki kebebasan dalam meliput sebuah berita selama itu tidak melanggar ketentuan kejurnalisan", ujar Aspihani.

Lanjut Aspihani Ideris menuturkan bahwa Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan dijelaskan dalam Undang-undang pers tersebut setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan peliputan, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah), ujar Aspihani.

Terpisah, praktisi hukum Kota Pontianak, AS Nazar menilai, tindakan pengusiran yang dilakukan Sekda Kalbar merupakan sesuatu yang minor. Sikap itu suatu bentuk arogansi, karena informasi mengenai jalannya pemerintahan, itu ada di Sekda.

“Bentuk informasi itu merupakan penekanan dengan membatasi hak kebebasan mendapatkan informasi bagi publik. Dengan kata lain sekda telah mengintimidasi jalannya demokrasi informasi,” nilai Slamet, sapaan akrabnya.

Menurut dia, tindakan itu bisa saja dilakukan karena keinginan sesuatu yang ingin dicapai. “Ada upaya menutupi lubang-lubang halus terhadap hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam pemerintahan,” katanya.

Seperti diberitakan, sejumlah jurnalis yang bertugas meliput di Kantor Gubernur Kalbar, M Zeet Hamdy Assovie, di tengah berlangsungnya kegiatan sosialisasi. Padahal sebelumnya, jurnalis mendapatkan undangan meliput kegiatan tersebut melalui pesan layanan singkat dari bagian kehumasan kantor itu. (Tim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar