Saya sebagai orang
hukum yang bergabung di anggota LBH Himpunan Advokat / Pengacara Indonesia
(HAPI) dan Wakil Bendahara Jaringan Nasional Lembaga Kerukunan Masyarakat
Kalimantan (LEKEM Kalimantan) sekaligus anggota Advokasi Hukum Persatuan LSM
Kalimantan turut menyesalkan dan berduka cita terhadap insiden paling terburuk
yang mewarnai bumi Lambung Mangkurat kota Banjarmasin terhadap adanya surat
palsu dan keputusan Mahkamah Agung RI, ini gerakan mafia modern, Yakkada
beraksi dengan surat palsunya, sedangkan Mahkamah Agung RI beraksi dengan
putusannya, akibat mafia peradilan dan mafia tanah beraksi akhirnya tanah milik
warga Kelurahan Sungai Lulut (Akhmad Ardiansyah) diklaim berdasarkan foto
gambar berupa papan tanda pengenal berisikan :
1.
Putusan
Kasasi Mahkamah Agung RI No.01/PDT/6/2002 PN/BJM Jo.No.1940 K/PDT/2003 tanggal
10 Mei 2005;
2.
Putusan
peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung RI No. 01/6/2002/PN BJM JO No.531
PK/Plt/2008 tanggal 25 Pebruari 2008;
3.
Penetapan
dan Berita Acara Eksekusi Pengosongan / Eksekusi Pengadilan Negeri
No.01/Pdt.G/EKS/2002/PN/BJM.
Padahal putusan-putusan
yang tercantum di tanah korban adalah putusan salah alamat yang putusan
tersebut dilahirkan atas dasar kriminal, kemudian putusan tersebut hanya
memiliki hubungan hukum dengan surat palsu, keterangan palsu dan penipuan
publik pasalnya adalah :
1.
Saberi Bin H. Yusuf yang tercantum di
perjanjian tanggal 10 April 1978 dan tanggal 2 Januari 1978 tersebut dianggap
Saberi palsu / ilegal, karena Saberi tersebut tidak ada memiliki dasar hukumnya
seperti photocopy terlampir yang dicantumkan di perjanjian tersebut, sedangkan
Saberi orang tua korban bernama Saberi – Usuf sesuai fakta Buku Nikah No.147960
Tanggal 22-12-1942, KTP No.611-Bjm.SLL-3-1985, dan Skep Veteran No :
22/03/31/A-XV/III/1990 Tanggal 10-03-1990 beralamat Jl. Veteran RT.4 Sei. Lulut
tidak ada berdomisili di Kampung Pengambangan Jl. Pengambangan Utara RT.26
Kodya Banjarmasin dan Yakkada dapat disebut ambil tanah korban dengan memakai
identitas palsu / ilegal sebagaimana tercantum di perjanjian tersebut.
2.
Saberi yang tercantum di perjanjian
tanggal 10 April 1978, ternyata mengakui / mengambil tanah Syahran Mansur
sebagai pemilik tanah, padahal surat keterangan jual beli tanggal 13 Juli 1947
dan 12 Agustus 1947 adalah milik Syahran Mansur sebagaimana dijamin hukum,
seperti Surat Perjanjian Jual Beli tanah sawah / kebun tanggal 13 Januari 1978
pada huruf (b), dan perjanjian tanggal 13 Januari 1978 dibuat bukan dengan Yakkada, tetapi pihak
lain, oleh sebab itu Yakkada dapat disebut ambil tanah korban selain memakai
identitas palsu / ilegal (Saberi), juga menggunakan kepemilikan tanah palsu,
diduga surat tersebut dibuat bukan diatas kertas segel tetapi kertas biasa,
lambang / logo segel hanya ditempelkan pada surat tersebut, alias fotocopy,
seolahnya surat tersebut adalah kertas segel (segel palsu).
3.
Saberi (palsu/ilegal) membuat perjanjian
sewa beli tanah sawah / kebun dengan Yakkada tanggal 2 Januari 1978, padahal
tanggal 2 Januari 1978 tidak ada perjanjian, perjanjian baru ada pada tanggal
22 Januari 1978 sebagaimana tercantum di perjanjian tanggal 2 Januari 1978,
jelas perjanjian tersebut palsu, maka sertifikat No.98/1981 beralas perjanjian
tanggal 2 Januari 1978 dianggap sertifikat tersebut batal karena segel adat
tercantum di sertifikat tersebut adalah segel adat No.35/Hak-II.KP/1976 yang
termuat di perjanjian palsu (tanggal 2 Januari 1978), surat tersebut dibuat
bukan diatas kertas segel melainkan kertas biasa, dianggap memberikan
keterangan palsu dan penipuan, serta surat palsu (bukan segel).
4.
Keputusan Kasasi Mahkamah Agung RI No.
1940/K/Pdt/2003 tanggal 10 Mei 2005 khususnya Hal.2 alinea ke.2 dan hal.3
alinea ke2 dianggap memberikan keterangan palsu dan penipuan publik, sebab
terbukti perjanjian tanggal 2 Januari 1978 dan tanggal 10 April 1978,
perjanjian tersebut keduanya ilegal / palsu dan tidak ada tercantum tanah milik
Syahran Mansur dibeli Yakkada melalui Saberi Bin H.Yusuf, jadi sangat jelas
putusan kasasi tersebut bukan saja salah alamat atau mengada-ada tetapi bisa
dikatakan putusan tersebut sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk melindungi
mafia tanah.
5.
SKHMA No.201/HAK-II/KP/1978 dianggap
SKHMA keterangan palsu dan penipuan sebab pemilik asal tanah adalah Saberi yang
dilahirkan perjanjian palsu dan pemilik tanah baru H.M. Tolchah A. Syukur
(bukan A.N Sekretaris Yakkada) dan cap stempel Yakkada tidak ada, apalagi
kejadian jual beli tanah dilaksanakan pada tahun 1959, jelas secara hukum,
jual-beli tanah melalui kredit angsuran seperti perjanjian tanggal 2 Januari
1978 dan tanggal 10 April 1978 adalah surat palsu.
Kasus mafia ini
sebelumnya sudah dimuat dalam Berita Online Media Publik ini, juga saya
laporkan kepada Pengadilan Negeri Kota Banjarmasin serta surat tanggal 14 Mei
2012, Perihal Wakil MA yang ada di daerah wajib bertanggung jawab dan
menyatakan batal semua putusan yang terkait tanah Yakkada telah terlilit
pidana, serta surat tanggal 22 Mei 2012, perihal : mendesak PN. Kota
Banjarmasin wakil MA di daerah agar bertindak melawan mafia tanah (Yakkada)
yang menggunakan surat palsu (SKHMA), serta tembusan disampaikan pada instansi
terkait, sangat disayangkan pihak pengadilan Negeri Kota Banjarmasin acuh dan
tidak peduli seolahnya putusan tersebut legal, sementara Yakkada yang
mengantongi putusan sesat masih tetap mengklaim tanah tersebut adalah milik sah
Yakkada.
Jadi apa negara ini...???
seharusnya putusan tersebut untuk menegakkan kebenaran dan keadilan bukan
terbalik jadi pelanggaran pidana, lihat putusan Mahkamah Agung RI hal.2 Alinea
Ke 2 dan Hal 3 Alinea Ke 2. Kalau masyarakat kelas awam, dianggap putusan
tersebut benar dan memiliki kepastian hukum, tetapi setelah dilakukan
penyisiran ternyata putusan memberikan keterangan palsu serta kebohongan
publik… lewat media ini, saya mengajak pada semua komponen bangsa mari kita
benahi bangsa ini, dan janganlah negara hukum ini dinodai oleh putusan yang
memalukan serta menyesatkan sebab putusan tersebut bukan saja dianggap bagian
yang meresahkan masyarakat kota Banjarmasin khususnya di RT.18 dan RT.20
Kelurahan Sungai Lulut, tetapi dapat pula dikatakan putusan tersebut sebagai
bentuk mafia hukum, saya sebagai putera bangsa mengutuk keras terhadap putusan
tersebut, menurut fakta putusan tersebut dianggap sebuah pembusukan, tentunya
kita bersihkan agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga milik publik ini
tidak ada lagi menilai negatif, saya katakan lagi dengan tegas Mahkamah Agung
RI adalah pucuk Peradilan Tertinggi di Indonesia mestinya tidak patut keluarkan
putusan demikian, dan hakim-hakim yang keluarkan putusan tersebut harus
diperiksa, dimintai pertanggung jawaban, jangan dibiarkan karena ini menyangkut
kredibilitas hakim sebagai aparat hokum yang terindikasi bahwa hakim tersebut
sebagai pelindung kejahatan terselubung, karena putusan yang dibuatnya terlilit
tindak pidana keterangan palsu dan penipuan publik.
Kemudian surat Yakkada
seperti tanggal 21 Nopember 2011 No.06/YKD/PKS/2001. Perihal : Pemberian
Teguran I, surat tanggal 8 Oktober 2011, No.01/YKD/PKS/2011, perihal :
pemberitahuan dan surat tanggal 17 Oktober 2000, Perihal : Teguran I secara
hukum surat tersebut dianggap keterangan palsu dan penipuan, dan surat-surat
Yakkada bisa disebut tindakan pengambilan paksa tanah korban dengan cara
memakai putusan-putusan kriminal yang dilahirkan dari surat palsu, termasuk
pula perbuatan menghalangi / merintangi korban membuat sertifikat, sesuai surat
Yakkada dialamatkan kepada Lurah dan instansi terkait, dianggap surat itu
mengganggu pelayanan publik dan mengganggu kepentingan umum, secara hukum POLRI
berhak usut surat tersebut sebab pelaku masih ada, dianggap surat Yakkada di
tahun 2000 dan 2011 adalah penerus kejahatan Yakkada di era tahun 1978 (surat
palsu tanggal 2 Januari 1978 dan tanggal 10 April 1978).***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar