Jumat, 19 Juli 2013

Ketika Keperawanan Meratus Dipertanyakan



 
Tersisa Ilalang di Dataran Tinggi Pegunungan Meratus,  Kelestarian hutannya harus terus dijaga untuk menghindari bencana alam.

  Media Publik Dataran tinggi Pegunungan Meratus  Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan kembali dipertanyakan. Sebagian besar masyarakat mulai khawatir hutan yang katanya perawan itu justru mulai diambil kayunya pelan-pelan untuk dimanfaatkan demi motif ekonomi. Kendati dengan skala kecil, aktivitas terus berlanjut itu membahayakan lingkungan.

Kekhawatiran itu terekam jelas saat  para aktivis lingkungan hidup berhasil menembus agak ke hulu Sungai Alat di Papagaran Ujung, Kecamatan Hantakan, Hulu Sungai Tengah awal bulan Ramadan tadi. Ini untuk menjawab rasa penasaran masyarakat bagaimana mungkin Desa Alat Seberang bisa dilanda bandang belum lama tadi. Padahal kawasan Meratus disebut-sebut tetap asri sampai saat ini.

Namun, di lapangan, sejauh mata memandang dataran tinggi itu ternyata hanya tersisa ilalang tinggi tanpa ada lagi kelihatan akar pohon yang biasanya kuat mencengkeram tanah. Lahan tidak hanya mulai banyak dialihfungsikan untuk memperluas perkebunan karet. Tapi, di beberapa titik masyarakat bebas menebang pohon. Sayup-sayup mesin chainsaw terdengar jelas.

Saking resahnya dengan isu penebangan liar, warga meminta jalan arah ke Papagaran Ujung, Hantakan, yang terputus akibat banjir agar tidak diperbaiki lagi. Itu untuk menghindari mobil pik-up bisa masuk dan membawa kayu keluar kawasan itu. Oknum yang menjadi pelaku penebangan liar selalu beralasan membawa kayu untuk keperluan keluarga membangun rumah. “Masa tiap minggu ada kayu yang diangkut. Masa tidak selesai-selesai rumah yang dibangun untuk keluarga. Oknum itu selama ini tidak mau menebang kayu dekat kampung, pasti memilih lokasi terjauh agar tidak terpantau,” kata sumber yang memandu ke Papagaran Ujung.

Aktivitas penebangan kayu jenis tertentu pernah diungkapkan oleh Kurbawati dan puluhan masyarakat Hantakan. Warga Pantai Mangkiling, Desa Datar Ajab, Hantakan pernah beberapa kali memberi informasi kepada Aktivis dan wartawan. Termasuk informasi dari organisasi masyarakat Dayak Balian Hantakan. Sayang, aparat keamanan gagal menembus titik yang dilaporkan. Aparat malah mendapat pengadangan oknum warga yang tidak setuju aktivitas mereka diganggu. “Mereka sudah kenal sama kami. Yang datang ini aparat, tapi tetap dihadang dan sangat keberatan bila rombongan kami masuk ke hutan,” kata salah satu aparat yang pernah ikut rombongan untuk memverifikasi laporan penebangan pohon.

Menurut Pambakal Kasum, panggilan Sumiati, aktivitas penebangan liar itu mudah ditemui di lapangan selama satu tahun terakhir. Dia yakin hutan lindung di Gunung Pariok mulai digrogoti. Hasil tebangan liar itu dibawa ke Papapagaran dan berakhir ke Timan, Hantakan. Dari sinilah kayu yang telah menjadi balok–balok itu didistribusikan. Biasanya, kayu yang dibawa jenis meranti atau damar. “Gunung Periok itu salah satu sumber mata air Hantakan. Bila disitu rusak, apa jadinya kita yang tinggal di Desa Alat dan Barabai,” terang Sumiati.

Bupati HST Dr H Harun Nurasid menilai bencana banjir bandang yang menimpa Desa Alat dan Alat Seberang Kecamatan Hantakan beberapa waktu lalu sangat besar dan diluar perkiraan. Dia lantas mempertanyakan apa yang terjadi di atas sana sehingga air begitu lancar mengalir ke sungai. Seakan-akan tanpa penghalang. “Kita harus meneliti kembali usai bencana bandang agar ada evaluasi apa yang terjadi di dataran tinggi Meratus,” ujarnya saat memantau korban banjir bandang beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, dalam kurung 11 tahun terakhir, luasan kawasan hutan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah berangsur berkurang. Semula 49 ribu ha, tahun ini hanya tersisa 45 ribu ha atau menghilang 4 ribu ha. Padahal itu sudah termasuk dalam kawasan Hutan Lindung berkisar 22 ha, Hutan Produksi terbatas 13 ribu hektare dan Hutan Produksi 8 ribu hektare. Kawasan hutan masih didominasi di 4 kecamatan yaitu Hantakan, Batang Alai Timur, Batang Alai Selatan dan Haruyan.

Berdasarkan SK Menteri Nomor 435 tanggal 23 Juli 2009 kawasan hutan di HST masih ada sekitar 45.520 Ha dan yang meliputi tiga fungsi kawasan hutan, yaitu Hutan Lindung (HL) 22.976 hektare, kawasan Hutan Produksi (HP) seluas 8.658 hektare dan Hutan Produksi Terbatas 13.886 hektare.(kas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar