Minggu, 20 November 2011

MARAKNYA PENAMBANG LIAR DI SATUI TANAH BUMBU

MEDIA PUBLIK – TANAH BUMBU. Pekerjaan yang bersifat sacral sudah merupakan hal yang lumrah di lakoni oleh seseorang untuk mendapatkan sebuah hasil yang lebih banyak lagi walaupun si pekerja itu sendiri mengetahuinya bahwa pekerjaan tersebut penuh dengan reseko tinggi. Hal demikian terjadi pada para penambang batubara elegal diwilayah Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu dan Kecamatan Kintap Kabupaten Tanah Laut.

Aspihani Ideris MH (Direktur Eksekutif LSM LEKEM KALIMANTAN “Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan”) menyatakan ketika diwawancarai wartawan Media Publik. “Banyaknya laporan dari masyarakat masalah penambang liar di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Tanah Laut membuat kami terjun investigasi pada hari tadi Sabtu Malam (19/11)”. Katanya.

“Hasil investigasi LSM LEKEM KALIMANTAN yang beranggotakan 6 orang tim investigasi ini guna mengungkap misteri penambang liar yang hasil dari laporan masyarakat”.

“Kami (Tim Investigasi LSM LEKEM KALIMANTAN) sudah lakukan investigasi ke wilayah Halamunda Jayanti dan wilayah Simpang 4 Sumpul sampai ke pelabuhan BBI malam tadi (19/11).” Kata Aspihani.

Lebih rinci Aspihani Ideris MH mengungkapkan, “Malam tadi mobil truk dengan No. Pol. DA 9856 AU, DA 2345 KB, DA 9927 LB, DA 9695 KA dan banyak lagi yang belum sempat kami catat Nopolnya pengangkut batubara elegal tersebut kami ikuti sampai salah satu kesebuah pelabuhan di daerah Kintap, ujarnya.

"Mobil truk itu kami ikuti sampai ketempat salah satu pelabuhan, mereka itu sudah sangat melanggar aturan, selain menambang elegal mereka mengangkutnya sudah berani melewati jalan negara, nah itukan jelas-jelas sudah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kalsel Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pengaturan Penggunaan Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Angkutan Hasil Tambang dan Hasil Perusahaan Perkebunan, yang ternyata apabila mereka telah melangar kena sanksi Penjara 6 Bulan dan Denda Lima Puluh Juta Rupiah.” Ungkap Aspihani (20/11).

Aspihani Ideris yang juga redaktur media mingguan Suara Kalimantan menambahkan, “Sudah selayaknya pihak instansi terkait jangan tutup mata dengan keadaan begini dan perlu secepatnya mengambil tindakan tegas untuk menghalau penambang-penambang liar ini” tegasnya.

Kalau mereka (Para Penegak Hukum/ Instansi Terkait) melakukan pembiaran dengan maraknya aktivitas penambang liar tersebut berarti mereka itu sudah kemasukan angin alias main mata, tegas alumnus Magester Hukum UNISMA Malang ini.

Informasi dan pengakuan para penambang tanpa izin (PETI) ini bahwa mereka sudah berkordinasi dengan aparat, bahkan mereka membayar opeti berkisaran 30-50ribu pertonnya bahkan ada yang lebih dari itu ke KP-3 (KAPOLSEK - KAPOLRES - KAPOLDA) sebagai bentuk uang koordinasi, ungkap para penambang menyampaikan ke pihak kami sewaktu investigasi kelapangan, bahkan koordinasi tersebut menurut pengakuan para penambang ada yang sampai ke MABES POLRI, ujar Aspihani

Para PETI itu menambang ada dua system yang kami temui, ada system tradisional alias manual karung-karungan, ada yang sudah super canggih pakai alat tehnelogi tinggi, "Coba anda lihat kedalam di daerah Serindai Kintap, (ucap Aspihani kepada mas media), pasti anda akan menemukan banyak para penambang elegal disana...????

"Jelasnya di perbatasan dua kabupaten ini antara Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Tanah Bumbu sangat marak aktivitas pertambangan tanpa izin alias PETI, dan mereka itu sudah terlindungi oleh oknum-oknum penegak hukum", Nah dari hal ini perlulah ada langkah yang tepat bagi Pemerintah daerah untuk memberikan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan para PETI ini, ujar penggagas pembentukan penyatuan LSM-LSM di Kalimantan ini.

“Dari hasil temuan kami ini Insya Allah kami mengumpulkan data-data selengkapnya dulu sebagai bahan laporan ketingkat penegak berwenang yang lebih tinggi lagi dalam pengambilan sikap terhadap para PETI dan untuk investigasi ke daerah lainnya kami lakukan dalam waktu sepekan ini”. kata Aspihani pagi tadi Minggu (20/11) diketika makan bareng bersama beberapa mas wartawan di sebuah warung makan di Sungai Danau.

Salah seorang Tim Investigasi, Badrul Ain Sanusi Al-Afif MS. MH (Wakil Direktur Eksekutif LEKEM KALIMANTAN) mengatakan, "Pemerintah daerah harus benar-benar mengambil sikap tegas terhadap pengusaha yang memakai jalan umum tersebut". katanya (20/11) disela-sela makan bersama seusai investigasi.

"Kan sudah dijelaskan didalam Perda nomor 3 tahun 2008 tersebut bahwa setiap angkutan hasil tambang dan hasil perusahaan perkebunan dilarang melewati jalan umum". tegas Badrul.

Tambah Badrul, "Selain mereka melanggar Perda Nomor 3 tahun 2008, dalam melakukan kegiatan menambang tersebut mereka tidak memperdulikan kerusakan yang timbul akibat tambang batubara itu", cetusnya.

Anang seorang warga Satui angkat bicara “Kami sebenarnya sudah lama mengetahui banyaknya penambang liar di daerah kami, mau berbuat apa kami, kamikan orang kecil?”. Ungkapnya (20/11).

“Mudah-mudahan dengan adanya investigasi LSM LEKEM KALIMANTAN ini semua permasalahan pertambangan ilegal ini bisa di atasi dengan maksimal”. kata Anang.

Kapolsek Satui ketika mau diminta tanggapannya oleh wartawan MEDIA PUBLIK saat itu berada di luar, begitu juga instansi dinas perhubungan yang berkantor di Satui ketika wartawan MEDIA PUBLIK ingin minta tanggapannya pegawai disana tidak bisa memberikan penjelasannya, Minggu (20/11).

Salah seorang penambang ilegal di Sungai Danau yang minta namanya dirahasiakan ketika diminta keterangannya oleh wartawan MEDIA PUBLIK menjelaskan, "Jujur kami menambang ilegal di sini karena kami butuh pekerjaan, masa yang nambang bisanya hanya orang asing (red PT AI)", katanya Senin (20/11).

"Alhamdulillah kami selama menambang ini tidak pernah kena razia dari pihak penegak hukum".

Lebih lanjut sipenambang ilegal itu menjelaskan, "Setiap dari pihak Mabes Polri mau razia kami pasti sebelumnya diberitahu sehari sebelum razia tersebut digelar dan disaat tersebut kami langsung mengamankan alat-alat berat yang kami punya", ungkapnya.

"Mengenai mobil pengangkut alat berat kami tinggal telpon dan paling lama satu jam sudah datang untuk mengamankan alat yang kami punya", katanya dengan nada minta namanya dirahasiakan.

Dijelaskannya "Memang kalau masalah upeti kami bayar dalam perton berkisar mencapai Lima Puluh Ribu Rupiah, dan uang tersebut di ambil langsung oleh instansi yang mungkin kawan-kawan wartawan pasti mengetahuinya sendiri", ungkapnya sambil tersenyum.

"Mereka yang mendapatkan "P" atau upeti atau uang koordinasi tersebutlah yang memberikan pengamanan terhadap kami sebagai penambang batubara ilegal ini, rincinya.(Tim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar