Minggu, 15 Juli 2012

PLN KELUHKAN KEKURANGAN PASOKAN BATUBARA



Media Publik - JAKARTA. - PLN. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menyindir para pengusaha tambang batubara yang lebih senang ekspor dibanding memenuhi kebutuhan pembangkit di dalam negeri.

Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengungkapkan, saat ini banyak pengusaha tambang yang tidak konsisten dalam pemenuhan kebutuhan batubara di dalam negeri. Tidak heran jika banyak pembangkit yang kekurangan pasokan.

“Banyak masalah yang kita hadapi saat ini di proyek power plant karena terjadinya perselingkuhan yang dilakukan pemilik tambang, sehingga pasokan batubara ke pembangkit listrik berkurang,” kata Nur di Jakarta, pagi tadi (15/7).

Menurut dia, tidak konsistennya para pemilik tambang itu dikarenakan harga batubara untuk ekspor lebih mahal dibanding harga jual ke domestik. Kondisi ini membuat para pemilik tambang mengurangi pasokannya untuk pembangkit secara diam-diam.

Padahal, kata Nur, PLN dengan para pemilik tambang sudah meneken kontrak pemenuhan pasokan. “Namun godaan harga yang lebih tinggi ini membuat pemilik tambang sering ingkar janji,” curhatnya.

Nur dalam satu kesempatan juga mengusulkan agar pemerintah mengeluarkan aturan penjualan batubara domestik (Domestic Market Obligation/DMO) jangka panjang untuk mengamankan pasokan batubara domestik. “Jangan sampai tambang-tambang batubara habis diekspor,” katanya.

Dia beranggapan, DMO jangka panjang antara 5-10 tahun lebih penting dibanding tahunan yang dikeluarkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Bagi PLN, DMO jangka panjang itu untuk menjamin komitmen perusahaan guna menaikkan porsi energi batubara yang saat ini baru 50 persen dan akan meningkat menjadi 65 persen pada 2020.

Berdasarkan Data Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2011-2020, PLN menargetkan penggunaan BBM pada 2020 hanya 0,71 persen atau hanya 0,67 juta kiloliter (KL), turun drastis dari pemakaian BBM pada 2011 sebesar 21,12 persen atau 9,06 juta KL.

Sedangkan penggunaan batubara PLN pada 2020 naik tajam menjadi 64 persen atau 125,76 juta kl. Padahal, penggunaan batubara PLN pada 2011 hanya 41,8 juta ton atau 50 persen dari komposisi produksi listrik per bahan bakar. Sedangkan kebutuhan batubara 2012 sebesar 43 juta ton. Kebutuhan untuk 2014 juga diprediksi naik menjadi 90 juta ton menyusul beroperasinya proyek 10.000 mega watt (MW) tahap pertama.

Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldy justru mengkritik sikap PLN. Menurutnya, perusahaan pelat merah itu lebih banyak mengeluh dibanding kerjanya.

Dulu, kata Bobby, PLN pernah mengeluh soal minimnya pasokan gas untuk pembangkitnya. Namun, saat permintaan itu dipenuhi, PLN malah tidak mengambilnya. “Dulu minta banyak gas, pas sudah ada nggak diambil,” sindir Bobby.

Hal yang sama juga untuk batubara. Sekarang PLN mengeluh soal pasokan batubara yang minim karena lebih banyak diekspor mengingat harganya lebih tinggi. Padahal, kalau disamakan juga harganya masih jauh lebih rendah dari harga BBM dan gas.

“PLN yang daya serapnya rendah. Dengan berbagai alasan teknis, PLN tetap lebih nyaman pakai BBM,” cetusnya.

Menurut politisi Partai Golkar itu, yang diperlukan saat ini adalah koordinasi dari pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri. Apalagi sudah ada kebijakan DMO, lalu kenapa belum dieksekusi oleh pemerintah.

“Hingga kini belum jelas siapa yang mengumpulkan batubara dari kebijakan DMO tersebut dan di mana tempat mengumpulkannya, serta siapa yang mengangkutnya,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Nasional (Aspebindo) Ferry J. Juliantono mengatakan, penyerapan batubara dalam negeri masih 30 persen dari total produksi. “Daya serap PLN juga masih rendah. Kalau tidak diekspor kelebihannya mau buat apa,” katanya.

Ferry juga menolak penerapan bea keluar ekspor batubara karena akan berdampak pada kinerja perusahaan dan penerimaan negara. Apalagi kondisi ekonomi global sedang lesu sehingga harga juga turun. (TIM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar