Rabu, 08 Februari 2012

HUKUM MANDUL DI TANAH BUMBU DAN TANAH LAUT

BADRUL TEGASKAN...!!! APARAT PENEGAK HUKUM dan PENGUASA DAERAH “BUTA serta MANDUL” TIDAK BERANI TEGAKKAN PERDA NO.3/2008.

Media Publik - Kalsel. Hukum sejatinya wajib  ditegakkan dan dilaksanakan secara tegas tanpa pandang bulu di Kalimantan Selatan ini, ternyata sangat sulit diaplikasikan dikarenakan para aparat penegak hukum dan penguasa daerah di Kalsel ini telah terbutakan dengan adanya kepentingan pribadi dan kelompoknya. Hukum dan peraturan yang  dilanggar secara jelas dan kasat mata oleh para pelaku tindak pidana dibiarkan dan bahkan terkesan dilindungi dengan sengaja, ujar Badrul Ain Sanusi Al-Afif seorang pengamat hukum dan lingkungan, Rabu (8/2) kepada wartawan Media Publik.

Lanjut Badrul mencontohkan seperti kasus di Tanah Laut dan Tanbu : Penerapan Perda No. 3 tahun 2008 tentang “Pengaturan Penggunaan Jalan umum dan Jalan Khusus untuk Angkutan Hasil Tambang dan Hasil Perkebunan” tidak bisa dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian yang bertugas dilapangan dengan berbagai alasan, seperti katanya “kurang anggota”. Siapa pun yang mendengar dan membaca statemen tsb akan tersenyum mencibir, alasan yang irrasional dan mengada-ada. Fakta hukum sudah sangat jelas adanya iring-iringan truk batubara melintas lewat jalan negara yang wajib ditahan, namun tetap dibiarkan begitu saja. Belum lagi masalah legalitas batubara yang dibawa truk-truk tersebut yang diyakini illegal, ujarnya.

Direktur Bina Lingkungan Hidup Indonesia (BLHI) Kalimantan Badrul Ain Sanusi Al-Afif, SH, MH ini mengaku telah melakukan investigasi kelapangan beberapa waktu yang lalu, dengan hasil sangat banyak melihat penambang illegal di Tanah Bumbu dan Tanah Laut dengan berbagai modus, namun ironisnya dibiarkan saja oleh para penegak hukum, serta seakan-akan para pejabatnyapun tutup mata, cetus Badrul.

"Sebenarnya sangat mudah menangkap para pelaku tindak pidana tersebut apabila aparatnya “sadar dan melek” dengan tugas dan kewajibannya," ujar Badrul. 

Panjang lebar aktivis yang satu ini menuturkan kepada beberapa wartawan, "Aktivitas tambang batubara di dua Kabupaten tersebut sangat mudah dilihat dari hulu ke hilir, lokasi tambang dan pelabuhannya, akan tetapi sangat disayangkan aparat penegak hukumnya buta dan mandul untuk bertindaknya", ujar Badrul Ain.

Sebelumnya beberapa hari yang lalu DPRD Kalsel melakukan Sidak ke pelabuhan yang ada di Kabupaten Tanah Laut, tetapi investigasinya masih sangat sumir dan tidak mengetahui secara jelas atau pura-pura tidak mengetahuinya masalah tambang batubara illegal yang masuk ke pelabuhan tersebut, cetus Badrul dengan nada keras. 

Lakukan investigasi secara mendalam dan perintahkan aparat penegak hukum untuk menyelidiki secara intensif, pelabuhan apa saja yang menerima barang haram tersebut, jika terbukti pelabuhan tersebut wajib ditutup total dan pengusahanya dipidanakan, tegas Badrul Ain yang juga seorang petinggi LSM Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan, LEKEM Kalimantan.

Sekedar info, bahwa pelabuhan di Tanah Laut, tepatnya di Kelometer 121 terdapat satu jalan yang menghubungkan ke tujuh buah  pelabuhan, yaituPelsus IMKN Mandiri, Pelsus Mandiri, Pelsus KSO, Pelsus Arutmin Indonesia, Pelsus IKM, PKTU Cenko dan Pelsus DTBS, kata Badrul.

Hemat saya, sangat mudah aparat melakukan tindakan disana, lihat perizinan mereka, termasuk areal pelabuhan tersebut termasuk kawasan pantai yang wajib mendapat perizinan khusus, kata Badrul Ain.

Lebih tegas Badrul Ain menjelaskan, Istilah Pelsus dan PKTU harus dipahami secara benar, pelsus haruslah memiliki usaha tambang sendiri sedangkan PKTU adalah pelabuhan yang bisa menerima untuk umum. Jika Pelsus ada menerima hasil tambang yang bukan miliknya, artinya mereke telah melanggar ketentuan hukum, dan jika PKTU memasukkan batu yang tanpa disertai dokumen SKAB dan perizinan lainnya, maka PKTU tersebut jelas-jelas telah melanggar, ujarnya.

"Tidak sulit menegakkan hukum, termasuk penerapan perda itu jika aparat “MALU” bermain mata dengan para pengusaha.  Apabila masih tetap bermain-main dengan hukum, yakinlah pasti berujung negative," tegas Badrul Ain.

Senada dengan Aspihani Ideris, MH seorang pengamat lingkungan, ketika dihubungi media ini via telepon Rabu (8/2) menuturkan, bahwa Perda akan bisa berjalan dengan tegak jika secara teknis di lapangan dilakukan secara benar, contohnya peletakkan POS TERPADU (penjaganya berseragam dan memilki legalitas untuk menindak pelangar perda), ideal dan rasionalnya diletakkan di pintu jalan arah pelabuhan di Kelometer 121 agar bisa melihat dan menangkap truk pembawa batubara iilegal dan para pelanggar perda, ujarnya.

"Kenyatanya dilapangan pos-pos tersebut di letakkan sekitar 20 Kelometer dari areal pelabuhan, mana bisa melihat dan menangkap para pelanggar perda tersebut, ujar Aspihani.

Lebih tegas Aspihani Ideris menuturkan, bahwa hal ini sudah merupakan salah satu buktikan adanya indikasi “MAIN MATA” aparat dan pejabat daerah setempat dengan para pengusaha pertambangan tersebut, cetus Aspihani.

Lanjut alumnus Magester Ilmu Hukum Universitas Islam Malang ini mengungkapkan bahwa Fakta dilapangan yang kami lihat malam kemaren, truk pengangkut batubara tersebut masih marak melintasi jalan negara, "Kami membuntuti mereka dari daerah Kintap sampai ke Asam-asam, mereka mengangkut emas hitam tersebut memakai jalan negara", ukunya Aspihani. (Tim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar