Jumat, 10 April 2015

KPK TANGKAP ANGGOTA DPR RI DARI FRAKSI PDIP


MEDIA PUBLIK – BALI. Ketua DPR RI Setya Novanto menyerahkan proses hukum terhadap anggota Komisi IV DPR Adriansyah yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Operasi Tangkap Tangan di Swiss-Bell Hotel, Sanur, Bali, Kamis (9/4) malam sekitar pukul 20.00 WIB. Diketahui Adriansyah merupakan seorang balon Gubernur Kalimantan Selatan terkuat saat ini.

"Saya baru tahu dari media bahwa ada Operasi Tangkap Tangan oleh KPK di Bali terhadap anggota Komisi IV Adriansyah. Ini masalah hukum dan kami serahkan pada supremasi hukum," kata Setya di Gedung Nusantara III, Jakarta, Jumat. (10/4)

Dia mengatakan DPR RI mendukung langkah hukum yang dijalankan KPK namun asas praduga tidak bersalah harus tetap diperhatikan.

Menurut dia, DPR RI memiliki mekanisme dalam menindak apabila ada legislator yang tersangkut masalah hukum yaitu di Mahkamah Kehormatan Dewan.

"Sebelum ada putusan tetap, kami tidak bisa melakukan apa-apa sehingga diserahkan pada mekanisme di DPR RI dalam hal ini MKD," ujarnya.

Dia menilai kasus OTT itu menjadi keprihatikan bagi institusi DPR RI sehingga diharapkan para legislator lain tidak melakukan tindak pidana korupsi dan suap.

Menurut dia, semua legislator harus berhati-hati dalam melakukan tindakan sehingga tidak terlibat hal-hal yang berkaitan dengan kasus pidana korupsi dan suap.

"Kami harapkan semoga tidak ada terjadi seperti ini dan diharapkan anggota DPR RI hati-hati agar tidak terlibat kasus suap dan korupsi," katanya.

Sebelumnya Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap beberapa orang di Bali pada Kamis (9/4).

Mantan Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo berdasarkan informasi yang diperolehnya mengatakan kader yang ditangkap KPK dalam OTT tersebut adalah Adriansyah, mantan Bupati Tanah Laut, Kalimantan Selatan, selama dua periode.

"Info yang saya dapat Adriansyah, mantan bupati Tanah Laut di Kalsel selama dua periode yaitu 2003-2008 dan 2008-2013, mantan ketua DPD PDIP Kalsel, dan sekarang anggota DPR RI Komisi IV, kasus bansos," ujarnya.

Tjahjo mengatakan PDI Perjuangan akan menjatuhkan sanksi bagi kader tersebut apabila terbukti bersalah atas kasus tindak pidana korupsi dan suap.

Plt Pimpinan KPK Johan Budi membenarkan bahwa KPK telah menangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap seorang anggota DPR RI dengan barang bukti sejumlah uang dollar Singapura, di Sanur, Bali. Dia ditangkap saat melakukan transaksi suap dengan nilai ratusan juta rupiah.

Dari keterangan yang diperoleh, anggota DPR RI yang ditangkap KPK adalah anggota Komisi IV DPR RI bernama H Adriansyah, kader PDIP dari Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan II.

Adriansyah ditangkap KPK di Swiss-Bell Hotel, Sanur, Bali, Kamis (9/4) sekitar pukul 20.00 WIB. Anggota Komisi IV DPR ini membidangi pertanian, kehutanan, dan pangan.

Kader PDIP ini merupakan kader yang baru menjadi anggota DPR periode 2014-2019 atau baru masuk enam bulan menjabat sebagai anggota DPR RI. Mengenai kasus yang menjerat Adriansyah, adalah diduga kasus penerbitan kuasa pertambangan.

Kalimantan Selatan dikenal memiliki area tambang yang luas, terutama batu bara. Dalam situs dpr.go.id, dia tercatat sebagai direktur PD Baramarta, sebuah perusahaan tambang yang berkantor di Kompleks Pangeran Antasari, No 36, Martapura dan merupakan sebuah perusahan milik daerah kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Salah satu petinggi Persatuan LSM Kalimantan, Aspihani Ideris, sangat menyayangkan salah satu anggota DPR RI perwakilan Kalimantan Selatan tersangkut hukum dari segi suap menyuap, dan ini merupakan sebuah pencorengan terhadap banua kita. Apalagi diketahui Adriansyah merupakan seorang tokoh yang sangat dikenal di Kalimantan Selatan dan diketahui juga merupakan bakal calon Gubernur terkuat dari PDIP periode 2015-2020. Dan malahan menurut saya sangat mencoreng penangkapan Adriansyah ini disaat dan bertepatan Kongres PDI Perjuangan di Bali

Pada saat menjabat sebagai Bupati Tanah Laut, H. Adriansyah juga pernah telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan gratifikasi untuk izin pertambangan dengan H. Muhidin Walikota aktif Banjarmasin sekarang dan merupakan balon Gubernur jalur idenpenden.

"Walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka, Ardiansyah berhasil lolos ke Senayan dan duduk di Komisi IV DPR untuk periode 2014-2019 membidangi pertanian dan kehutanan," Ujar Aspihani

Setahu kami jauh sebelumnya, pada tahun 2006 Presiden RI keenam SBY pernah mempersilakan penyidik Polri untuk melakukan penyidikan terhadap Bupati Tanah Laut, Kalimantan Selatan yaitu Adriansyah ini. Namun kuat dugaan kami penyidikannya hanya jalan ditempat.

Lebih rinci Aspihani menjelaskan kepada media ini bahwa saat itu H. Adriansyah bekerjasama dengan Walikota Banjarmasin H. Muhidin aktif saat ini dalam sebuah  izin pertambangan sehingga dimenangkan oleh satu perusahaan saja. Kebetulan Muhidin adalah pemilik saham PT Binuang Jaya Mulia yang bergerak di tambang batubara.

Diketahui H. Muhidin merupakan seorang pengusaha sukses dan memiliki usaha tambang yang berada di tapal batas 6,7,8, dan 9 saat itu belum disepakati oleh kedua pimpinan wilayah. Agar izin usaha tidak keburu kadaluarsa, Muhidin melalui perantaranya memberikan uang sejumlah Rp 3 miliar tersebut kepada Adriansyah, dengan maksud agar Ardiansyahh selaku Bupati Tanah Laut menyerahkan penyelesaian batas 6,7,8 dan 9, batas antara kabupaten Tanah Bumbu dan Tanah Laut, Kepada Gubernur Kalimantan Selatan.

"Harapan kami kasus-kasus korupsi yang terjadi pada diri Adriansyah ini merupakan sebuah cambuk dan peringatan buruk, agar para tokoh-tokoh banua lainnya bisa bercermin tidak melakukan perbuatan serupa'"  ujar Sekretaris Jenderal Persatuan LSM Kalimantan ini.

1. Al Amin (PPP)
Politisi PPP ini adalah anggota DPR pertama yang ditangkap KPK. Kala itu, dia menjabat sebagai anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP). Amin ditangkap di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Rabu (9/4/2008) sekitar pukul 01.30 WIB karena diduga melakukan tindak pidana suap.

Al Amin bersama Sekda Kabupaten Bintan digulung KPK, Rabu 9 April dinihari. Mereka tertangkap tangan sedang melakukan praktek suap. Dari kejadian itu, KPK berhasil menyita uang tunai Rp 71 juta.

Dalam perkembangannya, kasus ini heboh karena dibumbui wanita. Bahkan masalah tersebut jadi perhatian hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, meski dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Al Amin akhirnya divonis 8 tahun penjara dalam putusan akhirnya. Dia juga diminta mengembalikan uang negara sebesar Rp 2,3 milyar.

2. Bulyan Royan (PBR)
Bulyan Royan ditangkap KPK saat duduk sebagai anggota Fraksi Partai Bintang Reformasi DPR RI. Dia dibekuk di Plaza Senayan, Jakarta. Dia tertangkap tangan pada pukul 17.30 WIB, 1/8/2008.

Anggota Dewan dari daerah pemilihan Riau itu menerima suap US$ 60 ribu dan 10 ribu euro. Suap itu terkait dengan pengadaan kapal patroli di Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan. Di tingkat pertama, dia divonis 6 tahun penjara.


3. Abdul Hadi Jamal (PAN)
Abdul Hadi Jamal ditangkap bersama pejabat Departemen Perhubungan, Darmawati Dareho. Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang 90.000 dollar AS dan Rp 54 juta. Penangkapan keduanya diduga terkait proyek dermaga dan bandara di wilayah timur Indonesia Di pengadilan Tipikor, Abdul Hadi Jamal divonis tiga tahun penjara.

4. Chairun Nisa (Partai Golkar)
Chairun Nisa menjabat sebagai anggota Fraksi Golkar saat ditangkap. Dia adalah perantara suap Akil Mochtar dari Bupati Gunung Mas Hambit Bintih ke Akil Mochtar. Suap diberikan untuk pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas yang tengah bergulir di MK. Nisa ditangkap saat sedang berada di rumah Akil pengusaha Cornelis Nalau Antun. Dari penangkapan, disita duit Rp 3 miliar.

Sebagai imbalan atas jasa Nisa sebagai perantara, Hambit memberikan duit Rp 75 juta kepada mantan anggota DPR dari fraksi Golkar itu. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jaksel, Kamis 27 Maret 2014 menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara kepada Chairun Nisa. Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut 7,5 tahun penjara.

5. Luthfi Hasan (PKS)
Penangkapan politikus PKS Luthfi Hasan berbeda dengan kasus lainnya. Dia dijemput KPK saat berada di gedung DPP PKS. Penangkapan terhadap Luthfi dilakukan sehari setelah rekannya, Ahmad Fathanah, ditangkap di Hotel Le Meridien bersama seorang wanita.


Luthfi dinyatakan bersalah menerima suap dari PT Indoguna Utama lewat Fathanah. Di tingkat pertama, hakim menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1,3 miliar karena terbukti melakukan penerimaan suap terkait pengaturan kuota impor daging di Kementan pada 2013. Durasi hukuman 16 tahun bui itu merupakan akumulasi dari pasal korupsi dan pencucian uang. Untuk korupsi, dia dihukum 10 tahun dan pencucian uang 6 tahun. Di tingkat kasasi, hukuman pria beristri tiga ini ditambah, hukuman korupsi jadi 10 tahun dan pencucian uang 8 tahun.

6. Adriansyah (PDIP)
Ini adalah kasus tangkap tangan anggota DPR terbaru di tahun 2015. Adriansyah ditangkap KPK saat berada di hotel di Sanur, Bali disaat dan bertepatan Kongres PDI Perjuangan berlangsung. Tertangkapnya Adriansyah ini beserta diamankan uang ratusan ribu dolar Singapura diduga untuk suap terkait izin usaha di Kalimantan. Politisi PDIP itu ditangkap bersama seorang kurir berinisial AK dan pengusaha berinisial AH di Jakarta.

Bupati Tanah Laut aktif sekarang, Bambang Alamsyah yang juga merupakan anak kandung sendiri dari Adriansyah ketika mau di minta tanggapannya oleh mas media ini tidak sedang berada dikantornya hingga berita ini dinaikkan. (TIM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar