MEDIA
PUBLIK – BALI. Ketua DPR RI Setya Novanto menyerahkan proses hukum terhadap
anggota Komisi IV DPR Adriansyah yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam Operasi Tangkap Tangan di Swiss-Bell Hotel, Sanur, Bali, Kamis
(9/4) malam sekitar pukul 20.00 WIB. Diketahui Adriansyah merupakan seorang
balon Gubernur Kalimantan Selatan terkuat saat ini.
"Saya
baru tahu dari media bahwa ada Operasi Tangkap Tangan oleh KPK di Bali terhadap
anggota Komisi IV Adriansyah. Ini masalah hukum dan kami serahkan pada
supremasi hukum," kata Setya di Gedung Nusantara III, Jakarta, Jumat.
(10/4)
Dia
mengatakan DPR RI mendukung langkah hukum yang dijalankan KPK namun asas
praduga tidak bersalah harus tetap diperhatikan.
Menurut
dia, DPR RI memiliki mekanisme dalam menindak apabila ada legislator yang
tersangkut masalah hukum yaitu di Mahkamah Kehormatan Dewan.
"Sebelum
ada putusan tetap, kami tidak bisa melakukan apa-apa sehingga diserahkan pada
mekanisme di DPR RI dalam hal ini MKD," ujarnya.
Dia
menilai kasus OTT itu menjadi keprihatikan bagi institusi DPR RI sehingga
diharapkan para legislator lain tidak melakukan tindak pidana korupsi dan suap.
Menurut
dia, semua legislator harus berhati-hati dalam melakukan tindakan sehingga
tidak terlibat hal-hal yang berkaitan dengan kasus pidana korupsi dan suap.
"Kami
harapkan semoga tidak ada terjadi seperti ini dan diharapkan anggota DPR RI
hati-hati agar tidak terlibat kasus suap dan korupsi," katanya.
Sebelumnya
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan
pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap beberapa orang di Bali pada Kamis
(9/4).
Mantan
Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo berdasarkan informasi yang diperolehnya
mengatakan kader yang ditangkap KPK dalam OTT tersebut adalah Adriansyah,
mantan Bupati Tanah Laut, Kalimantan Selatan, selama dua periode.
"Info
yang saya dapat Adriansyah, mantan bupati Tanah Laut di Kalsel selama dua
periode yaitu 2003-2008 dan 2008-2013, mantan ketua DPD PDIP Kalsel, dan sekarang
anggota DPR RI Komisi IV, kasus bansos," ujarnya.
Tjahjo
mengatakan PDI Perjuangan akan menjatuhkan sanksi bagi kader tersebut apabila
terbukti bersalah atas kasus tindak pidana korupsi dan suap.
Plt Pimpinan KPK Johan Budi
membenarkan bahwa KPK telah menangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap
seorang anggota DPR RI dengan barang bukti sejumlah uang dollar Singapura, di
Sanur, Bali. Dia ditangkap saat melakukan transaksi suap dengan nilai ratusan
juta rupiah.
Dari keterangan yang
diperoleh, anggota DPR RI yang ditangkap KPK adalah anggota Komisi IV DPR RI
bernama H Adriansyah, kader PDIP dari Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan II.
Adriansyah ditangkap KPK di
Swiss-Bell Hotel, Sanur, Bali, Kamis (9/4) sekitar pukul 20.00 WIB. Anggota
Komisi IV DPR ini membidangi pertanian, kehutanan, dan pangan.
Kader PDIP ini merupakan
kader yang baru menjadi anggota DPR periode 2014-2019 atau baru masuk enam
bulan menjabat sebagai anggota DPR RI. Mengenai kasus yang menjerat Adriansyah,
adalah diduga kasus penerbitan kuasa pertambangan.
Kalimantan Selatan dikenal
memiliki area tambang yang luas, terutama batu bara. Dalam situs dpr.go.id, dia
tercatat sebagai direktur PD Baramarta, sebuah perusahaan tambang yang
berkantor di Kompleks Pangeran Antasari, No 36, Martapura dan merupakan sebuah
perusahan milik daerah kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Salah satu petinggi
Persatuan LSM Kalimantan, Aspihani Ideris, sangat menyayangkan salah satu anggota
DPR RI perwakilan Kalimantan Selatan tersangkut hukum dari segi suap menyuap,
dan ini merupakan sebuah pencorengan terhadap banua kita. Apalagi diketahui
Adriansyah merupakan seorang tokoh yang sangat dikenal di Kalimantan Selatan
dan diketahui juga merupakan bakal calon Gubernur terkuat dari PDIP periode
2015-2020. Dan malahan menurut saya sangat mencoreng penangkapan Adriansyah ini disaat dan bertepatan Kongres PDI Perjuangan di Bali
Pada saat menjabat sebagai
Bupati Tanah Laut, H. Adriansyah juga pernah telah ditetapkan sebagai tersangka
kasus penerimaan gratifikasi untuk izin pertambangan dengan H. Muhidin Walikota
aktif Banjarmasin sekarang dan merupakan balon Gubernur jalur idenpenden.
"Walaupun telah ditetapkan
sebagai tersangka, Ardiansyah berhasil lolos ke Senayan dan duduk di Komisi IV
DPR untuk periode 2014-2019 membidangi pertanian dan kehutanan," Ujar Aspihani
Setahu kami jauh
sebelumnya, pada tahun 2006 Presiden RI keenam SBY pernah mempersilakan penyidik Polri
untuk melakukan penyidikan terhadap Bupati Tanah Laut, Kalimantan Selatan yaitu
Adriansyah ini. Namun kuat dugaan kami penyidikannya hanya jalan ditempat.
Lebih rinci Aspihani
menjelaskan kepada media ini bahwa saat itu H. Adriansyah bekerjasama dengan
Walikota Banjarmasin H. Muhidin aktif saat ini dalam sebuah izin
pertambangan sehingga dimenangkan oleh satu perusahaan saja. Kebetulan Muhidin
adalah pemilik saham PT Binuang Jaya Mulia yang bergerak di tambang batubara.
Diketahui H. Muhidin merupakan
seorang pengusaha sukses dan memiliki usaha tambang yang berada di tapal batas
6,7,8, dan 9 saat itu belum disepakati oleh kedua pimpinan wilayah. Agar izin
usaha tidak keburu kadaluarsa, Muhidin melalui perantaranya memberikan uang
sejumlah Rp 3 miliar tersebut kepada Adriansyah, dengan maksud agar Ardiansyahh
selaku Bupati Tanah Laut menyerahkan penyelesaian batas 6,7,8 dan 9, batas
antara kabupaten Tanah Bumbu dan Tanah Laut, Kepada Gubernur Kalimantan
Selatan.
"Harapan kami kasus-kasus korupsi yang terjadi pada diri Adriansyah ini merupakan sebuah cambuk dan peringatan buruk, agar para tokoh-tokoh banua lainnya bisa bercermin tidak melakukan perbuatan serupa'" ujar Sekretaris Jenderal Persatuan LSM Kalimantan ini.
"Harapan kami kasus-kasus korupsi yang terjadi pada diri Adriansyah ini merupakan sebuah cambuk dan peringatan buruk, agar para tokoh-tokoh banua lainnya bisa bercermin tidak melakukan perbuatan serupa'" ujar Sekretaris Jenderal Persatuan LSM Kalimantan ini.
1. Al Amin (PPP)
Politisi PPP ini adalah anggota
DPR pertama yang ditangkap KPK. Kala itu, dia menjabat sebagai anggota Komisi
IV dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP). Amin ditangkap di Hotel
Ritz-Carlton, Jakarta, Rabu (9/4/2008) sekitar pukul 01.30 WIB karena diduga
melakukan tindak pidana suap.
Al Amin bersama Sekda Kabupaten
Bintan digulung KPK, Rabu 9 April dinihari. Mereka tertangkap tangan sedang
melakukan praktek suap. Dari kejadian itu, KPK berhasil menyita uang tunai Rp 71
juta.
Dalam perkembangannya, kasus ini
heboh karena dibumbui wanita. Bahkan masalah tersebut jadi perhatian hakim
Pengadilan Tinggi Jakarta, meski dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Al Amin
akhirnya divonis 8 tahun penjara dalam putusan akhirnya. Dia juga diminta
mengembalikan uang negara sebesar Rp 2,3 milyar.
2. Bulyan Royan (PBR)
Bulyan Royan ditangkap KPK saat
duduk sebagai anggota Fraksi Partai Bintang Reformasi DPR RI. Dia dibekuk di
Plaza Senayan, Jakarta. Dia tertangkap tangan pada pukul 17.30 WIB, 1/8/2008.
Anggota Dewan dari daerah
pemilihan Riau itu menerima suap US$ 60 ribu dan 10 ribu euro. Suap itu terkait
dengan pengadaan kapal patroli di Ditjen Perhubungan Laut Departemen
Perhubungan. Di tingkat pertama, dia divonis 6 tahun penjara.
3. Abdul Hadi Jamal (PAN)
Abdul Hadi Jamal ditangkap
bersama pejabat Departemen Perhubungan, Darmawati Dareho. Dalam penangkapan
itu, KPK menyita uang 90.000 dollar AS dan Rp 54 juta. Penangkapan keduanya
diduga terkait proyek dermaga dan bandara di wilayah timur Indonesia Di
pengadilan Tipikor, Abdul Hadi Jamal divonis tiga tahun penjara.
4. Chairun Nisa (Partai
Golkar)
Chairun Nisa menjabat sebagai
anggota Fraksi Golkar saat ditangkap. Dia adalah perantara suap Akil Mochtar
dari Bupati Gunung Mas Hambit Bintih ke Akil Mochtar. Suap diberikan untuk
pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas yang tengah bergulir di MK. Nisa ditangkap saat sedang berada
di rumah Akil pengusaha Cornelis Nalau Antun. Dari penangkapan, disita duit Rp
3 miliar.
Sebagai imbalan atas jasa Nisa
sebagai perantara, Hambit memberikan duit Rp 75 juta kepada mantan anggota DPR
dari fraksi Golkar itu. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jl HR Rasuna
Said, Kuningan, Jaksel, Kamis 27 Maret 2014 menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara
kepada Chairun Nisa. Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut
7,5 tahun penjara.
5. Luthfi Hasan (PKS)
Penangkapan politikus PKS Luthfi
Hasan berbeda dengan kasus lainnya. Dia dijemput KPK saat berada di gedung DPP
PKS. Penangkapan terhadap Luthfi dilakukan sehari setelah rekannya, Ahmad
Fathanah, ditangkap di Hotel Le Meridien bersama seorang wanita.
Luthfi dinyatakan bersalah menerima suap dari PT Indoguna Utama lewat Fathanah. Di tingkat pertama, hakim menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1,3 miliar karena terbukti melakukan penerimaan suap terkait pengaturan kuota impor daging di Kementan pada 2013. Durasi hukuman 16 tahun bui itu merupakan akumulasi dari pasal korupsi dan pencucian uang. Untuk korupsi, dia dihukum 10 tahun dan pencucian uang 6 tahun. Di tingkat kasasi, hukuman pria beristri tiga ini ditambah, hukuman korupsi jadi 10 tahun dan pencucian uang 8 tahun.
6. Adriansyah (PDIP)
Ini adalah kasus tangkap tangan
anggota DPR terbaru di tahun 2015. Adriansyah ditangkap KPK saat berada di
hotel di Sanur, Bali disaat dan bertepatan Kongres PDI Perjuangan berlangsung. Tertangkapnya Adriansyah ini beserta diamankan uang ratusan ribu dolar Singapura diduga untuk
suap terkait izin usaha di Kalimantan. Politisi PDIP itu ditangkap
bersama seorang kurir berinisial AK dan pengusaha berinisial AH di Jakarta.
Bupati Tanah Laut aktif sekarang, Bambang Alamsyah yang juga merupakan anak kandung sendiri dari Adriansyah ketika mau di minta tanggapannya oleh mas media ini tidak sedang berada dikantornya hingga berita ini dinaikkan. (TIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar