Senin, 18 Februari 2002

CERITA TRAGEDI PERANG SAMPIT


Media Publik
Setahun sudah berlalu tragedi Sampit merupakan sebuah kisah pilu yang tak mudah terlupakan dibenak kita, dan kejadian ini menjadi berita hangat di negeri ini menjadi sebuah kota yang digambarkan begitu menakutkan karena pertikaian etnis yang meletusnya tragedi Sampit pada 18 Februari 2001(saya katakan di sini "pertikaian etnis" murni, tidak ada faktor SARA lainnya) serta mudah-mudahan tidak akan terjadi lagi di kemudian hari, karena kita semua bersaudara dan sebangsa serta setanah air dibawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


Masyarakat Dayak adalah masyarakat tradisional yang memegang teguh harkat dan harga diri. Antara masyarakat suku Dayak dan Suku Banjar merupakan kesatuan dan persaudaraan sedarah. Karena sejarah suku di Kalimantan ini adalah hidupnya dua kakak beradik, si kakak tinggal bermasyarakat di luar pegunungan atau hutan rimba (disebut suku Banjar), sedangkan si adik sebaliknya (disebut suku Dayak). Sejak zaman dahulu diketika peradaban masuk ke dalam kehidupan mereka, mereka menentang budaya kekerasan, bahkan mereka dikenal dengan masyarakat yang santun serta ramah tamahnya dalam kehidupan bermasyarakat serta memiliki sifat pemalu terhadap pendatang, apalagi masyarakat Dayak yang tinggal di pedalaman kalimantan, sifat pemalunya sangat kental disana. Tidak jarang saya jumpai masyarakat Dayak yang lari bersembunyi dan hanya berani mengintip dari balik papan dinding rumahnya bila melihat orang asing datang mendekat.

Namun, masyarakat Dayak mempunyai sistem kekerabatan dan persatuan yang kuat antar masyarakat Dayak bahkan dengan suku Banjar di seluruh pulau Kalimantan (termasuk suku Dayak diwilayah Malaysia). Memang antara suku Dayak dengan suku Banjar masih ada aliran darah kekerabatan. Sekilas cerita antara suku Dayak dengan suku Banjar, konon sih cerita zaman dahulu kala di Kalimantan ini hidup dua bersaudara (adik-kakak). Ringkas cerita dua bersaudara ini memilih hidup jalan mereka masing-masing, yang adik hidup menyendiri menjauh dari kehidupan (tinggal di daerah hutan dan perbukitan) di sebut dengan menghasilkan suku Dayak dan si kakak tinggal di daerah luar mencari tempat yang mudah di jangkau (tempat keramaian) disebut suku Banjar.

Kenapa orang Dayak jadi beringas terhadap etnis Madura..??

Tahun 1972 di Palangka Raya, seorang gadis Dayak digodai dan diperkosa, terhadap kejadian itu diadakan penyelesaian dengan mengadakan perdamaian menurut hukum adat.

Tahun 1982, terjadi pembunuhan oleh orang Madura atas seorang suku Dayak, pelakunya tidak tertangkap, pengusutan/penyelesaian secara hukum tidak ada sama sekali.

Tahun 1983, di Kecamatan Bukit Batu, Kasongan, seorang warga Kasongan dari etnis Dayak di bunuh (perkelahian 1 (satu) orang Dayak dikeroyok oleh 30 (tigapuluh) orang Madura). Terhadap pembunuhan atas warga Kasongan bernama Pulai yang beragama Kaharingan tersebut, oleh tokoh suku Dayak dan Madura diadakan perdamaian: dilakukan peniwahan Pulai itu dibebankan kepada pelaku pembunuhan, yang kemudian diadakan perdamaian ditanda tangani oleh ke dua belah pihak, isinya antara lain menyatakan apabila orang Madura mengulangi perbuatan jahatnya, mereka siap untuk keluar dari Kalteng.

Tahun 1996, di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung bioskop Panala dan di bunuh dengan kejam (sadis) oleh orang Madura, ternyata hukumannya sangat ringan.

Tahun 1997, di Desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40 orang, dengan skor orang Madura mati semua, tindakan hukum terhadap orang Dayak: dihukum berat. Orang Dayak tersebut diserang dan mempertahankan diri menggunakan ilmu bela diri? dimana penyerang berhasil dikalahkan semuanya.

Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota Kecamatan Katingan Tengah, seorang anak laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku Madura yang ?tukang jualan sate?. Si belia Dayak mati secara mengenaskan, ditubuhnya terdapat lebih dari 30 (tigapuluh) bekas tusukan. Anak muda itu tidak tahu menahu persoalannya, sedangkan para anak muda yang bertikai dengan si tukang sate telah lari kabur ?.Yang tidak dapat dikejar oleh si tukang sate itu, si korban Waldi hanya kebetulan lewat di tempat kejadian.

Tahun 1998, di Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok oleh 4 (empat) orang Madura, pelakunya belum dapat ditangkap karena melarikan diri dan korbannya meninggal, tidak ada penyelesaian secara hukum.

Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas Tibum (Ketertiban Umum) dibacok oleh orang Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangkaraya, namun besok harinya datang sekelompok suku Madura menuntut temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan, ternyata pihak Polresta Palangka Raya membebaskannya tanpa tuntutan hukum terhadap pelaku etnis Madura tersebut.

Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang Dayak dikeroyok oleh beberapa orang suku Madura masalah sengketa tanah, 2 (dua) orang Dayak dalam perkelahian tidak seimbang itu mati semua, sedangkan pembunuh lolos, malah orang Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun karena dianggap membuat kesaksian fitnah terhadap pelaku pembunuhan yang melarikan diri dari etnis Madura itu.

Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura, gara-gara suku Madura memaksa mengambil/merampas emas pada saat suku Dayak menambang emas. Perkelahian itu banyak menimbulkan korban pada ke dua belah pihak, kasus tersebut tanpa penyelesaian hukum.

Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri bernama IBA oleh 3 (tiga) orang Madura, pasangan suami-isteriitu luka berat. Dirawat di RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya, biaya operasi/perawatan ditanggung oleh Pemda Kalteng. Para pembacok/pelaku dari etnis madura tidak ditangkap, katanya? sudah pulang ke pulau Madura sana!!!... (Tiga orang Madura memasuki rumah keluarga IBA dengan dalih minta diberi minuman air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu IBA menuangkan air di gelas, mereka membacoknya, isteri IBA mau membela, juga di tikam. Tindakan itu dilakukan mereka menurut cerita mau membalas dendam, tapi salah orang/alamat).

Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, 1 (satu) keluarga Dayak mati dibantai oleh orang Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa ada sama sekali penyelesaian hukum.

Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 (satu) orang suku Dayak di bunuh / mati oleh pengeroyok suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka. Para pelaku lari, akan tetapi pihak kepolisian tidak mengajarnya dan kasus ini tanpa proses hukum.

Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, terjadi pembunuhan terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati dikeroyok oleh suku Madura, para pelaku kabur/lari, tidak tertangkap, karena lagi-lagi? kata pihak kepolisian dengan intengnyanya mengatakan? pelaku sudah lari ke Pulau Madura, proses hukum tidak ada karena pihak berwenang tampaknya belum mampu menyelesaikannya (tidak tuntas).

Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak dibunuh/dibantai. Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga Dayak. Bahkan pada waktu itu etnis Madura ingin menjadikan kota tersebut sebagai kota Sampang ke dua. Dari sinilah kesabaran suku Dayak mulai luntur, dan akhirnya terjadi tragedi Sampit.

Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga Dayak terbunuh/mati diserang oleh suku Madura. Pada akhirnya perkelahian antar etnis merambat sampai ke Palangkaraya dan akhirnya keseluruh penjuru di Kaltim.

Belum terhitung masalah warga Madura di bagian Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Suku Dayak hidup berdampingan dengan damai dengan Suku Lainnya di Kalimantan Tengah, kecuali dengan Suku Madura. Lanjutan kerusuhan tersebut adalah peristiwa Sampit yang mencekam ini.

Menurut pengamatan saya dilapangan dan informasi saya yang saya dapat pada waktu itu, (karena saya seorang jurnalis dan saya berasal dari suku Jawa dan tinggal di Banjarmasin), penyebabnya adalah pada waktu itu mereka suku Madura ingin menguasai daerah Sampit dan sekitarnya, bahkan salah sedikit, etnis Madura langsung pukul dan tidak jarang orang suku Dayak pada waktu ke jayaan suku Madura yang ditindas oleh mereka, bahkan bukan orang Dayak saja yang sering diperlakukan tidak senonoh, orang Banjar pun sering juga, tetapi kalau orang Banjar melawan pada waktu itu kalau diperlakukan yang tidak pantas tersebut. Masyarakat Dayak di Sampit seperti selalu "terdesak" dan selalu mengalah dan memang mereka lebih suka memilih mengalah. Banyak sebab yang membuat mereka seakan melupakan asazi manusia, baik sebab langsung maupun tidak langsung.

Sekedar diketahui, di Sampit pada waktu kejadian Perang Sampit berkecamuk, hampir semua pejabat tinggi di Kabupatin Kota Waringin Timur (Sampit) di kuasai dari etnis Madura, baik Bupati, wakil Bupati, Kejati, Kapolres dan bahkan pejabat-pejabat lainnya berasal dari etnis Madura.

H.Charles Badarudin (seorang muslim), seorang tokoh Dayak di Palangkaraya menceritakan kelakuan warga Madura banyak yang tidak mencerminkan peribahasa “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Ia mencontohkan salah satunya dalam soal tanah.

Dari kasus pelarangan menambang intan di atas "tanah adat" mereka sendiri. Suku Dayak dituduh tidak memiliki izin penambangan, sampai kampung mereka harus berkali-kali berpindah karena harus mengalah dari para penebang kayu yang terus mendesak mereka makin ke dalam hutan. Sayangnya, kondisi ini diperburuk lagi oleh ketidakadilan hukum yang seakan tidak mampu menjerat pelanggar hukum yang menempatkan masyarakat Dayak menjadi korban kasus tersebut.

Tidak sedikit kasus pembunuhan orang Dayak (sebagian besar disebabkan oleh aksi premanisme dari etnis Madura) yang merugikan masyarakat Dayak karena tersangka (kebetulan orang Madura) tidak bisa ditangkap oleh aparat yang "katanya" penegak hukum. Nah pada puncaknya akirnya suku Dayak tidak tahan lagi mendapat perlakuan yang seperti itu, terjadilah tragedi Sampit yang ribuan memakan korban dari suku etnis Madura, bahkan mencapai puluhan ribu yang nyawanya hilang pecuma. Padahal masih banyak juga dari etnis Madura yang baik, cuma akibat dari oknum etnis Madura yang jahat tersebut berimbas etnis Madura yang tak berdosa. Allahu Akbar... Kasian mereka...

Dalam keseharian Masyarakat Dayak, kehidupan mereka ternyata jauh dari anggapan kita yang mengira bahwa mereka itu beringas. Mereka ternyata sangat pemalu, menerima para pendatang, dan tetap menjaga keutuhan masyarakatnya baik religi dan ritual mereka. Mereka tidak pernah mengganggu para penebang kayu yang mendesak mereka untuk terus mengalah. Mereka tidak pernah menentang anggota masyarakatnya yang ingin masuk agama yang dibawa oleh orang-orang pendatang. Mereka dengan ringan-tangan membantu masyarakat sekitarnya. Mereka tidak pernah membawa mandau, sumpit, ataupun panah kedalam kota Sampit untuk "petantang-petenteng".

Etnis Madura yang juga punya latar belakang budaya "kekerasan" ternyata menurut masyarakat Dayak dianggap tidak mampu untuk beradaptasi (mengingat mereka sebagai pendatang) yakni selalu ingin menguasai. Sering terjadi kasus pelanggaran "tanah larangan" orang Dayak oleh penebang kayu yang kebetulan didominasi oleh orang Madura. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu "perang antar etnis Dayak-Madura".

Entah bagaimana cara mereka (Dayak) membedakan suku Madura dengan suku-suku lainnya, yang jelas suku-suku lainnya luput dari "serangan beringas" orang Dayak.

Menurut informasi yang kami himpun, mereka (suku Dayak & suku Banjar) yang mau berperang melawan suku Madura pada saat itu dimandikan dulu dan bahkan ada yang disuruh menelan minyak kebal (sejenis benda yang memiliki kekuatan) oleh tokoh-tokoh Dayak, kegunaannya adalah mereka kebal terhadap berbagai macam senjata dan mereka dapat mengetahui musuh (suku Dayak) dengan penglihatan mereka dan penciuman mereka.

Menurut salah satu dari mereka, mereka bisa melihat musuh dengan penglihatan mereka suku Madura itu seperti wujud berkepala “SAPI” (seekor binatang), dan bahkan mereka juga dapat mengetahui dengan penciuman mereka dengan terasa bau “SAPI”, dan yang masih dalam kandunganpun mereka bisa mencium, bahwa BAYI LAKI-LAKI yang dikandung itu bapak (ayahnya) seorang etnis Madura. Selain itu menurut keyakinan mereka dalam peperangan melawan SUKU MADURA tersebut mereka di bantu oleh PANGLIMA BURUNG, kata mereka.

Banyak yang mengaitkan peristiwa-peristiwa aneh selama "perang" tersebut dengan kepercayaan animisme Dayak (Kaharingan). Banyak kolega-kolega saya yang baru pulang dari Sampit menceritakan keberingasan orang Dayak dan orang Banjar dan peristiwa-peristiwa aneh selama "perang" tersebut, sampai pada mitos masyarakat Dayak tentang "Panglima Burung" yang mampu memenggal kepala orang tanpa menyentuh sedikit-pun dan tak nampak wujudnya (mandau terbang langsung memenggal kepala etnis Madura). Banyak sekali keanehan yang saya jumpai pada saat itu seperti terbakarnya pemukiman yang mendominasi etnis Madura, anehnya rumah yang bukan milik etnis Madura tidak ikut terbakar walau tempatnya berdampingan.

Yang perlu diketahui adalah saat peperangan di Sampit bukan saja masyarakat Dayak Sampit yang berada di sana, tetapi juga ada suku Dayak lainnya dari beberapa propinsi di pulau Kalimantan, seperti suku Dayak yang ada di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, dan suku Dayak di wilayah Malaysia juga ada, bahkan suku Banjar juga banyak.

Bayangkan, masyarakat Dayak yang sebelumnya bukan masyarakat mayoritas di sana, saat terjadi "perang" jumlah mereka berlipat ganda dan menurut informasi yang kuat bisa dipercaya pada waktu kejadian perang di Sampit tersebut antara suku Dayak dan suku Banjar bersatu melawan suku Madura. Dari riwayat budaya Dayak, kalau suku Dayak dan suku Banjar bersatu, berarti hal tersebut merupakan sebuah “PERANG BESAR...!!!”.

Pengungsian besar-besaran masyarakat suku lain (selain Dayak, Banjar dan Madura) hanya dikarenakan rasa ngeri melihat "perang" dan lumpuhnya perekonomian Sampit. Alhamdulillah, beberapa rekan saya di sana (kebetulan bukan suku Madura) masih aman-aman saja. Suku Dayak tidak merusak Gereja, Mesjid, atau rumah peribadatan lainnya. Bahkan ada cerita yang mengabarkan bahwa mereka (Dayak) tidak menyerang orang (madura) yang sempat bersembunyi di dalam Masjid atau Gereja.

Dalam kejadian perang tersebut Alhamdulillah pemerintah cepat tanggap dengan menutup perbatasan Kapuas (Kalteng) – Anjir (Kalsel) sehingga peperangan tidak merembet ke Banjarmasin.

Menurut pak Yuhanes seorang tokoh Dayak yang tinggal di Banjarmasin, pada waktu terjadi peperangan itu beliau tidak ada niat untuk ikut dalam peperangan melawan etnis suku Madura, akan tetapi kata beliau sekira jam 1 malam (tengah malam) saya didatangi seorang yang Gaib dan di jemput untuk pergi ke Sampit, anehnya saya dijemput berboncengan naik sepeda motor, tidak masuk akal hanya berkisar kurang lebih 30 menet terasa bagiku sudah nyampai di Sampit. Pada saat itu saya langsung di bawa naik kapal speed bood ketengah laut 7 orang, saya terkejut ternyata ditengah laut itu sudah menghadang puluhan kapal besar dari etnis Madura yang memuat ribuan penumpangnya siap untuk berperang. Lagi-lagi ada keanehan ketika diantara kawan saya satu kapal menghamburkan beras kuning kelaut ke arah mereka (etnis Madura) kapal kami mendekat kekapal etnis Madura, nah disitu terjadi sebuah keanehan yang luar biasa, ribuan tentara etnis Madura itu langsung mengulurkan lehernya ke kami, tanpa sadar saya dan kawan-lawan langsung memenggal kepala mereka itu tanpa sedikitpun merasa kasian lagi.

Cerita bahwa orang Dayak memakan daging manusia ternyata benar, ceritanya begini sewaktu kejadian itu saya bersama teman saya naik sebuah mobil truck bak kayu pengangkut kelapa sawit, diketika itu truck yang kami naiki di stop oleh warga Dayak, kami berhenti dan ternyata mereka ikut menumpang membawa puluhan kotak-kotak, kami merasa ingin bertanya apa isi dari dalam kotak tersebut tetapi kami takut kalau mereka tersinggung dan marah, kotak tersebut berlumuran darah. Sesampainya ditujuan mereka, kami disuruh mampir, untuk menghormati mereka kami mampir sebentar, disana banyak orang berkumpul dengan senjata tajam berupa Mandau terselip di pinggang, kalau menurut logat mereka itu ada terdapat beberapa orang dari suku Banjar dan kamipun sangat terkejut ternyata didalam puluhan kotak-kotak itu berisi hati manusia dari etnis Madura. Kami melihat sendiri hati manusia itu dimasak oleh mereka dan dimakan oleh mereka, Na`uzubillahi Minzalik...

Nah dari beberapa kejadian mitos ini kalau kita berpikir secara akal sehat tidak masuk akal, akan tetapi beginilah fakta dilapangan yang saya temui dan dapatkan. Mudah-mudahan kejadian ini merupakan sebuah pelajaran yang berarti bagi suku Madura bahkan bagi suku-suku lainnya yang tinggal di pulau Kalimantan.

Kenapa Madura..??? Dari hasil pengamatan saya, dan dari cerita rekan-rekan saya, masyarakat oknum suku Madura banyak "petantang-petenteng" di sana, bahkan bukan cuma di Sampit... di Banjarmasin-pun mereka terkenal dengan sifat mereka itu.

Penilaian ini bersifat menyamaratakan anggapan "kekerasan" suku Madura sebagai suku pendatang, memang tidak semuanya begitu. Dari cara mereka melakukan usaha dalam bidang perekonomian saja, mereka terkadang dianggap terlalu "kasar" oleh sebagian besar masyarakat Dayak, bahkan masyarakat Banjar sekalipun. Banyak cara-cara pemaksaan untuk mendapatkan hasil usaha kepada konsumen mereka. banyak pula tipu-daya yang mereka lakukan. Sekali lagi, tidak semua suku Madura bersifat seperti ini. Jadi, berita atau anggapan tentang kecemburuan sosial-ekonomi yang menjadi penyebab pecahnya "perang" tersebut dari hasil pengamatan dan penilaian saya adalah TIDAK BENAR.

Salah satu contoh yang pernah saya alami sendiri : Saat turun dari Bis di Sampit (sekitar tahun 1990an), tas saya yang cuma satu dipaksa untuk diangkatkan oleh seorang pemuda dengan logat Madura-nya yang kental. Dengan dalih "bisa saya bawa sendiri" saya coba menolak dengan halus tawaran jasa porter tersebut. tapi dengan wajah tak bersahabat dan dengan sedikit membentak, pemuda itu menarik tas yang saya genggam sambil berkata dengan nada kasar "ini sudah peraturannya..!!! harus dibawakan". Saya bertanya peraturan dari mana…?? Malah di menjawab dengan sangat kasarnya, daripada cari penyakit di kampung orang, saya terpaksa cari jalan damai saja lah. Dan sialnya, dia minta uang jasa sebesar Rp 20.000,-...!! EDANN..!!

Masyarakat Dayak tidak pernah peduli dengan nilai nominal. Mereka bisa saja dengan suka rela ber"barter" dengan para pendatang tanpa proses perpindah-tangannan uang. Mereka lebih memilih barter dengan kopi, gula, garam, atau bahkan sebungkus rokok. Penjarahan yang terjadi di Sampit lebih banyak dilakukan oleh suku-suku pendatang lain yang tidak menjadi sasaran amuk suku Dayak.

Sekali lagi.....tulisan ini cuma bertujuan untuk menjelaskan keadaan Sampit saat kejadian itu, khususnya budaya orang Dayak, dan tidak ada maksud apapun. dan mudah-mudahan kejadian ini sebagai cerminan dalam kehidupan kita, bahwa kekerasan mengakibatkan penderitaan. Sekedar informasi, waktu perjalanan darat dari Banjarmasin-Sampit kira-kira 12 jam...non-stop. Alhamdulillah di Banjarmasin masih "aman-terkendali".*** (TIM)

42 komentar:

  1. Mantap berita nuan tuk (y) :)

    BalasHapus
  2. Menurut kabar klo banjar tidal ikut perang , ga usah di tambah2 yg Ada buhan banjar tu menjarah barang milik suku madura atau maling aje, perang bear jika semua suku dayak dari kalsel,kalteng,kalbar,kaltim dan Malaysia ...ad ikut perang brati it menandakan perang besar !

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yg saya tau suku banjar ikut juga membantu suku dayak saat rusuh di sampit,bahkan dari banjarmasin banyak berangkat ke sampit waktu kerusuhan,jadi jangan asal bicara nuduh suku banjar maling

      Hapus
    2. Bunuh aja ni babi..nuduh maling se enaknya.mak bapak kau yg maling

      Hapus
  3. hey albert apa maksd ny ikm nih nuduh suku banjar maling

    BalasHapus
  4. handak merasai mandau jua kalo inya

    BalasHapus
  5. Saya setuju dgn postingan anda.dan saya yakin tulisan anda berdasarkan fakta bukan analisa.dan saya salut dgn tutur bahasa yg anda sampaikan

    BalasHapus
  6. indonesia damai by suku sunda

    BalasHapus
  7. hidup suku dayak i love suku dayak,, aceh mendukung adat dan budaya mu,,,

    BalasHapus
  8. hidup suku dayak i love suku dayak,, aceh mendukung adat dan budaya mu,,,

    BalasHapus
  9. Inti nya banjar kada penakutan, kada mau mengalah makanya madura kada wani menguasai kota banjarmasin, urg banjar bekelahi kda bawa bawa suku

    BalasHapus
  10. Inti nya banjar kada penakutan, kada mau mengalah makanya madura kada wani menguasai kota banjarmasin, urg banjar bekelahi kda bawa bawa suku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya saya sendiri tidak mengetahui bagaimana akar dari permasalahan kerusuhan sampit,saya pun orang suku dayak keturunan banjar yang tinggal dan lahir di sampit.namun di sini saya hanya ingin sedikit mengkritik masalah komentar kamu,mungkin maksud kamu adalah kamu sebagai seorang suku banjar sendiri tidak takut,tapi ada kok segelintir orang yang takut kena imbasnya padahal bukan dari suku yang sedang berseteru pada saat itu.ini adalah kejadian di masa lalu,kita tidak bisa menyalahkan hal yang sudah terjadi jika kita sendiri tidak tau akar masalahnya.beberapa artikel atau berita yang di tulis itu simpang siur tentang kerusuhan sampit,saya pun masih berumur 3 tahun pada saat itu.tapi berbagai penyebab sudah banyak saya dengar dari berbagai macam versi cerita,baik menurut suku dayaknya sendiri maupun suku madura.dan mereka masing* turut saling menyalahkan satu sama lain,jadi tidak jelas mana yg benar dan mana yang salah.menurut saya itu bukan masalah suku,tapi kemanusiaan.suku itu hanya alibi atau alasan yang di gunakan untuk memperkuat perpecahan.sikap manusiawi kita yang ditekankan.menurut saya anda tidak seharusnya berkomentar seperti yang anda tulis di akun blog ini.seharusnya kita sebagai warga negara NKRI adalah saling berdoa dan menerapkan apa yang sudah di ajarkan pancasila dan bhineka tunggal ika.berharap semoga tidak akan lagi adanya perpecahan yang mengatasnamakan suku ataupun agama.toh sekarang madura dan suku dayak sudah dapat hidup berdampingan di kota sampit dan saling memaafkan satu sama lainnya.karena yang menjadi masalah itu hanya bagi segelintir orang dari kedua suku yang berseteru,bukan semua yang merupakan keturunan dari kedua suku.suku madura ataupun dayak adalah satu kesatuan.kalau sekarang kami dan mereka dapat hidup berdampingan mengapa harus di pertanyakan lagi dan membuat komentar seperti itu lagi.yang bermasalah itu bukan sukunya,tapi orangnya,bagaimana orang itu menanggapi suatu masalahlah yang terpenting.dan poin pentingnya adalah kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan masalah.semoga suku apapun di indonesia dapat hidup damai dalam membangun Indonesia yang lebih baik kedepannya��bukannya malah menimbulkan masalah baru dan perpecahan.maaf ya kalo ada kata-kata saya yang menyinggung saya mohon maaf��saya dan keluarga hidup berdampingan dgn orang madura,kami suku dayak dan madura saling menghormati,teman-teman saya juga orang madura dan kami saling menghormati dan melindungi satu sama lain sekarang��masa lalu biarlah masa lalu��boleh dikenang untuk di jadikan pelajaran dan di ambil hikmah dan manfaat baiknya��tapi jangan di bicarakan untuk menimbulkan fitnah baru yang bisa menjadikan konflik lagi di masa yang akan datang��aku minta maaf ja lah kisah banyak menasihati di sini,kita ni sama-sama ingin hidup dalam damai ja lagi kalo��

      Hapus
    2. Ini baru asli dayak..
      Bnyk yg mau numpang tenar aja sih ama suku dayak... Intinya suku di indonesia itu pada jago jago.. Kalo tdk jago tidak myngkin indonesia bisa merdeka....

      Hapus
    3. Merdeka pun dikasi jepang dan bayar gulden miliar pada bapak belanda😆😆😆😆

      Hapus
    4. @Hanny begana dimana ikam Sampit nya, kalau aku sich urang Banjar jua, tapi lawas begana di Jakarta, Abah ku Almarhum di pakauman, mama ku di Hulu sungai Utara

      Hapus
  11. hanny,smart girl.two thumbs up for you. salam dari jawa

    BalasHapus
  12. Tragedi perang sampit jangan sampai terjadi lagi

    BalasHapus
  13. kejadian 97 jgn terulang lagi
    ini bukan sampit , khusus kalbar 97..
    karna peperangan gk hy di sampit saja
    sebelum nya pun 97 sudah terjadi di kalbar setelah 2001 di sampit.
    cuma beda nya tiap kepala suku tertentu cepat kilat pisah dari badan.
    sebab akibat "panglima" angkat tangan sendiri melawan suku tertentu yg tidak terpuji & suka menghina.
    hal ini tidak perlu di perjelas kan lagi
    mengapa & kenapa peperangan terjadi.
    fakta yg ada ribuan kepala tertancap sepanjang jalan dr kecamatan ke kecamatan lain.
    foto nya memang tidak ada , karna masa perang tidak perlu kamera yg di butuh kan #mandau & #sumpit.
    kejadian ini tidak boleh di exspose dlm video
    karna peperangan ini tidak boleh di saksikan publik luar.
    kejadian-kejadian ini cerita dr teman-teman sebaya Saya (pelaku perang/saksi).
    thks, yg lain jgn nakut-nakutin / menambah-nambah kan cerita ini ke publik tanpa refrensi jelas apa lagi yg baru lahir kemarin. :)

    BalasHapus
  14. dayak atau banjar kalo kada di gangu kda akan membalas prinsip laki laki

    BalasHapus
  15. Join Dan Mainkan Permainan Domino&Poker Online Terbesar Bersama Zoya99.com Raih Jutaan Rupiah Hanya Disini
    Banyak Keuntungan Yang Dimiliki Zoya99.com
    * Proses Depo/WD Super Cepat
    * 7 Game Dalam 1 UserID
    * Minimal Depo/WD Rp.20.000
    * No Bot & No Admin
    * Bonus Referall Terbesar
    * Bonus Rolingan Terbanyak
    Untuk Info Lebih Lanjut Silahakan Hubungin CS Kami
    BBM: D8B82A86
    LINE: zoya_qq
    WA: +85515370075

    CeritaSex: http://69zoya.blogspot.com/2017/12/terangsang-sama-teman-sekelasku.html

    BalasHapus
  16. "Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjun"

    Dimanapun kita berada, entah ditengah-tengah etnis Dayak, Madura, Jawa, Bugis, atau diujung Papua sekalipun, kalau kita bisa menghormati orang lain maka kitapun akan dihormati oleh orang lain.

    Kita tak perlu menjelaskan kepada orang lain apa agama kita, apa etnis kita, apa suku kita. Karena selama kita selalu baik pada orang lain, selalu memberikan manfaat kepada orang lain, selalu membantu orang lain, maka orang-orang tak akan pernah bertanya apa agamamu, apa asal etnismu, apa sukumu, dll.

    Marilah kita bersatu padu dalam berkontribusi membangun negara ini. Ingat, negara ini bukan merdeka karena perjuangan satu suku saja. Tetapi negara ini merdeka karena seluruh suku yg ada di negara ini bersatu bersama-sama berjuang dalam meraih kemerdekaan tersebut.

    Semoga kita sebagai penerus dapat menjaga kesatuan dan persatuan bangsa yg telah diwariskan oleh para pahlawan dan pendahulu kita. Aamiin...

    BalasHapus
  17. Saya dr suku sunda dan istri saya dr suku dayak bahau d pedalaman muara wahau.. yg saya tau kalo org dayak itu baik banget bukan karna istri saya org dayak tp karna emang kenyataan nya yg saya rasakan bgtu. Saya setuju dgn artikelnya meskipun dayak banyak jenisnya. Sya salut sama adat dayak.

    BalasHapus
  18. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  19. "semah nyemah kagungan someah"
    (tamu baik,pribumi bisa lebih baik)
    itu kata pepatah orang sunda

    maap,,
    sebelumnya bukan maksud saya untuk menggurui atau berpijak pada sebelah pihak,
    tapi "memang" alangkah baiknya kalau seorang #tamu itu
    bisa lebih menghargai tuan rumahnya.
    dan
    alangkah baiknya juga seorang
    #pribumi bisa menunjukan sikap toleran kepada tamunya.

    "tong mareubutkeun paisan kosong"
    (Jangan buat perkara yang tidak ada manfaatnya)
    lantas untuk apa beramai-ramai petangtang petengteng mengacungkan, maaf(clurit) ??
    ,,ingin di bilang jagoan kah di tempat orang ??????
    &
    untuk apa juga menancapkan kepala di tempat lawan ??
    ,,ingin menunjukan eksistensi kah ????

    Ingat,,!! kita teh manusia...
    di mana ada sifat baik & buruknya
    (ambil yang baiknya tutupi yang buruknya)
    yeuh,,
    Jadi manusia mah kudu silih asah
    silih asuh.silih asih.
    Jangan cuma gara-gara masalah beda suku
    ratusan nyawa jadi tumbalnya.

    Jadikan kejadian masalalu untuk pembelajaran di masa depan
    (maap) bukan untuk di ungkit-ungkit..

    #sanajan beda suku,agama,etnis,ras pada hakikat na kita sama :
    "..sadudulur"

    BalasHapus
  20. lagian juga mau apapun alasannya suku madura tetap salah. udah numpang di tanah orang main seenak jidat aja ngatur2 orang dayak sampek mau ganti nama kota sampit jadi nama kota mereka lagi

    BalasHapus
  21. Beritanya bagus & mudah di pahami

    BalasHapus
  22. sudah kasus pembantaian etnis tionghoa, ada kasus ini pula, semoga ke depannya Indonesia damai selalu, tanpa ada pertikaian seperti ini lagi

    BalasHapus
  23. Semoga kasus ini bisa menjadi cermin bagi kita semua,& kita semua adalah saudara sebangsa dan setanah air,damailah bangsa ku.saya yakin kok semua suku yg ada Indonesia ini orangnya pada baik,sopan dan santun semuanya.
    Amin...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Orgnya semua barbar susah diatur bodoh tolol😆😆😆😆

      Hapus
  24. Bagus artikelnya saya dari masa depan

    BalasHapus