MEDIA PUBLIK - JAKARTA .
Tiga hari lagi, pendaftaran calon kepala daerah yang hendak mengikuti pilkada
serentak pada 9 Desember 2015 dibuka.
Partai Nasdem, misalnya, salah satu partai yang pertama kali
menegaskan menolak mahar politik untuk kandidat kepala daerah.
Beberapa partai pun menyusul mengumandangkan hal yang sama. Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKB, Abdul
Kadir Karding mengumumkan partainya menolak pemberian uang mahar.
"Kalau soal uang mahar, kan dengan
tegas dilarang dalam UU Pilkada. Sanksinya sangat tegas," katanya di Jakarta , Kamis (23/7).
Partai Amanat Nasional (PAN) juga melakukan hal senada. Ketua Umum
DPP PAN, Zulkifli Hasan menyebutkan uang mahar merupakan sesuatu yang haram.
"Enggak pakai mahar, haram," katanya.
Dia menyatakan, partainya memiliki sejumlah kriteria saat
mengusung calon kepala daerah. "Untuk calonnya yang penting memiliki
wawasan kebangsaan. Tidak harus kader partai," ujar Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI itu.
Penolakan uang mahar juga dikemukakan Sekjen Dewan Pimpinan
Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Didi Supriyanto.
"Kita tidak terima yang mahar. Karena intinya partai ini bukan
jualan," katanya.
Bagaimana dengan Partai Demokrat, PDIP, Partai Golkar dan beberapa
partai lainnya?
Wakil Ketua Umum DPP PD terpilih, Syarief Hasan menegaskan bahwa
Partai Demokrat (PD) tidak akan memungut uang mahar terkait pemilihan kepala
daerah (pilkada) serentak tahap pertama 9 Desember 2015.
Dengan demikian, calon kepala daerah yang bakal diusung PD tidak
perlu menyiapkan sejumlah uang untuk PD.
"Di Demokrat tidak diperbolehkan ada yang mahar saat pilkada
nanti," katanya.
Dia menegaskan, partainya tentu akan mengimbau pengurus di daerah
agar tidak memungut uang mahar. "Satu sen pun tidak boleh. Kita gariskan
begitu," tegasnya.
PDIP juga senada menolak uang mahar. PDIP berkomitmen untuk
menyeleksi calon yang diusung dengan ketat.
"Bagi PDIP yang terpenting kami dapat menyeleksi calon kepala
daerah yang sesuai dan juga bisa memenuhi harapan masyarakat ke depannya,"
kata Wakil Sekjen DPP PDIP Eriko Sotarduga.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar versi Munas Bali, Idrus Marham
mengatakan tidak ada mahar atau uang setoran dari calon kepala daerah yang akan
diusung partainya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang digelar
beberapa bulan lagi.
Calon kepala daerah diusung berdasarkan penilaian objektif dari
Partai.
"Arahan Ketua Umum Aburizal Bakrie,
siapapun yang minta uang, laporkan kepada DPP dan kita akan kasih
tindakkan.Tidak ada uang setoran-setoran. Mahar-maharan," ujar Idrus.
Mudah Dibuktikan
Benarkah partai-partai tersebut tidak menerima mahar politik? “Ini
pertanyaan yang bagus,” kata peneliti senior Formappi, Lusius Karus di Jakarta,
Kamis (23/7).
Dikatakan, untuk membuktikan ada tidaknya mahar atau pernah
diminta mahar atau tidak oleh partai politik itu gampang-gampang susah.
Gampangnya, karena kandidat yang kalah akan bernyanyi. “Lagi pula
para kandidat itu kan
ada tim suksesnya. Banyak juga wartawan yang menjadi tim sukses. Dari NTT
misalnya, ada beberapa tim sukses yang sudah mulai buka-bukaan. Dan dari mereka
kami bisa mendapatkan informasi,” katanya.
Lusius lebih jauh mengatakan, pemberi dan penerima mahar politik
bisa dikategorikan melanggar undang-undang (UU).
Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur pemilihan kepala
daerah (pilkada), kata dia, dengan tegas melarang adanya uang mahar.
Parpol yang terbukti menerima uang mahar akan dikenai sanksi.
Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 47 UU Pilkada.
Lusius menyebut ada tiga bentuk sanksi untuk partai penerima mahar
dan kandidat pemberi mahar politik.
Pertama, jika terbukti
dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka parpol yang
bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang
sama.
Kedua, terkait pembayaran
mahar atau imbalan tersebut, KPU dapat membatalkan penetapan calon kepala
daerah.
Ketiga, parpol atau
gabungan parpol yang terbukti menerima imbalan atau mahar akan dikenakan denda
sebesar 10 (sepuluh) kali lipat dari nilai imbalan yang diterima.
Sementara itu, sumber SP di Jakarta, Kamis,
mengatakan, parpol sepertinya tidak peduli dengan larangan UU tersebut. Ada partai yang tetap
meminta mahar kepada kandidat.
“Jangankan meminta mahar kepada kandidat bukan kader, kepada kader
partai sendiri saja mereka meminta mahar yang tinggi. Ada partai yang meminta mahar hingga Rp 300
juta kepada kadernya,” katanya.
Sumber itu mengatakan, ada partai yang bermain dua kaki. Kepada
kadernya dia menjanjikan dukungan dengan mahar sekian, tetapi surat keputusan (SK) partai diberikan kepada
non-kader, hanya karena membayar mahar tinggi.
“Kita akan pantau dan menguji kosistensi partai politik, apakah
mereka masih meminta mahar atau tidak,” tutup Lusius. [L-8]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar