Oleh : Muhammad Rafiq, S.H.I (Sekretaris Jenderal LAN Kalimantan)
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah,bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkutupaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampumengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya(menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang ataumenjadi (on becoming ), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untukmencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masihkurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, jugapengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatukeniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secaramulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidakselalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupunsosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terja didalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat.Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan,maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinyastagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku.
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah,bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkutupaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampumengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya(menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang ataumenjadi (on becoming ), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untukmencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masihkurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, jugapengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatukeniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secaramulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidakselalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupunsosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terja didalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat.Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan,maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinyastagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku.
Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya
hidup, dankesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah
pendudukyang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat,revolusi
teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan
perubahanstruktur masyarakat dari agraris ke industri.Iklim lingkungan
kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografidi televisi
dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan
obat-obatterlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam
kehidupan keluarga;dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola
perilaku atau gayahidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung
menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran
tata tertib Sekolah/Madrasah,tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu
Narkoba atau NAPZA (Narkotika,Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti:
ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan
pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak
diharapkan, karena tidak sesuaidengan sosok pribadi manusia Indonesia yang
dicita-citakan, seperti tercantum dalamtujuan pendidikan nasional (UU No. 20
Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwaterhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2)
berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan danketerampilan, (4) memiliki
kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yangmantap dan mandiri,
serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dankebangsaan. Tujuan
tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagisemua tingkat
satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannyasecara
bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang
tidak diharapkan sepertidisebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan
memfasilitasi mereka secarasistematik dan terprogram untuk mencapai standar
kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan
wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secaraproaktif dan
berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal
adalah yangmengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu
bidangadministratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan
bidangbimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang
administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan
konseling, hanya akanmenghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek
akademik, tetapi kurangmemiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek
kepribadian.Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan
bimbingan dan konseling,yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional,
remedial, klinis, dan terpusat padakonselor, kepada pendekatan yang
berorientasi perkembangan dan preventif.Pendekatan bimbingan dan konseling
perkembangan (Developmental Guidance and Counseling ), atau bimbingan
dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidanceand Counseling).
Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif
didasarkan kepadaupaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan
pengentasanmasalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai
standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini
disebut juga bimbingandan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi
kemandirian (periksa lampiran 1).
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan
kolaborasi antara konselor denganpara personal Sekolah/ Madrasah lainnya
(pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, danstaf administrasi), orang tua
konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansipemerintah/swasta
dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasidengan proses
pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upayamembantu para
konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinyasecara penuh,
baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.Atas dasar itu,
maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasahdiorientasikan
kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputias-pek
pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan
pribadikonseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual
(biologis, psikis, sosial,dan spiritual). ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar