MEDIA PUBLIK-Medan Bobroknya sistem managemen dan pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) di Indonesia tampaknya telah memasuki tahap mengkhawatirkan.
Beberapa faktor yang menjadi pemicu utama adalah mental dan keimanan para sipir dan petinggi di LP, kapasitas LP yang selalu berjubel, kesenjangan sosial antara tahanan kasus korupsi dan narkoba dengan kasus kriminal biasa.
Akhir-akhir ini PP 99 Tahun 2012 soal pengetatan remisi menjadi biang keladi kerusuhan.
Menurut pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel, kerusuhan di Lapas Kelas II A Labuhan Ruku, Batubara, Sumatera Utara, Minggu (18/8/2013) sore merupakan rentetan dari kerusuhan di Lapas di Tanjung Gusta, Medan.
Kerusuhan di Lapas ini, katanya, dilakukan secara terencana dan bukan perilaku spontan para napi.
“Saya sudah pernah katakan hal ini ke Menkumham bulan puasa lalu. Saya bilang, kita tinggal menunggu waktu sampai kejadian Tanjung Gusta berulang di lapas-lapas lain,” kata Reza, Minggu (18/8/2013) malam.
Reza berharap pihak terkait tidak mengganggap kerusuhan di Lapas ini merupakan hal spontan dari para napi karena sesuatu hal.
“Yang perlu diwaspadai bahwa kerusuhan lapas secara beruntun ini, merupakan hasil operasi terencana dan bukan perilaku impulsif atau spontan para napi,” kata Reza.
Seperti diketahui, Minggu sore sekitar pukul 17.00, kerusuhan terjadi di Lapas Kelas II A Labuhan Ruku, Batubara, Sumatera Utara.
Kerusuhan menyebabkan kebakaran di sejumlah ruangan yang membuat 30 napi berhasil kabur. Aparat menduga kerusuhan dipicu bentrokan antara napi dengan sipir yang membuat sipir dipukuli oleh napi.
Sebelumnya pada Kamis (11/7/2013) lalu, kerusuhan juga terjadi di Lapas Tanjung Gusta Medan. Sebanyak 212 napi berhasil kabur. Dalam peristiwa yang menyebabkan kebakaran di dalam Lapas itu, 5 orang sipir dan petugas lapas meninggal dunia karena terbakar api.(tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar