MEDIA PUBLIK, Balikpapan 21 Desember 2010. Langkah kaki Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dalam upaya mengurangi pemanasan global (global warming) agar didengar internasional, pertama kali diawali dengan lawatannya ke Amerika Serikat menemui aktor laga Hollywood Arnold Alois Schwarzenegger. Dua-duanya memiliki profesi yang sama, yakni sama-sama gubernur, yang satu Gubernur Kalimantan Timur dan satunya lagi Gubernur California, AS.
Ada banyak hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut, di antaranya yakni bekerja sama dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi untuk lapangan kerja hijau, meningkatkan penggunaan energi bersih, mengurangi polusi, menumbuhkan ekonomi hijau (green economy), dan mengurangi pemanasan global.
Kehadiran Faroek dalam pertemuan itu atas undangan langsung dari Arnold, sementara alasan Arnold mengundang Faroek di antaranya adalah selain komitmen gubernur yang begitu kuat dalam mengurangi pemanasan global lewat program ‘Kaltim Green’ yang belakangan gencar dikampanyekan, juga karena hutan di Kalimantan sudah ditetapkan sebagai paru-paru atau jantung dunia.
Setelah lawatan ke LA dan kembali ke Bumi Etam, Gubernur Kaltim tidak ingin bahwa pertemuan dengan aktor laga dan sejumlah gubernur lain di dunia itu hanya sebagai ceremonial belaka, atau hanya lips service. Karena itu, dalam Kaltim Summit pada Januari 2010 juga dibahas Program Strategis hingga 2014. Di antaranya yang akan dilakukan adalah Pembangunan dan pengembangan kegiatan usaha kehutanan masyarakat, atau kemitraan dalam dan di luar kawasan hutan.
Kaltim Hijau yang dirumuskan di antaranya juga merekomendasikan agar pengembangan sistem pemanfaatan lahan dan industri sumberdaya alam dikelola dengan tetap mempertimbangkan pengelolaan yang ramah lingkungan, berkeadilan dan berkelanjutan.
Selain itu, semua penentu kebijakan di kabupaten dan kota harus pula memberikan bimbingan teknis terkait usaha-usaha dan fasilitasi pemasaran produk masyarakat berbasis hutan dan kayu yang akan dikelola. Perlu adanya pengawasan, pengendalian kegiatan perekomian berbasis sumberdaya hutan yang berpotensi mengubah lingkungan. Hal lain yang tak kalah penting adalah pengembangan insentif dan disinsentif bagi kegiatan perekonomian yang berpotensi dampak lingkungan. (Dayat, 21/12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar