Rabu, 16 April 2014

PRAKTIK MONEY POLITIK PEMILU DI TALA DILAPORKAN



MEDIA PUBLIK - BANJARMASIN. Pasca pelaksaan PEMILU 9 April yang baru saja dilaksanakan ternyata sangat banyak meninggalkan kesan negatif,  diantaranyanya banyak sekali prilaku curang dilakukan oleh para caleg agar bisa duduk di kursi legislative yang empuk seperti praktik money politik yang terang-terangan dan bahkan praktik menghilangkan atau mengambil suara individu dari sesama partai politik itu sendiri. Praktik kecurangan yang sangat transparan di masyarakat, khususnya perbuatan bagi-bagi uang (Money Politik) walaupun hal ini tidak bisa dipungkiri namun pelakunya tidak bisa ditangkap dan atau ditindaklanjuti dengan baik dan tuntas oleh lembaga yang berwenang dalam PEMILU, jika para petugas bertindak sebagaimana tugas yang diemban tentunya kecurangan tersebut harus ditindaklanjuti oleh PANWASLU disemua tingkat kabupaten/kota. Sangat ironis dan memalukan kinerja PANWASLU sangat jauh dari yang diharapkan, sebenarnya prilaku para caleg itu sangat mudah dilakukan penelusuran dan pembuktian, namun tekad untuk menuntaskan hal tersebut tidak terpatri dihati para petugas yang sebenarnya digaji dan diamanahkan untuk menuntaskan hal tersebut, cetus Aspihani Ideris 


Prilaku PANWASLU tersebut di atas terkuak saat aktifis Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan “LEKEM Kalimantan” mendapat informasi dan langsung melakukan investigasi kelapangan pada tanggal 14 April 2014 ternyata adanya salah satu caleg dari salah satu partai  kontestan Pemilu di Kabupaten Tanah Laut dari PKS melakukan kecurangan dengan membagi-bagikan uang kepada pemilih, dan caleg tersebut mendapatkan hasilnya dengan meraih suara terbanyak. Mendapatkan informasi tersebut, 3 orang anggota Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan “LEKEM Kalimantan” (Ahmad Yani, M. Noor dan Fahmi Anshari).  “Kami delegasikan untuk menindaklanjuti dan melaporkannya ke PANWASLU TALA, hasilnya mereka mendapatkan beberapa bukti diantaranya dua kwitansi senilai 3juta rupiah dan kwitansi senilai 6juta rupiah sebagai bentuk uang jasa pencoblosan caleg dari PKS”. Ujar Aspihani Ideris.


Dijelaskannya juga bahwa terdapat didalam Pasal 85 butir ayat (4) menegaskan tentang Pelanggaran terhadap larangan ketentuan  pada ayat (1) hurup c, huruf g, huruf I dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu. Tegasnya jika ternyata ada salah satu kontestan Pemilu melakukan pelanggaran sebagaimana terdapat dalam UU No.8 Tahun 2012 ini, maka harus ada sanksi hukumnya, selain itupula ditegaskan dalam Pasal 88 mengenai sanksi atas pelanggaran larangan Kampanye Pemilu disebutkan bahwa dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas adanya pelanggaran kampanye Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 86 ayat (1)  dan ayat (2)  oleh pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu, maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota harus menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur dalam UU No.8 Tahun 2012 tersebut, yaitu berupa pembatalan dari calon tetap atau pembatalan sebagai calon terpilih, dan sepatutnyapun suara yang telah didapat dari caleg yang melakukan pelanggaran tersebut batal atau tidak berlaku, urai Direktur Eksekutif LEKEM Kalimantan.


Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan “LEKEM Kalimantan” Aspihani Ideris, S.AP, SH, MH ini menegaskan bahwa tindakan money politik atau kecurangan lainnya yang diduga dilakukan oleh kontestan Pemilu 2014 dari partai PKS Dapil Pelaihari 1 ini jelas-jelas sudah melanggar ketentuan UU Pemilu No.8 Tahun 2012, dimana ditegaskan dalam Pasal 86 butir ayat (1) bahwa “Pelaksana, peserta dan petugas Kampanye Pemilu dilarang, menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu,” kata Alumnus Magister Hukum UNISMA Malang ini. 


Senada dengan petinggi LEKEM Kalimantan lainnya Ahmad Yani menuturkan bahwa pelanggaran yang kami dapat adalah adanya salah satu caleg dari PKS Dapil Pelaihari 1 telah melakukan money politik dan bukti dokumen dan para saksi telah kami dapatkan dalam waktu 4 hari sejak usai pencoblosan, maka pada Tanggal 20 April 2014 kami datang ke PANWASLU untuk melaporkan adanya dugaan money politik tersebut  dan pada tanggal 21 April 2014 para saksi kami datangkan kembali ke PANWASLU untuk memberikan keterangan kesaksiannya. Tegas Yani. 


"Pada tanggal 25 April 2014 dengan perjuangan yang gigih kami lakukan lanjut Ahmad Yani, PANWASLU menyerahkan hasil kajiannya kepada kami, dan setelah kami pelajari ternyata PANWASLU TALA tidak PAHAM hukum, begitu pula dengan admistrasi dokumen yang disertakannya."


Secara Administratif surat undangan ke Sentra GAKKUMDU (Sentra Penegakkan Hukum Terpadu) tertanggal 08 April 2014 guna membahas laporan pelapor dan hasilnya pun juga tidak sesuai, baik dari segi isi maupun penandatangan isi rekomendasi, yaitu hanya ditandatangani Divisi Penanganan Pelanggaran tanpa menyertakan anggota GAKKUMDU yang terdiri dari kepolisian dan kejaksaan, kata Yani. 


Lebih lanjut Ahmad Yani menjelaskan bahwa isi dari Kajian GAKKUMDU jika laporan dari pelapor adalah “tidak memenuhi tenggang waktu, yakni paling lama tujuh hari sejak kejadian diketahui”. Amar putusan dari hasil kajian PANWASLU yang juga menyertakan GAKKUMDU sangatlah mencoreng dan mengangkangi rasa keadilan serta SUPREMASI HUKUM itu sendiri yang jelas tertuang dalam  UU No. 15 Tahun 2001 tentang Penyelenggaan PEMILU, UU No. 8 tahun 2012 tentang PEMILU Anggota DPR, DPD dan DPRD serta PKPU No. 15 tahun 2013 tentang Perubahan atas PKPU No. 01 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.


Khusus mengenai isi rekomendasi PANWASLU yang menyatakan jika laporan pelapor adalah “tidak dapat direkomendasikan ke penyidik karena laporan sudah melewati batas waktu (laporan kadaluarsa)“ merupakan dictum yang sangat lucu dan terkesan tidak paham hukum, padahal dalam pembahahasan tersebut menyertakan pihak kepolisian dan kejaksaan. UU No. 8 Tahun 2012 sudah sangat jelas mengatur sanksi pidana yang berhubungan dengan prilaku curang tersebut, apalagi dasar hukum yang menjadi alasan penolakan tersebut dengan mengacu pada Per-Bawaslu No. 3 Tahun 2013 Pasal 7 yang berbunyi “laporan harus disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditemukan atau diketahui” adanya dugaan pelanggaran PEMILU tersebut. Para aktifis menemukan informasi pada tanggal 14 April dan selanjutnya ditindaklanjuti guna mendapatkan bukti dan para saksi, setelah data terkumpul pada tanggal 20 April dilakukan pelaporan dan 21 April para saksi dimintai keterangan dengan menyatakan kebenaran perkara yang dilaporkan. Ujar Ahmad Yani.


Badrul Ain Sanusi Al Afif, MS, MH juga angkat bicara dalam hal maraknya money politik ini, “Memperhatikan hal tersebut, PEMILU 2014 yang terindikasi kuat diwarnai banyak kecurangan, khususnya Money Politik di wilayah Kalimantan Selatan maka dalam hal ini kami meminta dan mendesak dengan TEGAS kepada aparat yang berwenang untuk kembali ke jati diri sebagai aparat pelaksana penegak hukum dengan melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan untuk menindaktegas semua pelaku kecurangan tanpa terbuai dengan “Money Politik” dari para kontestan PEMILU.” Katanya.


Direktur Persatuan LSM Kalimantan ini menjelaskan Khususnya PANWASLU KAB. TALA, termasuk pihak-pihak yang tergabung dalam Sentra GAKKUMDU TALA, agar meninjau ulang hasil KAJIAN TEMUAN yang bernomor : 03/LP/PANWAS-TALA/I/2014 yang kami anggap telah cacat hukum dan ketidakpatutan dalam mempelajari hukum, tegasnya PANWASLU TIDAK PAHAM HUKUM. Pungkas Badrul.


Untuk itu pula, tegas Badrul Ain, kami dari Persatuan LSM Kalimantan akan segera melanjutkan perkara ini ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk keseriusan kami menuntaskan perkara KECURANGAN PEMILU guna memberi pelajaran dan efek jera terhadap para pejabat yang diberikan wewenang melaksanakan tugasnya agar ke depan lebih baik dan tidak tergoda dengan perilaku curang yang dilakukan oleh para kontestan PEMILU, khususnya para caleg-caleg curang yang terlibat di dalamnya. (TIM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar