Media Publik-Sampit. Kalangan pengusaha angkutan barang dan penumpang di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah menggugat BPH Migas untuk segera mengakhiri kebijakan diskriminasi dalam penyaluran BBM solar subsidi yang telah berjalan tiga tahun terakhir dan mengakibatkan satu persatu usaha angkutan gulung tikar.
Zulkifli Nasution menyatakan "Kalau SPBU di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan daerah lainnya di Indonesia buka 24 jam melayani penjualan solar, kondisi di Sampit dalam tiga tahun ini sangat ironis karena SPBU hanya buka empat jam melayani pembelian solar," katanya.
Dikatakan, karena kesulitan memperoleh solar, maka banyak armada angkutan barang terpaksa menganggur dan waktu lebih banyak dihabiskan antri di SPBU berhari-hari untuk mendapatkan solar. Ketika kondisi SPBU di Sampit normal dalam melayani pembelian solar, maka armada angkutan barang bisa beroperasi penuh minal 24 hari kerja dalam sebulan.
Namun sejak tiga tahun terakhir keadaan terus memburuk karena awak armada angkutan hampir setiap hari dihadapkan pada kondisi harus antri memperoleh solar dan akhirnya hanya bisa beroperasi maksimal 15 hari dalam sebulan.
"Waktu sopir bersama armada angkutan barang lebih banyak dihabiskan antri mendapatkan solar di SPBU yang ada di Sampit, antri kemarin untuk dapat solar hari ini dan antri hari ini baru besok bisa mendapatkan solar," ucap Zulkifli Nasution yang juga Ketua Persatuan Olah Raga Catur (Percasi) Kotim.
Atas kondisi usaha angkutan barang di Kabupaten Kotim dalam tiga tahun belakangan cukup memprihatinkan dan sejumlah usaha angkutan barang tumbang satu persatu karena tidak lagi mampu membayar kredit akibat armada angkutan lebih banyak menganggur. Oleh sebab itu Organda Kotim "menggugat" dan mendesak BPH Migas untuk segera turun tangan dan mengakhiri kebijakan diskriminatif dalam penyaluran solar subsidi di Sampit.
Zulkifli menambahkan, disebutkan, Sampit salah satu lokomotif perekonomian nasional dan sudah memberikan peran nyata dalam menyerap tenaga kerja dan pengangguran yang ada di Pulau Jawa, seperti pekerja di kebun-kebun sawit di Kotim mayoritas pendatang dari Jawa dan Sumatera.
Data pada Pelinda dan Administrasi Pelabuhan (Adpel) Sampit pada arus mudik lebaran tahun 2010 penumpang kapal laut tujuan Surabaya dan Semarang tercatat 25 ribu orang dan ketika arus balik terjadi peningkatan 100 persen menjadi 50 ribu orang pada arus kedatangan.
Investasi agro industri di Kotim juga terus berkembang dan memberikan kontribusi secara nasional, dan untuk kesehatan perkembangan tersebut sangat diperlukan dukungan ketersediaan BBM solar untuk transportasi.
Jika alasannya solar diselewengkan ke angkutan milik usaha pertambangan batu bara, Ketua Harian Organda Kotim menegaskan, di wilayah Kabupaten Kotim belum pernah ada usaha pertambangan batu bara seperti di daerah tetaangga Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Mengenai beroperasinya pelangsir di sejumlah SPBU, maka tugas dan tanggung jawab BPH Migas dan aparat terkait untuk menertibkannya dan pada tahap pertama pihak Organda memohon tindakan tegas dari BPH Migas kepada SPBU yang melayani pelangsir menggunaan driken, mobil pribadi dan bahkan truk dengan sanksi berat dengan tujuan memberikan efek jera, tegasnya ketika wawancara dengan wartawan Media Publik 27/7.(Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar