Jumat, 01 Mei 2009

RISUH DISKUSI MULTIPIHAK TINDAKLANJUT PERBAIKAN JALAN


MEDIA PUBLIK - BANDA ACEH. Diskusi multipihak mengenai tindaklanjut peningkatan jalan Keude Trumon-Buluseuma di Kantor Gubernur Aceh, Jumat (1/5) panas. Masyarakat yang diwakili Solidaritas Pemuda Aceh Selatan (SPAS) minta Pemerintah Aceh melanjutkan program untuk membebaskan keterisoliran tersebut meski diprotes oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Memanasnya diskusi bahkan sempat ricuh dipicu karena berbelit-belitnya pihak Walhi Aceh memberi pernyataan sikap terhadap pencabutan surat laporan mereka ke Mabes Polri. Surat itu melaporkan Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban melanggar UU Nomor 26/2007 jo PP Nomor 20/2008 tentang Penataan Tata Ruang Nasional dan UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam karena memberi izin pembangunan jalan tersebut lewat surat Nomor: S.96/Menhut-IV/2009. Diskusi dipimpin Gubernur Aceh diwakili Kepala Biro Administrasi Pembangunan, Ir Izhar. Diskusi sekitar tiga jam itu dihadiri Wakil Bupati Aceh Selatan, Daskar Azis, wakil-wakil masyarakat Buluseuma, mahasiswa asal Aceh Selatan, Camat Trumon Isa Ansari, Imum Mukim Buluseuma Abidin Jal, dan Juru Bicara Kaukus Pantai Barat-Selatan TAF Haikal.

Forum diskusi itu juga menghadirkan Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Aceh Dr Ir Muhya Yunan, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Ir Hanifah Affan, Kepala Bapedalda Aceh Husaini Syamaun, Kepala BKSDA Aceh M Idris Haji, Kepala BPN Aceh Taftazani, dan unsur dari Polda. Sedangkan dari unsur Walhi Aceh, hadir M Oki Kurniawan (Manajer Riset dan Kampanye), M Abdillah (Manajer Kelembagaan), dan sejumlah LSM lingkungan hidup dari Aceh Selatan yang termasuk dalam jaringan Walhi Aceh. Sementara Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Bambang Antariksa tidak hadir dalam diskusi tersebut.

Jalannya diskusi awalnya tertib dan aman. Namun ketika pembicaraan memasuki pada subtansi permasalahan, situasi mulai memanas. Para peserta diskusi mempertanyakan surat Walhi Aceh yang dikirim ke Mabes Polri beberapa waktu lalu, dengan isinya melaporkan Menhut MS Kaban yang mereka anggap melanggar UU tentang Tata Ruang Nasional dan Konvensi Suberdaya Alam sehubungan pemberian izin pembangunan jalan Keude Trumon-Buluseuma. Menurut versi Walhi, jalan tersebut berdasarkan hasil survei masuk dalam Kawasan Suaka Alam Margasatwa Rawa Singkil yang dilindungi. Dalam suratnya, Walhi meminta polisi mengusut Menhut yang telah membuat kebijakan melanggar ketentuan. Surat laporan Walhi Aceh bernomor: 35/DR/Walhi/IV/2009 itu sendiri ditandatangani Direktur Eksekutifnya, Bambang Antariksa dan telah diterima Mabes Polri.

Sikap Walhi Aceh melaporkan Menhut ke polisi dinilai oleh wakil-wakil masyarakat Buluseuma termasuk aktivis LSM tidak beralasan. Seperti dikatakan Wakil Bupati Aceh Selatan, Daska Aziz, jalan Keude Trumon-Buluseuma merupakan ruas jalan lama yang sudah ada sejak zaman Belanda. Peningkatan kualitas jalan sepanjang 17 kilometer juga pernah dilakukan pada tahun 1990/1991 semasa pemerintahan Bupati Sayed Mudhahar Ahmad yang juga tokoh lingkungan hidup dan pendiri Yayasan Leuser International (YLI). “Ruas jalan Keude Trumon-Buluseuma telah ada jauh sebelum keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan No.166/Kpts-II/1998 tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukan Kawasan Hutan Rawa Singkil,” kata nya. Daska yang didampingi anggota DPRK Aceh Selatan, T Mudasir juga mengatakan, ruas jalan yang dipermasalahkan Walhi Aceh itu juga sudah dibangun sebelum keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan No.190/Kpts-II/2001 tentang Pengesahan Batas Kawasan Ekosistem Leuser di Provinsi Aceh.

Walhi yang merasa tersudut dengan berbagai fakta yang dikemukakan sejumlah tokoh masyarakat Aceh Selatan, tak banyak memberi komentar. Ketika diminta ketegasannya oleh salah seorang peserta apakah mereka mencabut laporannya ke Mabes Polri atau tidak, Manajer Kelembangaan Walhi Aceh, M Abdillah menyatakan, pihaknya perlu melakukan penelitian ulang dan melakukan rapat dengan para-pihak di lembaganya. “Secara prinsip kita setuju, tetapi untuk mencabut laporan itu kita perlu melakukan rapat kembali dengan kawan-kawan di Walhi. Karena apa yang telah dilakukan itu sebelumnya juga berdasarkan keputusan rapat,” katanya. Mendapat jawaban itu, Bestari Raden yang merupakan aktivis lingkungan hidup yang juga pimpinan LSM Rimueng Lamkaluet langsung mengamuk. “Kami perlu ketegasan Anda, cabut atau tidak surat itu. Kenapa Anda tidak melihat penderitaan rakyat kami, siapa di belakang Anda sehingga begitu berani bertindak seperti itu,” tandas Bestari, lantang.

Bestari sempat bangkit dari duduknya untuk menuju ke arah Oki Kurniawan dan M Abdillah yang duduk di bagian depan sebelah kiri yang berhadapn dengan bangku Bestari. Namun, upaya ini cepat dicegah oleh peserta diskusi yang duduk di samping dan belakang Bestari. Bahkan, polisi yang mengamankan jalannya diskusi itu turut juga memegang dan menenangkan aktivis LSM Putra Meukek tersebut. Ketika Bestari sedang mengamuk, tiba-tiba seorang anak muda yang duduk tidak jauh dari Bestari juga turut mengamuk yang ingin menyerang pihak Walhi. Namun upaya tersebut juga berhasil diredam pihak kepolisian.

Setelah sempat memanas, diskusi berjalan kembali bahkan mulai mencair, apalagi setelah pihak Walhi melalui M Abdillah memberi pernyataan siap untuk menarik laporan tersebut. Tetapi dengan cacatan amdal mengenai pembangunan jalan tersebut harus direvisi, dan tidak boleh digabungkan dengan pembangunan ruas jalan Buluseuma-Kuala Baru (Aceh Singkil). “Kami minta amdal jalan Keude Trumon-Buluseuma harus dipisahkan dengan ruang jalan Buluseuma-Kuala Baru. Kalau itu telah dilakukan, kami akan cabut surat laporan tersebut,” tegasnya.

Pernyataan itu tidak saja diutarakan secara lisan, tetapi juga secara tertulis oleh kedua belah pihak, yaitu Walhi dan masyarakat plus Pemerintah Aceh Selatan. Muhyan Yunan mengatakan, pihaknya akan segera menyurati Bapedalda untuk membuat pemisahan amdal jalan tersebut. “Hari ini juga langsung saya buat surat itu. Pihak Bapedalda juga sudah menyatakan kesiapan mereka merevisi amdal,” katanya. Menurut Muhyan, dalam APBA 2009 Pemerintah Aceh telah menganggarkan dana Rp 5 miliar untuk pembangunan jalan tersebut, dan proses tender sedang dilakukan. (TIM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar