MEDIA PUBLIK – MARTAPURA. Anggota DPRD merupakan sebuah jabatan yang terhormat dan merupakan seorang panutan masyarakat, namun sebaliknya terjadi di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan anggota DPRD Banjar Muaddin dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) melakukan perbuatan premanisme terhadap seorang masyarakat pemilihnya sendiri, Rabu, 7 September 2011.
Pantauan wartawan Media Publik ini, bahwa sudah berlangsung beberapa kali sidang di pengadilan Martapura dengan menghadirkan beberapa orang saksi, yaitu 3 (tiga) orang saksi kunci dipanggil atas dasar kesaksiannya melihat langsung kejadian penganiayaan dan 3 (tiga) orang saksi yang meringankan yang dihadirkan oleh terdakwa dan hari ini Rabu (7/3) hakim sudah putuskan 1,5 bulan (satu bulan setengah) penjara, pelaku langsung lakukan langkah banding.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Martapura Barnet Purba, menuturkan bahwa tuntutan yang saya bacakan Rabu (29/2) terhadap terdakwa Muaddin hanya 2 (dua) bulan penjara dipotong seperlima dari tahanan kota yang dijalaninya, “Saya hanya membacakan keputusan tersebut yang hasil pertimbangan dari Kejagung”, kata Jaksa JPU Kejari Martapura.
Disinggung keputusan tersebut terlalu ringan dari yang diharapkan masyarakat, Barnet menjelaskan bahwa, tuntutan itu saya rasa sudah maksimal kami sampaikan, karena sipelaku selama menjalani persidangan terkesan baik-baik saja dan menyesali perbuatan yang telah dilakukannya itu, ungkap Barnet.
Abdul Malik yang merupakan korban penganiayaan menututurkan bahwa dia merasa sangat tidak adil kalau ternyata si pelaku hanya divonis 1,5 (satu setengah) bulan penjara pada sidang Rabu, (7/3) kemaren dan saya rasa itu tidak akan membuat jera sipelaku itu sendiri, akan tetapi Alhamdulillah hakim tidak membebaskannya dan mudah-mudahan vonis ini sudah baku tidak berubah lagi walaupun si pelaku melakukan langkah banding ke pengadilan tinggi Banjarmasin” ujarnya.
"Bukannya saya dendam dengan pelaku, saya hanya mengharapkan pelajaran yang berarti dalam hidupnya bahwa dalam bermasyarakat jangan asal pukul terhadap orang lain, sejujurnya secara ke islaman agama yang saya anut, saya mengampuni pelaku, akan tetapi saya berharap hukum negara tetap di laksanakan sebagai bentuk pradilan berbangsa dan bernegara", kata ustazd Malik.
"Jujur saya katakan menoleh ke sidang yang terdahulu, saya sebagaimana seorang Muslim, bahwa yang di katakan oleh saksi meringankan yang di hadirkan oleh terdakwa itu adalah pernyataan bohong (fitnah) dan mengada-ngada, sangat tidak sesuai dengan fakta kenyataan yang sebenarnya dan saksi tersebutpun ketika kejadian perkara tidak berada di TKP, ungkap Abdul Malik seraya menutup pembicaraannya.
Senada dengan Rony Herta Dinata SH Direktur Eksekutif Bantuan Hukum Rony Herta Dinata, SH dan Patner Dan Lembaga Pemantau Hukum Indonesia (BANTUAN HUKUM R & P DAN LPHI) Kalimantan Selatan mengungkapkan bahwa seharusnya JPU memberikan tuntutan minimal 3 (tiga) bulan penjara, agar sipelaku benar-benar merasakan epek jera dari tuntutan yang disampaikan, akan tetapi ya syukurlah hakim sudah mengambil sikap vonis penjara 1,5 (satu setengah bulan penjara) kepada pelaku, katanya.
Saya hanya khawatir vonis 1,5 (satu setengah) bulan itu diketika penyampaian banding yang pelaku nantinya hakim memutuskan hanya 1 (satu) bulan penjara saja apalagi sampai membuat pelaku bebas, nah hal inikan membuahkan hasil yang sangat tidak sepadan dengan kasus yang telah telah terjadi, cetus Rony yang juga seorang pengacara muda ini.
Lanjut Rony Herta Dinata mengungkapkan, “Memang kalau kita melihat dari kasus yang terjadi ini hanya kasus penganiayaan ringan ancaman pasal 352 KUHP, namun karena sipelakunya ini seorang anggota DPRD, apalagi berasal dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berbasis islam, yang seharusnya memberikan contoh terbaik kepada masyarakat, maka kasus ini anggapan kami menjadi besar” pungkasnya.
Sekretaris Jenderal Koalisi Lintas LSM Kalimantan Selatan, Aspihani Ideris MH angkat bicara ketika dihubungi media ini via telepon, menuturkan dalam kesempatannya juga sangat menyayangkan seorang Anggota Dewan yang terhormat bisa berbuat keji sedemikian dan sangat tidak pantas dilakukan seorang Aggota DPRD Banjar,” ujarnya.
Lanjut Aspihani Ideris yang juga seorang mantan anggota DPRD Banjar dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini menuturkan bahwa seharusnya seorang anggota Dewan itu memberikan contoh tauladan yang baik terhadap masyarakat, bukannya berbuat dan bertindak prilaku premanisme seperti itu, hal demikian sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang yang terhormat, ujar Aspihani.
"Saya sangat heran hanya karena masalah bisnis tentang pemasangan listrik bisa berbuntut pemukulan, kan anggota dewan itu sudah memiliki gaji yang lebih dari cukup, masa masih saja melakoni pekerjaan lainnya lagi, aturan dewankan sudah sangat jelas bahwa anggota dewan dilarang menggandakan usaha diluar kedinasannya sebagai wakil rakyat", ujar Aspihani Ideris yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM Kalimantan.
Aktivis yang gencar mengkriteki kebijakan pemerintah dan swasta ini mengungkapkan bahwa katanya kalau kita melihat dari kacamata hukum perbuatan yang telah dilakukan oleh Muaddin ini hanya tindak pidana ringan biasa saja dan bisa diselesaikan dengan mediasi dengan menjunjung tinggi eteka kekeluargaan, akan tetapi kita melihat pelakunya seorang anggota Dewan, seorang yang seharusnya memberikan contoh yang baik, dari sinilah saya menilai bahwa kasus ini merupakan salah satu kasus besar,” tegas Aspihani Ideris.
“Nah dari inilah tegas Aspihani Ideris perlunya penanganan dengan serius kasus ini dan merupakan sebuah pembelajaran penegak hukum di Martapura khususnya agar para penagak hukum jangan sampai terkesan tebang pilih, jikalau penegak hukum bisa memenjarakan Muaddin dengan maksimal untuk membuat sipelaku benar-benar jera, maka ini sebuah pencitraan bagi penegak hukum itu sendiri, tuturnya seraya menutup pembicaraan. (Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar