oleh : Farid Achmad Okbah, MAMedia Publik - Tauhid. Secara bahasa, Syiah berarti pengikut, kelompok atau golongan. Secara terminologi berarti satu aliran dalam Islam yang meyakini Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama dan umat setelah Nabi Muhammad saw. (Ensiklopedi Islam, PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, Th 1997, Cet 4, Juz 5). Para penulis sejarah tak ada yang sepakat mengenai awal lahirnya sekte Syiah.
Hanya bisa disimpulkan ada tiga pendapat yang menonjol menurut ulama Syiah.
Pertama, Syiah lahir sebelum datangnya risalah Muhammad saw. Al-Kulaini dari Abil Hasan meriwayatkan, “Wilayah Ali tertulis di seluruh suhuf para Nabi. Allah tidak mengutus Rasul kecuali dengan (misi) kenabian Muhammad saw dan wasiat Ali as,” (Muhammad bin Ya’kub al-Kulaini, al-Ushul Minal Kafi, Juz I).
Kedua, Syiah lahir pada masa Nabi masih hidup. Pendapat ini dilansir oleh al-Qumi, al-Nubakhti dan ar-Raji. (Dr Nashir al-Qufari, Ushul Madzhab Syiah Imamiyah, tanpa cetakan, th. 1415 H/1994 M, Cet. 2). Pendapat ini sulit dibuktikan, karena pada masa Abu Bakar dan Umar saja tak dikenal adanya pengikut Syiah.
Ketiga, pendapat yang umumnya diketengahkan banyak para penulis bahwa Syiah lahir setelah terjadi fitnah pembunuhan Utsman. Pendapat yang paling menonjol bahwa Syiah baru muncul ke permukaan setelah kemelut antara pasukan Ali dan Muawiyah. (Ensiklopedi Indonesia, Juz 6 Lihat: Abdullah bin Saba’, Dr Sulaiman al-Audah).
Syiah menurut penelitian Dr Abdul Aziz Wali dalam disertasinya, pada abad pertama masih sebatas pengutamaan Ali atas Utsman. Tak sampai mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Oi antara tokoh Syiah yang menyatakan itu adalah Imam Sya’bi dan Ja’far ash-Shadiq. Hanya kemudian tren Syiah berkembang menjadi madzhab tersendiri yang umumnya tak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Muawiyyah. Selanjutnya Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah imam-imam mereka. (Mengapa Kita Menolak Syiah, LPPI, Th. 1418 H/1998 M, Cet. I).
Inti ajaran Syiah sebenarnya terletak pada masalah imam yang mereka pusatkan pada tokoh-tokoh Ahlul Bait. Karena itu mereka menentukan 12 Imam. Pihak Syiah meyakini imam-imam ini ma’shum (terjaga dari salah dan dosa) dan yang paling berhak melaksanakan imamah. Hanya dalam perkembangan Syiah terjadi perbedaan ketika menentukan siapa imam setelah Ali Zainal Abidin, apakah Zaid bin Ali atau Muhammad al-Baqir. Karena itu, Syiah terbagi dua: Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah. Demikian pula ketika menentukan Imam ketujuh, karena Ja’far ash-Shadiq mempunyai beberapa orang anak pria. Di sini Syiah Imamiyah menentukan Musa al-Kadzim, sedangkan Syiah Ismailiyah mengikuti Ismail bin Ja’far.
Di luar tiga golongan Syiah tersebut, terdapat Syiah Ekstrem yang menyatakan, Ali bin Abi Thalib sebagai tuhan dan tak mati terbunuh. Ini paham sesat dari Syiah Saba’iyah. Paham ini juga menyatakan al-Qur’an seharusnya turun pada Ali bin Abi Thalib. Karena kekeliruan malaikat Jibril, diberikan kepada Muhammad saw atau paham sesat dari Syiah Gusabiyah. (Ensiklopedi Juz 6 hal: 3406).
Ada empat rujukan utama Syiah untuk membangun madzhabnya. Pertama, Al-Kafi, karangan Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq al Kulaini, ulama Syiah terbesar di zamannya. Dalam kitab itu terdapat 16199 hadits. Buku ini oleh kalangan Syiah paling terpercaya dari keempat rujukan itu.
Kedua, Man Laa Yahdhuruhul Faqih karangan Muhammad bin Babawaih al-Qumi. Di dalamnya ada 3913 hadits musnad dan 1050 hadits mursal. Ketiga, At- Tahdzib karangan Muhammad at-Tusi yang dijuluki Lautan Ilmu. Keempat, Al-Istibshar pengarang yang sama, mencakup 5001 hadits. (Muhammad Ridha Mudzaffar, al- ‘Aqaidul Imamiyyah, Muhammad Shadiq ash-Shadr, asy-Syiah al-Imamiyah, Kairo, Mathba’atun Najah, th. 1402 H/1982 M, Cet II, hal 130-134).
Secara umum, penyimpangan Syiah ada beberapa hal penting, yaitu:
I. Syiah hanya memiliki 5 rukun Iman, tanpa menyebut keimanan kepada para malaikat, Rasul, Qadha dan Qadar. Yaitu, 1. Tauhid (keesaan Allah) 2. al-’Adl (Keadilan Allah). 3. Nubuwwah (Kenabian) 4. Imamah (Kepemimpinan Imam) 5. Ma’ad atau Hari kebangkitan dan pembalasan. (Muhammad Ridha Mudzaffar, al-’Aqaidul Imamiyyah).
II. Syiah tak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu: 1. Shalat 2. Zakat 3. Puasa 4. Haji 5. Wilayah atau Perwalian. (al-Kafi, Juz II, hal 18).
III. Syiah meyakini bahwa al-Qur’an sekarangg ini telah diubah, ditambah atau dikurangi dari yang seharusnya.
IV. Syiah meyakini bahwa para sahabat sepeninggal Nabi murtad kecuali beberapa orang saja seperti al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifary dan Salman al-Farisi. (ar Raudhah minal Kafi, Juz VIII, hal 245; dan al Ushul minal Kafi, Juz II, hal 244).
V. Syiah menggunakan senjata taqiyah yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan sebenarnya, untuk mengelabui. (al-Ushul minal Kafi, Juz II, hal 2l7).
VI. Syiah percaya pada ar-Raj’ah yaitu kembalinya ruh-ruh ke jasadnya masing-masing di dunia sebelum Kiamat di kala Imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam pada lawan-lawannya.
VII. Syiah percaya kepada al-Bada’yakni tampak bagi Allah dalam hal keimaman Ismail (yang telah dinobatkan ke-Imamannya oleh ayahnya Ja’far ash-Shadiq, tetapi kemudian meninggal di saat ayahnya masih hidup) yang tadinya tak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi imam mereka tetap ma’shum.
VIII. Syiah membolehkan Nikah Mut’ah (Nikah Kontrak) dengan jangka waktu tertentu. (Tafsir Minhajus Shadiqin, Juz II, hal: 493). Padahal, nikah mut’ah telah diharamkan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri.
Menurut Ensiklopedi Islam, “Paham Syiah dianut oleh sekitar dua puluh persen dari umat Islam dewasa ini. Penganut paham Syiah tersebut di negara-negara Iran, Irak, Afghanistan, Pakistan, India, Libanon, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, bekas negara Uni Soviet, serta beberapa negara Amerika dan Eropa (Juz If, hal 5), dan termasuk Indonesia.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar