Kamis, 23 Juli 2015

MENJELANG PENDAFTARAN CALON KEPALA DAERAH KE KPU, PARPOL NYATAKAN TOLAK MAHAR



MEDIA PUBLIK - JAKARTA. Tiga hari lagi, pendaftaran calon kepala daerah yang hendak mengikuti pilkada serentak pada 9 Desember 2015 dibuka.

Ada partai politik dan kandidat kepala daerah yang terang-terangan menolak keras mahar politik. Partai tersebut lebih mengutamakan kader partai maju sebagai calon kepala daerah.

Partai Nasdem, misalnya, salah satu partai yang pertama kali menegaskan menolak mahar politik untuk kandidat kepala daerah.

Beberapa partai pun menyusul mengumandangkan hal yang sama. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKB, Abdul Kadir Karding mengumumkan partainya menolak pemberian uang mahar.

"Kalau soal uang mahar, kan dengan tegas dilarang dalam UU Pilkada. Sanksinya sangat tegas," katanya di Jakarta, Kamis (23/7).

Partai Amanat Nasional (PAN) juga melakukan hal senada. Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan menyebutkan uang mahar merupakan sesuatu yang haram. "Enggak pakai mahar, haram," katanya.

Dia menyatakan, partainya memiliki sejumlah kriteria saat mengusung calon kepala daerah. "Untuk calonnya yang penting memiliki wawasan kebangsaan. Tidak harus kader partai," ujar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI itu.

Penolakan uang mahar juga dikemukakan Sekjen Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Didi Supriyanto. "Kita tidak terima yang mahar. Karena intinya partai ini bukan jualan," katanya.

Bagaimana dengan Partai Demokrat, PDIP, Partai Golkar dan beberapa partai lainnya?

Wakil Ketua Umum DPP PD terpilih, Syarief Hasan menegaskan bahwa Partai Demokrat (PD) tidak akan memungut uang mahar terkait pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahap pertama 9 Desember 2015.

Dengan demikian, calon kepala daerah yang bakal diusung PD tidak perlu menyiapkan sejumlah uang untuk PD.

"Di Demokrat tidak diperbolehkan ada yang mahar saat pilkada nanti," katanya.

Dia menegaskan, partainya tentu akan mengimbau pengurus di daerah agar tidak memungut uang mahar. "Satu sen pun tidak boleh. Kita gariskan begitu," tegasnya.

PDIP juga senada menolak uang mahar. PDIP berkomitmen untuk menyeleksi calon yang diusung dengan ketat.

"Bagi PDIP yang terpenting kami dapat menyeleksi calon kepala daerah yang sesuai dan juga bisa memenuhi harapan masyarakat ke depannya," kata Wakil Sekjen DPP PDIP Eriko Sotarduga.

Sekretaris Jenderal Partai Golkar versi Munas Bali, Idrus Marham mengatakan tidak ada mahar atau uang setoran dari calon kepala daerah yang akan diusung partainya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang digelar beberapa bulan lagi.

Calon kepala daerah diusung berdasarkan penilaian objektif dari Partai.

‎"Arahan Ketua Umum Aburizal Bakrie, siapapun yang minta uang, laporkan kepada DPP dan kita akan kasih tindakkan.Tidak ada uang setoran-setoran. Mahar-maharan," ujar Idrus.


Mudah Dibuktikan
Benarkah partai-partai tersebut tidak menerima mahar politik? “Ini pertanyaan yang bagus,” kata peneliti senior Formappi, Lusius Karus di Jakarta, Kamis (23/7).

Dikatakan, untuk membuktikan ada tidaknya mahar atau pernah diminta mahar atau tidak oleh partai politik itu gampang-gampang susah.

Gampangnya, karena kandidat yang kalah akan bernyanyi. “Lagi pula para kandidat itu kan ada tim suksesnya. Banyak juga wartawan yang menjadi tim sukses. Dari NTT misalnya, ada beberapa tim sukses yang sudah mulai buka-bukaan. Dan dari mereka kami bisa mendapatkan informasi,” katanya.

Lusius lebih jauh mengatakan, pemberi dan penerima mahar politik bisa dikategorikan melanggar undang-undang (UU).

Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur pemilihan kepala daerah (pilkada), kata dia, dengan tegas melarang adanya uang mahar.

Parpol yang terbukti menerima uang mahar akan dikenai sanksi. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 47 UU Pilkada.

Lusius menyebut ada tiga bentuk sanksi untuk partai penerima mahar dan kandidat pemberi mahar politik.

Pertama, jika terbukti dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka parpol yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama.

Kedua, terkait pembayaran mahar atau imbalan tersebut, KPU dapat membatalkan penetapan calon kepala daerah.

Ketiga, parpol atau gabungan parpol yang terbukti menerima imbalan atau mahar akan dikenakan denda sebesar 10 (sepuluh) kali lipat dari nilai imbalan yang diterima.

Sementara itu, sumber SP di Jakarta, Kamis, mengatakan, parpol sepertinya tidak peduli dengan larangan UU tersebut. Ada partai yang tetap meminta mahar kepada kandidat.

“Jangankan meminta mahar kepada kandidat bukan kader, kepada kader partai sendiri saja mereka meminta mahar yang tinggi. Ada partai yang meminta mahar hingga Rp 300 juta kepada kadernya,” katanya.

Sumber itu mengatakan, ada partai yang bermain dua kaki. Kepada kadernya dia menjanjikan dukungan dengan mahar sekian, tetapi surat keputusan (SK) partai diberikan kepada non-kader, hanya karena membayar mahar tinggi.

“Kita akan pantau dan menguji kosistensi partai politik, apakah mereka masih meminta mahar atau tidak,” tutup Lusius. [L-8]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar