Jumat, 04 Juni 2010
Penambang Galian C Semakin Menggila
KAPAN LAGI KITA PEDULI TERHADAP LINGKUNGAN DISEKITAR KITA…?
Media Publik, Martapura Kalsel, 4 Juni 2010. Adanya kegiatan penambangan galian C dengan mengunakan alat berat di Desa Awang Bangkal Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan tersebut masyarakat merasa resah dan dirugikan, selain itu pula mereka sangat menyesalkan adanya pemberian ijin terhadap kuasa penambangan tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkannya, karena mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di sekitar mereka aku beberapa warga sekitar kelompok tani perikanan dan kelompok buruh muat tambang.
Mereka beranggapan kerusakan alam sekitarnya semakin parah dan dampak dari pola pengelolaan lingkungan yang salah dan eksploitasi alam yang tak bertanggung jawab yang pada akhirnya membuat kondisi alam semakin memprihatinkan. Hampir setiap tahun berbagai cerita duka akibat rusaknya lingkungan hidup mewarnai Desa Awang Bangkal dan sekitarnya, seperti limbah tambang dan lain-lain sebagainya ”ujar Tokoh Warga”
Namun ironisnya, kata Sekretaris Jendral LSM Pemerhati Lingkungan Hidup (PELIH) Ipriani S Kadri, S.AB penambang galian C semakin menggila... Permasalahan penanganan dan penegakan hukum atas perusakan lingkungan hidup itu justru sangat lemah dan terkesan mandul.
Senada dengan pernyataan Wakil Direktur Masyarakat Peduli Lingkungan (Mapel) Kastalani Ideris imbuhnya coba kita lihat kerusakan dampak kerusakan lingkungan di wilayah tambang galian C di Desa Awang bangkal Kecamatan Karang Intan tersebut sungai-sungai sudah hampir mati dengan adanya limbah yang tak terkontrol oleh pihak perusahaan ditambah maraknya elegal loging diwilayah Kec Aranio dan Karang Intan, sekarang ini Hukum Lingkungan Hidup nyaris tumpul dan tak berdaya menghadapi berbagai perkara kejahatan lingkungan disekitar kita ini. Kapan lagi kita peduli terhadap lingkungan disekitar kita...?
Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) Aspihani Ideris, angkat bicara, ”Menyadari betapa kompleks dan rumitnya upaya pengelolaan serta penegakan hukum lingkungan saat ini, pada umumnya sudah banyak gagasan ataupun advokasi yang dilontarkan. Misalnya dalam era reformasi sekarang ini harus dimulai dari perbaikan sistem hukum. Perbaikan sistem hukum ini harus disertai dengan Political Will untuk membangun sistem politik yang kondusif agar berkembang sistem hukum yang adil dan merata dalam upaya penegakan hukum”. Katanya.
”Karena penegakan hukum merupakan persyaratan utama untuk keluar dari krisis multidimensional sekarang ini”.
Ditambahkannya lagi Aspihani yang juga alumnus Magister Hukum PASCASARJANA UNISMA Malang, ”Berbicara masalah hukum lingkungan perbuatan pelaku tersebut dapat dipidana apabila akibatnya sudah muncul yaitu seperti terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan, sehingga hal tersebut bisa mengakibatkan kerugian orang perorangan, kelompok dan negara”. Katanya.
Perumusan materil ini dinilai sangat membahayakan lingkungan hidup dan dianggap bahwa instrumen hukum pidana terlalu terlambat diterapkan bila baru bergerak setelah timbul akibat yang berupa perusakan atau pencemaran lingkungan. Dalam RUU dirumuskan secara formil, yaitu merumuskan perbuatannya saja tanpa merumuskan akibatnya.
Artinya seseorang sudah dapat dipidana sepanjang perbuatannya sudah melanggar larangan yang dirumuskan tanpa harus ada akibat dari perbuatannya tersebut. Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah.
Menurut Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Fathur Rahman, Tambang yang ada di Awang Bangka harus segera di tutup karena sudah tidak sesuia lagi dengan peraturan UU No 23 Tahun 1997 dan UU Pasal 33 Ayat 3, saya berharap Pemerintah dan Menteri KLH harus menindak lanjuti perkara ini jangan sampai diam dan tutup mata. (Team)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar