MEDIA PUBLIK – BATULICIN. PT Kodeco Timber Tanah Bumbu (Tanbu) Kalimantan Selatan dituding telah melakukan penggusuran paksa terhadap 13 ribu hektar lebih lahan dan perumahan penduduk dengan melibatkan dan membeli sejumlah preman, oknum Brimob dan Kapolres Tanbu. Kejadian ini diduga kuat diotaki oleh pengusaha muda yang sokses, yaitu H. Syamsudin alias H. Isam.
PT. Kodeco Timber dalam operasinya diketahui memegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) dari Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan No. 253/KPTS-II/1998 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri atas Areal Hutan Seluas 13.090 Ha bertanggal 27 Februari 1998, yang terletak di Kabupaten Kota Baru dan Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.
PT. Kodeco Timber dalam operasinya diketahui memegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) dari Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan No. 253/KPTS-II/1998 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri atas Areal Hutan Seluas 13.090 Ha bertanggal 27 Februari 1998, yang terletak di Kabupaten Kota Baru dan Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan SK tersebut, PT. Kodeco Timber diharuskan memenuhi beberapa kewajiban, antara lain membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di dalam atau di sekitar areal kerjanya, memberikan izin kepada penduduk asli/masyarakat adat/masyarakat tradisional dan anggota-anggotanya untuk berada di dalam areal kerja PT Kodeco Timber serta memungut dan mengambil hasil hutan seperti: rotan, sagu, madu, damar, buah-buahan, getah-getahan, rumput, bambu, kulit kayu dan lain-lain sepanjang hal itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Bagian keempat SK tersebut menyebutkan antara lain bahwa apabila di dalam areal Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan, persawahan, atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut tidak termasuk dan dikeluarkan dari areal kerja Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI).
Sedangkan bagian kelima SK tersebut menyebutkan antara lain bahwa Pemegang HPHTI akan dikenakan sanksi apabila melanggar ketentuan sebagaimana tersebut dalam keputusan dan peraturan Perundang –undangan yang berlaku.
Hasil investigasi wartawan ini, bahwa PT. Kodeco Timber yang dulunya milik Anton Gunadi, sudah beberapa tahun ini mengalami pailit dan tidak melakukan aktifitas lagi, namun secara mengejutkan pada tahun 2011 ini setelah perusahaan tersebut dipegang oleh H. Syamsudin alias H. Isam, PT Kodeco tiba-tiba mengadakan pengukuran areal lahan yang meliputi beberapa desa dan pemukiman penduduk, lahan perkebunan, pertanian dan lain-lain.
H. Isam bahkan telah bertindak lebih jauh dengan melakukan pemagaran dengan kayu ulin, kawat dan beton, lalu memerintahkan para preman beserta oknum Danki beserta Anggota Oknum Brimob Tanbu dan anggota Kapolres Tanbu untuk mengambil paksa tanah warga, dengan menggusur rumah penduduk disertai ancaman dan intimidasi.
Warga yang mendapat tekanan dan dilanda ketakutan, terpaksa menyerahkan tanah perkebunan, sawah, beserta tempat tinggal mereka untuk digusur begitu saja tanpa ganti rugi.
Peristiwa tersebut salah satunya menimpa seorang tokoh Agama Desa Gunung Besar, Abuya mengatakan, Selasa (29/11) di kediamannya Abuya menceritakan bahwa sekira bulan Oktober 2011 saat dirinya sedang berada di kebun, ia disambangi dua orang yang mengaku sebagai anggota Polres dan Pegawai Kehutanan Tanbu. Keduanya menyatakan bahwa kebun karet, durian dan sayuran miliknya tersebut termasuk dalam kawasan hutan lindung.
“Seluruh lahan ini termasuk kawasan hutan lindung yang ditanami oleh Dinas Kehutanan, maka mulai sekarang tidak boleh lagi dikerjakan,” ujar pegawai Dishut itu seperti ditirukan Abuya.
Tidak lama berselang, Abuya kemudian dimintai keterangannya di Kantor Polres Tanah Bumbu seputar kepemilikan tanah perkebunan itu. “Saya menjelaskan bahwa lahan tersebut saya dapatkan dari Pembakal Isur dengan membuka hutan sejak tahun 1993 silam seluas kurang lebih 12 Ha.
Lahan tersebut saya tanami sekitar 2 ribu pohon karet yang sekarang sudah menghasilkan. Selain itu, saya juga menanam pohon nangka, durian, sayuran, cabe dan terong,” terangnya.
Abuya pun mempertanyakan kapan kebun tersebut termasuk dalam kawasan hutan lindung yang kemudian dijawab oleh Pegawai Kehutanan tersebut, “Belum dan baru akan dibuat”.
Jawaban tersebut sangat mengejutkan Abuya. Namun ia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Ia pun ditolak ketika meminta waktu memanen hasil kebunnya. “Tidak bisa dooooong,” ujar seorang anggota Polres Tanbu melarangnya.
Abuya pulang dengan perasaan sedih bercampur rasa takut. Kebun karet dan durian yang dipeliharanya selama 18 tahun tidak lama lagi akan diambil begitu saja tanpa ada pengganti sedikitpun dari mereka. Sebagai seorang warga negara yang berhak mendapatkan perlindungan hukum, Abuya berharap pemerintah dan penegak hukum yang bersih dan memiliki hati nurani, mau membantu dirinya mendapatkan keadilan.
Kejadian serupa ternyata juga menimpa warga lainnya. Minggu (20/11), Utuh, warga RT 13 Desa Barokah Tanbu dipanggil Kades Gunung Antasari Agus yang juga sebagai suruhan H.Isam, untuk memenuhi panggilan H Isam di kantornya. Di tempat itu, mereka sudah ditunggu oleh Danki Brimob, IPTU Ibnu dan seorang Pengacara H.Isam.
Kepada Utuh IPTU Ibnu menanyakan dasar kepemilikan lahan, “Kemaren kami ke lahan lokasi penggusuran lahan, lahan tersebut sebetulnya adalah milik Joko Purnosusilo. Setelah kami cek ke lapangan, ternyata telah banyak rumah penduduk dan tanah tersebut sudah ada patoknya. Lalu dasar kepemilikan kamu apa dan didapat dari mana?,” ujarnya dengan nada tinggi.
Jawab utuh, “Mereka berani membangun rumah di lahan tersebut, karena mereka telah mengantongi surat bukti kepemilikan yang sah dan didapat dari warisan orang tua mereka,” kata Utuh.
Utuh pun mengaku tidak pernah mengenal ada warga yang bernama Joko Purwosusilo yang dinyatakan sebagai pemilik sah lahan tersebut. “Selama kami tinggal di Desa Barokah yang dahulunya bernama Kampung Baru, kami belum pernah tahu ada orang yang bernama Joko Purwosusilo memiliki tanah di Desa kami”,” terang Utuh.
Kepada petugas, Utuh memperlihatkan Surat Legalitas Segel Tanahnya yang didapat dari warisan orang tua nya.. Ketika ia meminta petugas menunjukkan bukti kepemilikan Joko Purwosusilo, petugas ternyata tidak dapat menunjukkannya.
IPTU Ibnu lalu meminta Utuh mendata seluruh warga yang memiliki tanah dan bertempat tinggal di Desa Barokah dalam waktu 3 hari sampai Rabu (23/11) disertai kata-kata ancaman, “Apabila dalam waktu 3 hari kamu tidak bisa memberikan data kepemilikan tanah, maka akan diturunkan alat berat, biar pemiliknya datang sendiri dan berurusan dengan kami,” ancamnya aparat kepolsian tersebut.
Permintaan itu langsung ditolak oleh Utuh, karena nantinya masyarakat akan mengira dirinya ada main dengan H. Isam.
“Jangan pak! Kalau bapak main gusur saja, jelas artinya akan mengadu domba saya dengan masyarakat. Karena mereka sudah tahu kalau saya hari ini memenuhi panggilan H.Isam. Mereka pasti mengira saya sudah terima uang, Bisa-bisa nanti saya dibunuh warga,” sergah Utuh.
Meski sudah mengemukakan alasannya, Utuh tetap diminta untuk mengumpulkan data kepemilikan tanah serta diberi waktu sampai hari Rabu (23/11).
Utuh pulang dengan perasaan tak menentu mendapati kenyataan bahwa rumah mereka beserta rumah warga lainnya terancam digusur oleh H Isam. Utuh mempertanyakan keterlibatan oknum tersebut ada hubungan apa dengan H.Isam.
Dalam keadaan bingung dan takut, Utuh kemudian menemui Ketua RT13, Irwani dan menceritakan permasalahannya. Keduanya lalu menemui Kades, Nanang Hiriadi di kediamannya.
“Di hadapan Kades, saya menceritakan semua yang telah disampaikan Danki Brimob IPTU Ibnu termasuk ancaman akan menurunkan alat berat pada hari Senin (20/11) untuk menggusur rumah penduduk di lingkungan RT 13 Desa Barokah,” ujar Utuh.
Mendengar hal tersebut, Nanang Hariadi memerintahkan Ketua RT 13, Irwani supaya mengumpulkan warga yang rumahnya terancam digusur Rabu (23/11) malam pukul 20.00 Wita.
Pada malam yang sudah ditentukan itu, sebanyak 31 orang warga berkumpul di rumah salah seorang warga setempat untuk mengadakan rapat dan mengambil sikap sambil mempelajari segel-segel tanah yang dijadikan dasar oleh H Isam untuk menggusur rumah penduduk, seperti: Surat Pernyataan Mantan Kades Kampung Baru, H Irun Dani bertanggal 21 April 2011 dengan Saksi mantan Kepala Kantor Camat Batulicin Tahun 1985, yang menyatakan (1) Segel No.18/KDB/1975 Tanggal 10 Februari 1975 atas nama Dedy Priyanto; (2) Segel No.19/KDB/1975 tanggal 10 Februari 1975 Atas nama Agus Ryanto adalah benar dikerjakan tahun 1974.
Setelah diteliti oleh Kades, Ketua RT, Guru, dan tokoh masyarakat setempat yang berkumpul malam itu, ternyata segel-segel yang dijadikan dasar hukum oleh H Isam tersebut ASPAL (Asli Tapi Palsu), karena terdapat kejanggalan pada isinya.
Melihat kepastian itu, seluruh warga RT13 sepakat akan tetap mempertahankan hak mereka sampai titik darah penghabisan, meskipun untuk itu mereka harus berhadapan dengan aparat yang sudah diperalat oleh H Isam.
Hari ini, Jumat (16/12) sekira pukul 09.00 Wita, Utuh memenuhi undangan Polres Tanbu atas nama Kaur BIN Ops Agnes Christian Dwi selaku Penyidik bertanggal 15 Desember 2012 No.13/127/XII/2011 Reskrim.
Kedatangan Utuh diterima Kasat Reskrim AKP M Gafura A Siregar.
“Tahu nggak mengapa saudara saya undang ke kantor Polres Tanbu,” ujar M Gafura membuka pembicaraan yang langsung diiyakan Utuh. “Saya tahu, untuk membahas masalah tanah tempat tinggal yang sudah puluhan tahun saya tempati. Hingga saya mendapatkan keturunan dan punya 8 cucu, tanah tersebut tidak pernah bermasalah, tetapi tahu-tahunya sekarang malah diakui sebagai milik Joko Purwosusilo,” jawab Utuh. Kepadanya diperlihatkan fotocopy Surat Keterangan Hak Milik Adat atas Sebidang Tanah No. 28 /KDB/1983 tanggal 22 Mei 1983 Desa Kampung Baru.
Kepada Utuh, AKP Gafura kemudian menanyakan bukti kepemilikan tanahnya, Utuh lalu menunjukkan bukti fotocopy serta berkas asli Surat keterangan sebidang tanah bertanggal 15 Februari 1950 yang merupakan warisan Bapaknya.
AKP Gafura melihat dan meneliti sebentar, lalu menyatakan bahwa segel tanah tersebut meragukan kebenarannya. ”Segel ini meragukan keasliannya perlu di periksa konprehensif. Lebih baik tanah tersebut serahkan saja kepada Joko Purwosusilo ketimbang bermasalah, Tanah kan tidak dibawa mati juga, bagaimana kalau dibagi dua saja dengan Joko Purwosusilo,” tambahnya lagi.
Utuh menjadi bingung ada apa dengan Kasat Reskrim AKP M. Gafura yang begitu mudah untuk menyerahkan hak kepemilikan tanah dan rumahnya, Utuh memperlihatkan fotocopy segel milik Joko Purwosusilo yang cacat hukum dan hanya rekayasa, mengingat segel tersebut diterbitkan tahun 1975, sedangkan mantan Kepala Kantor Camat Batu Licin M.Mukri yang turut menandatangani surat itu, baru bertugas tahun 1985.
“Bagaimana mungkin sebelum menjadi Kepala Kantor Camat, yang bersangkutan sudah tanda tangan.? Padahal beliau baru bertugas 10 tahun kemudian. Jadi jelas segel tersebut rekayasa alias Palsu,” tegas Utuh. Tambahnya lagi Utuh memberikan surat pernyataan mantan Kepala Kantor Camat Batulicin M. Mukri dan surat pernyataan mantan Kepala Desa Kampung Baru H.Irun Dani yang menyatakan, mencabut tanda tangannya di surat pernyataan karena penanda tanganan tersebut dilakukan dipaksa oleh Joko Purwosusilo didampingi dua orang dengan mengancam dan memaksa untuk di tanda tangani segel yang dibawanya, untuk itu M.Mukri maupun H.Irun Dani menyatakan Segel tersebut di batalkan dan tidak berlaku lagi. Dijawab oleh Kasat “Itu urusan nanti, mereka-mereka akan saya panggil semua”, “jadi sekarang yang dipertanyakan adalah keabsahan segel kamu, sekarang kamu ikuti penyidik saya untuk dimintai keterangan, saya sekarang banyak kerjaan, ujar Kasat.
Rabu (23/11) Gt Yudi bersama dua orang temannya berusaha mencari rumah mantan Kepala Kantor Camat Batulicin untuk menanyakan keabsahan Surat Pernyataan H. Irun Dani bertanggal 21 April 2011 dengan M. Mukri sebagai saksi itu.
Setelah bertemu, kepada Gt Yudi mantan Kepala Kantor Camat M Mukri membeberkan bahwa dirinya telah dipaksa oleh Joko Purwosusilo, Dedy Priyanto dan Agus Ryanto untuk ikut menandatangani Surat Pernyataan H. Irun, mantan Kades Kampung Baru tersebut sebagai saksi.
“Ketiga segel tanah yang ada tanda tangan saya itu saya nyatakan dicabut, dan tidak berlaku lagi,” kata M Mukri.
Ditegaskannya, tanda tangannya pada Surat Keterangan Tanah: 1. No.11/KDB/1982, (2) 16./KDB/1975, (3) No.28/KDB/ 1983 dan (4) No.40/KDB/1983 itu adalah rekayasa dan bukan saya yang mebuatnya, tahu-tahu saya disodorkan dan disuruh tanda tangan.
“Tanda tangan saya di atas segel tersebut tidak benar, karena saya belum bertugas sebagai Kepala Kantor Camat Batulicin. Saya berani menandatangani segel-segel tersebut karena dipaksa. Untuk itu, segel-segel tersebut saya nyatakan tidak berlaku lagi,” kata Mantan Kepala Kantor Camat Batulicin itu menegaskan.
Pada Rabu (23/11), H Irun Dani juga menyatakan bahwa surat pernyataannya bertanggal 21 April 2011 tersebut bukan buatannya. “Saya cuma dipaksa tanda tangan. Untuk segel atas nama Joko Purwosusilo, Dedy Priyanto dan Agus Pryanto, saya ralat, saya batalkan, karena selama 30 tahun tidak digarap atau dikerjakan,“ katanya lagi.
Berdasarkan kesimpulan rapat yang dipimpin Kades Barokah dengan warga masyarakat RT 13, ditemukan adanya pemalsuan yang dibuat dengan sengaja untuk mengambil secara paksa tanah-tanah warga tersebut, dengan memperalat preman, oknum anggota Brimob dan Danki Brimob IPTU Ibnu serta oknum anggota Polres Tanah Bumbu. (TIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar