MEDIA PUBLIK - PELAIHARI. Aktivitas
penambangan, terutama batu bara dan bijih besi, di Tanah Laut belum berjalan
secara baik. Ketiadaan perencanaan kegiatan penambangan dari para
pemegang izin kuasa pertambangan (KP) menjadi sebuah buktinya. Hal itu
pula yang membuat Dinas Pertambangan dan Energi Tala selama ini
kesulitan memungut besaran dana jaminan reklamasi dan dalam hal tersebut adanya kewajiban para penambang membayar dana jaminan reklamasi saat mengurus izin
KP eksploitasi.
Merujuk Perda nomor 256 a tahun 2004, besaran
dana jaminan reklamasi sebesar Rp45 juta per hektare untuk bahan galian
strategis (termasuk batu bara) dan Rp15 juta untuk bahan galian industri
(Golongan C).
"Seperti yang kita ketahui, SDM para penambang
(pemegang izin KP) di daerah kita ini kan rata-rata masih rendah. Hampir
seluruhnya tak memiliki perencanaan kegiatan penambangannya.
Implikasinya, kami sering kesulitan saat memungut dana jaminan
reklamasi," ucap Kasi Perizinan Distamben Tala Badaruddin, Rabu (12/11).
Dana
reklamasi itu sendiri patokannya berdasarkan luasan bukaan tambang.
Jika perencanaan kegiatan penambangan ada, misalnya dalam rentang waktu
dua tahun tambang yang dibuka seluas 3 hektare, lanjut Badaruddin, mudah
memungut dana jaminan reklamasi.
Lantaran ketiadaan perencanaan
penambangan, Distamben Tala akhirnya mengambil kebijakan penambang
setidaknya membayar dana jaminan reklamasi setidaknya untuk bukaan
tambang dua hektare.
Penetapan dua hektare itu bukan tanpa
perhitungan, namun didasarkan atas rata-rata kemampuan penambang
melakukan eksploitasi yakni 1-2 hektare setahun.
"Selanjutnya
per enam bulan kami melakukan evaluasi memalui pemantauan lapangan guna
melihat seberapa jauh realisasi atau bukaan tambang yang ada. Jika
misalnya bukaan tambang telah mencapai 3 hektare, maka penambang kita
minta menyetorkan tambahan dana jaminan reklamasi yakni untuk 1 ha
bukaan tambang yang belum dibayar," beber Badaruddin.
Aktivitas
penambangan, lanjutnya, menurun sejak dua tahun lalu menyusul adanya
penertiban tambang dari kawasan hutan. Sejumlah penambang menghentikan
operasionalnya karena lebih dulu harus mengurus izin pinjam pakai kepada
Menteri Kehutanan. Hingga sekarang izin pinjam pakai tersebut umumnya
belum terbit.
Data yang ada saat ini tercatat 62 izin KP yang
masih hidup atau dari sekitar 40 perusahaan pemegang izin. Namun yang
aktif (sedang melakukan eksploitasi) hanya sebagian kecil yakni 18
perusahaan.(TIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar