Rabu, 14 Desember 2011
PETINGGI PARTAI DEMOKRAT KORUPSI BERJAMAAH
MEDIA PUBLIK –JAKARTA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak nota keberatan dari Muhammad Nazaruddin atas dakwaan telah menerima suap Rp4,6 miliar terkait proyek wisma atlet SEA Games Jakabaring, Palembang.
Jaksa dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, menyatakan menolak keberatan yang diajukan pihak Nazaruddin dan memohon pada Majelis Hakim Tipikor untuk dapat melanjutkan persidangan.
Dalam sidang kali ini jaksa memberikan tanggapan terhadap 13 pertanyaan yang dilayangkan Nazaruddin dalam persidangan sebelumnya. Salah satunya menjawab pertanyaan terdakwa yang tidak mengerti isi dakwaan yang tidak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik KPK.
Jaksa mengatakan dalam empat kali pemeriksaan pada bulan Agustus dan Oktober, penyidik sempat menanyakan masalah empat lembar cek yang kemudian disebut gratifikasi, senilai sekitar Rp4,6 miliar.
Saat itu, menurut jaksa, Nazaruddin mengatakan tidak tahu dan kala itu tidak didampingi pengacara. Pada pemeriksaan selanjutnya penyidik menanyakan hal serupa dan tidak dijawab namun mantan Bendahara Umum Partai Demokerat ini mengatakan dirinya lelah.
Pada pemeriksaan selanjutnya, lanjut jaksa, Nazaruddin justru paranoid dan tidak menjawab pertanyaan penyidik soal gratifikasi tersebut, malah meminta untuk dipindahkan ke Cipinang baru mau berbicara.
Namun, jaksa mengatakan mantan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ini juga tetap tidak bersuara setelah dipindahkan ke Rutan Cipingan, Jakarta Timur, dari Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.
Karena itu lah, jaksa menolak nota keberatan terdakwa yang dianggap tidak kooperatif, dan memohon Majelis Hakim Tipikor untuk dapat melanjutkan persidangan. Dalam persidangan sebelumnya Nazaruddin mengaku tidak tahu menahu soal proyek wisma atlet, tetapi justru mengetahui perihal proyek Hambalang, karena itu ia tidak bisa menjawab pertanyaan terkait wisma atlet.
Nazaruddin justru mengatakan baru mengetahui dan mengikuti masalah wisma atlet pada saat rapat bersama Tim Pencari Fakta Partai Demokerat di mana politikus partai tersebut yakni Angelina Sondakh mengaku menerima Rp9 miliar terkait proyek wisma atlet tersebut.
Lanjut Nazaruddin, dia mengungkapkan yang terkait dengan kasus Wisma Atlet adalah Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng dan Angelina Sondakh. "Itu sesuai dengan pengakuan Angelina di depan Tim Pencari Fakta (TPF) partai Demokrat," ujarnya.
Bahkan seusai sidang ketika diwawancarai wartawan, Nazaruddin menuding kenapa Anas tidak diperiksa, saya kenal betul siapa Anas, kekayaan yang melimpah didapatnya itu dari hasil merampok, baik Anas (Ketum Partai Demokrat) maupun yang lainnya seperti Angelina Sondakh dan Andi Mallarangeng mereka itu rampok, cetusnya.
Lanjut Nazaruddin, coba periksa kekayaan mereka, kekayaannya berlimpah darimana didapat kalau tidak dari hasil merampok, cetusnya, Rabu 14/11.
Sebelumnya nama Anas Urbaningrum disebut-sebut terdakwa kasus dugaan suap proyek Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, Muhammad Nazaruddin, "memenangkan" PT Adhi Karya dalam proyek pembangunan pusat latihan olahraga, Hambalang, Jawa Barat.
"Pada April 2010, Adhi Karya diputuskan menang oleh Anas. Menurut Rosa, DGI (PT Duta Graha Indah Tbk) tidak bisa membantu Kongres Partai Demokrat, tapi Adhi Karya bisa," kata Nazaruddin saat membacakan nota keberatannya di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu.
Mantan bendahara umum Partai Demokrat ini mengatakan BUMN tersebut sanggup memberikan Rp100 miliar untuk membantu kongres partai pemenang Pemilu 2009 lalu yang dilaksanakan di Bandung.
Nazaruddin juga mengatakan, Anas meminta bantuan kepada Mahfud Suroso sehingga akhirnya PT Adhi Karya bisa menang. "Saya hanya dengar Anas menyerahkan Rp50 miliar ke Yulianis. Untuk detailnya Majelis Hakim dapat bertanya langsung kepada Anas dan Yulianis".
Nazaruddin menyebut angka Rp50 miliar dari salah satu BUMN yang memenangkan proyek tersebut yang disalurkan kepada Anas dan sejumlah politisi lain. Uang itulah yang digelontorkan saat Kongres Partai Demokrat berlangsung pada Januari 2010 di Bandung, dan diduga itu merupakan uang pemenangan Anas untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
Menurut Nazaruddin, BUMN tersebut pada waktu itu sanggup memberikan Rp100 miliar untuk membantu kongres partai pemenang Pemilu 2009 lalu yang dilaksanakan di Bandung.
Anas Urbaningrum Ketua Umum Partai Demokrat menanggapi eksepsi Nazaruddin pada sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi itu. "Itu hanya mengulang-ulang, cerita dusta," kata Anas kepada ANTARA melalui pesan singkat (SMS), Jakarta, Rabu 14/12.
Pucuk pimpinan Partai Demokrat itu menyatakan, karena cerita lama dan lebih banyak dusta, Anas mengaku enggan untuk mengomentari lebih jauh. "Saya tidak berminat untuk merespons cerita-cerita karangan yang tidak berdasar," katanya.
Anas Urbaningrum membantah tudingan Muhammad Nazaruddin yang menyebut dirinya terlibat dalam proyek pembangunan Hambalang, dan menyatakan bahwa perkataan terdakwa kasus suap wisma atlet itu cerita fiksi yang diulang-ulang.
"Saya tidak pernah berurusan dengan anggaran dan tidak punya minat berurusan dengan proyek," kata Anas Urbaningrum di DPP Partai Demokrat di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, apa yang dikatakan oleh mantan bendahara umum Partai Demokrat itu hanyalah sebuah fiksi yang diulang-ulang.
"Itu adalah cerita fiksi yang diulang kadang-kadang ditambah, karena cerita fiksi yang diulang-ulang, maka tidak saya respon," kata Anas.
Anas menyatakan dirinya kini lebih berkonsentrasi kepada tugas-tugas organisasi yang lebih bermanfaat dengan kegiatan yang padat. "Kalau kita punya akal sehat, kita tidak perlu menanggapi cerita-cerita fiksi itu," cetusnya seraya menutup pembicaraan. (Tim)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar