Minggu, 11 April 2010

Advokat atau Pengacara dalam Sistem Penegakan Hukum




Perubahan terhadap UUD 1945 (1999-2002) yang membawa perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, baik dalam pelembagaan kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudisial (kekuasaan kehakiman). Akibat dari perubahan pengaturan kekuasaan kehakiman dalam UUD 1945, maka telah dikeluarkan beberapa undang-undang yang terkait dengan kekuasaan kehakiman. salah satunya adalah diundangkannya UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.

Kekuasaan kehakiman berfungsi sebagai lembaga pengontrol terhadap pelaksanaan hukum dalam negara hukum. Sedemikian pentingnya lembaga kontrol terhadap berlakunya hukum ini, sehingga mutlak diperlukan suatu lembaga kekuasaan kehakiman yang tidak hanya sekedar ada, memiliki fasilitas yang diperlukan, mampu menyelesaikan perkara yang muncul, namun lebih dari itu juga harus bersyaratkan sebuah predikat yang bersih dan berwibawa dalam rangka untuk mewujudkan penegakan hukum dan keadilan. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah profesi advokat.

Advokat atau Pengacara adalah merupakan profesi yang terhormat (officium nobille), selain sebagai profesi terhormat Advokat juga sebagai aparat penegak hukum dimana kedudukannya sejajar dengan aparat penegak hukum lainnya seperti jaksa, polisi, dan hakim dalam menjunjung tinggi supremasi hukum, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai dan saling mengoreksi antara teman sejawat dan juga antara penegak hukum lainnya.

Profesi Advokat atau Pengacara diperlukan dalam hubungannya dengan proses penegakan hukum, termasuk ikut andil dalam menjamin hak seseorang yang perlu diperhatikan dan agar tidak diabaikan atau menegakkan asas hukum praduga tak bersalah (Presumption of Innocence)”, sehingga seseorang yang dituntut pidana, digugat secara perdata dan digugat di peradilan tata usaha negara berhak dan dapat didampingi Advokat atau Pengacara agar kepentingannya dapat dibela secara yuridis dengan memperhatikan hak–hak asasinya.

Advokat dalam sistem kekuasaan yudikatif ditempatkan untuk menjaga dan mewakili kepentingan masyarakat. Sedangkan hakim, jaksa, dan polisi ditempatkan untuk mewakili kepentingan negara. Pada posisi seperti ini kedudukan,fungsi dan peran advokat sangat penting, terutama di dalam menjaga keseimbangan diantara kepentingan negara dan masyarakat.

Ada dua fungsi advokat terhadap keadilan yang perlu mendapat perhatian yaitu pertama, Mewakili klien untuk menegakkan keadilan, dan peran advokat penting bagi klien yang diwakilinya, kedua, membantu klien, seseorang advokat mempertahankan legitimasi sistem peradilan dan fungsi advokat. Selain kedua fungsi advokat tersebut yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana advokat dapat memberikan pencerahan di bidang hukum di masyarakat, pencerahan tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan hukum, sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan, konsultasi hukum kepada masyarakat baik melalui media cetak, elektronik maupun secara langsung.

Secara sosiologis keberadaan Advokat atau Pengacara di tengah-tengah masyarakat seperti buah simalakama. Fakta yang tidak terbantahkan bahwa keberadaan advokat sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tersandung perkara hukum, tetapi ada juga sebagian masyarakat menilai bahwa keberadaan advokat dalam sistem penegakan hukum tidak diperlukan, penilaian negatif ini tidak terlepas dari sepak terjang dari advokat sendiri yang kadangkala dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum tidak sesuai dengan harapan, dan paling sangat disayangkan sebagian kecil advokat menjadi bagian dari mafia peradilan. Tidaklah mengherankan jika ada sebagian masyarakat menyebutkan bahwa profesi advokat merupakan profesi “sampah” bukan merupkan profesi yang mulia (officium nobille).

Untuk itu diperlukan adanya pemahaman kepada masyarakat bahwa profesi Advokat atau Pengacara bukan merupakan profesi “sampah” tetapi merupakan profesi yang mulia, jika ada sebagian kecil Advokat atau Pengacara melakukan penyimpangan dalam menjalan profesinya maka hal itu bukanlah profesi advokat/pengacara tetapi hanyalah “oknum”, dan hal yang terkait dengan penyimpangan tersebut, maka bukan hanya profesi advokat/pengacara saja yang terjadi penyimpangan tetapi juga menimpa kepada semua profesi yang lain.

Untuk menunjang eksistensi Advokat atau Pengacara dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem penegakan hukum, maka diperlukan kewenangan yang harus diberikan kepada advokat/pengacara. Kewenangan advokat tersebut diperlukan dalam rangka menghindari tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang lain (KPK, Hakim, Jaksa, Polisi) dan juga dapat memberikan batasan kewenangan yang jelas terhadap advokat/pengacara dalam menjalankan profesinya.

Dalam praktek seringkali keberadaan advokat dalam menjalankan profesinya seringkali dinigasikan (diabaikan) oleh aparat penegak hukum, hal ini dikarenakan kedudukan advokat/pengacara “tidak sejajar” dengan aparat penegak hukum yang lain. Disisi lain aparat penegak hukum hakim,jaksa, polisi dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum diberikan kewenangan tetapi advokat/pengacara dalam menjalankan profesinya tidak diberikan kewenangan.

Melihat kenyataan tersebut maka diperlukan pemberian kewenangan kepada advokat. Kewenangan tersebut diperlukan selain untuk menciptakan kesejajaran diantara aparat penegak hukum juga untuk menghindari adanya multi tafsir diantara aparat penegak hukum yang lain dan kalangan advokat/pengacara itu sendiri terkait dengan kewenangan.

Sementara UU No. 18 tahun 2003 tentang advokat tidak mengatur tentang kewenangan advokat didalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai aparat penegak hukum. Dengan demikian maka terjadi kekosongan norma hukum terkait dengan kewenangan advokat tersebut. Perlu diketahui bahwa profesi advokat adalah merupakan organ negara yang menjalankan fungsi negara. Dengan demikian maka profesi advokat sama dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman sebagai organ negara yang menjalankan fungsi negara. Bedanya adalah kalau advokat adalah lembaga privat yang berfungisi publik sedangkan KPK, Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman adalah lembaga publik.

Jika Advokat atau Pengacara dalam menjalankan fungsi dan tugasnya diberikan kewenangan dalam statusnya sebagai aparat penegak hukum maka kedudukannya sejajar dengan aparat penegak hukum yang lain. Dengan kesejajaran tersebut akan tercipta keseimbangan dalam rangka menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih baik.

*Aspihani Ideris Mahasiswa Universitas Islam Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar