MEDIA PUBLIK - BALANGAN. Munculnya air berwarna susu di Sungai Balangan beberapa waktu lalu
melahirkan aneka kecemasan di kalangan masyarakat di sekitar operasi
tambang batu bara PT Adaro Indonesia di Kabupaten Balangan, Provinsi
Kalimantan Selatan.
Perubahan lingkungan air sungai, yang menjadi
tumpuan kehidupan ribuan masyarakat di wilayah utara Provinsi
Kalimantan itu konon pertama kali dalam sejarah. Dengan serta-merta
tudingan ditujukan ke perusahaan tambang pemegang kontrak Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi I Nomor
J2/J.I.DU/52/82 tanggal 16 November 1982 itu.
Menurut informasi,
keruhnya air Sungai Balangan akibat limbah tambang yang ada di tandon
penampungan meluber lantaran hujan, lalu masuk ke sungai.
Hal itu
hanya salah satu tudingan miring keberadaan perusahaan emas hitam yang
merupakan kontraktor dari pemerintah Indonesia. Masih ada "sejuta"
persoalan lingkungan yang dilontarkan berbagai kalangan yang mengaku
pencinta lingkungan terhadap perusahaan besar yang menandatangani
kontrak selama 30 tahun itu.
Tudingan lain, merebaknya air limbah
ke persawahan, berhamburannya debu ke udara, yang konon membawa
perubahan keasaman tanah lingkungan sekitar, bahkan rusaknya biota
sungai serta habitat flora fauna lainnya di daratan sekitar tambang.
"Dahulu
di wilayah tambang ini ada beberapa buah bukit atau gunung, menjadi
lokasi bagi warga berburu rusa, kancil, atau mencari beberapa burung.
Akan tetapi, sekarang sudah tidak ada lagi karena menjadi lahan
tambang," kata seorang warga.
Keluhan demi keluhan terus muncul
di kalangan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan penyuplai produk
tambang batu bara terbanyak di Tanah Air itu, yang diyakini bakal
menyuguhkan bencana besar.
Selain persoalan di atas, masih ada
keluhan berupa adanya peledakan-peledakan tanah oleh petugas tambang,
yang konon pula dipercayai akan mengubah struktur tanah yang bisa
menyebabkan gempa.
Kekhawatiran lainnya adalah kehadiran puluhan
tandon raksasa bak "bumi menganga" di beberapa lokasi tambang
perusahaan, yang sudah beroperasi sejak 1992 dan pada tahun 2014
memproduksi 55.321.427 ton ini.
Belakangan tersiar kabar atau isu
yang cukup "mengerutkan kening", yakni persoalann ganti rugi lahan
penduduk setempat yang dicadangkan untuk lahan tambang yang konon pula
ditunggangi oleh kegiatan para "mafia", yang kesemuanya perlu penanganan
dan kearifan karena hal itu bisa melahirkan konflik sosial.
Walau
keluhan bertubi-tubi terus dimunculkan, tidak ada yang bisa menahan
terus beroperasinya perusahaan, yang dahulunya milik pemodal asing, yang
kini beralih ke modal nasional itu.
Buktinya ,setelah selesai
penambangan di Kabupaten Balangan, perusahaan yang berkantor pusat di
Jakarta ini terus merambah operasinya ke Tutupan dan Wara ke Kabupaten
Tabalong, bahkan ke Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.
Tak Terbukti
Terus beroperasinya pertambangan skala besar itu karena tak terbukti melahirkan apa yang dikhawatirkan tersebut.
"Tidak
ada yang perlu dikhawatirkan. Kami melakukan penambangan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan pemerintah, terutama untuk menjaga lingkungan,"
kata Kepala Teknik Tambang PT Adaro Iswan Sujarwo.
Hal itu
dijelaskan Iswan Sujarwo yang didampingi Humas PT Adaro Kadarisman saat
menerima 20 orang peserta kegiatan Jurnalistik Tambang 2015 di Kantor PT
Adaro Dahai Paringin, 17--19 Februari 2015.
Tak adanya persoalan
lingkungan itu setelah pihak manajemen perusahaan terus mengupayakan
rehabilitasi bekas tambang, seperti reklamasi, penghijauan, dan
pengolahan air limbah yang sistimatis.
Menurut dia, setiap usaha
tambang yang dilakukan selalu dibarengi dengan pemikiran pengembalian
lingkungan yang persis seperti asal. Maka, setiap penggalian lubang
tambang, akan ada reklamasi dengan menyelamatkan tanah pucuk (top soil).
Usai
penambangan, material tanah (disposal) dikembalikan, termasuk tanah
pucuk (humus), sehingga areal tersebut bisa ditanami aneka tanaman
penghijauan hingga alam kembali seperti sediakala (semula jadi).
"Lihat
saja alam ini, ini bekas tambang," kata Kadarismnan, Humas PT Adaro,
tatkala mengajak wartawan yang tergabung dalam jurnalistik tambang
tersebut ke lokasi penghijauan lokasi tambang Paringin.
Dalam
pemantauan penulis lokasi bekas tambang Paringin tampak asri dengan
pohon-pohon menjulang, sementara terdapat beberapa danau yang begitu
jernih dan riak-riak air akibat ikan-ikan yang hidup di dalamnya.
Sementara
itu, tanaman air seperti genjer, kangkung, teratai, dan keladi masih
hidup dan subur di pinggiran danau yang menandakan alam itu sudah
kembali seperti semula.
Beberapa wartawan yang tergabung dalam
kegiatan tersebut, mengaku betah berlama-lama berada di kawasan hutan
hasil reklamasi tersebut sebab udaranya terasa dingin di bawah pehononan
yang rindang, apalagi di lokasi itu ada sebuah bangunan pendopo
konstruksi beton sebagai tempat istirahat atau pertemuan.
"Wah, asyik juga juga bertamsaya ke lokasi ini, bisa bermalam dan berkemah," kata Fahruraji, wartawan Radio Smart FM.
Sementara itu, wartawan LPP RRI mempertanyakan kepada petugas soal kepemilikan lahan setelah usainya operasi tambang ini.
"Lahan ini kan tidak ada bertuan kan, berarti boleh dong kita minta barang sedikit," katanya sambil bercanda.
Seorang
petugas bernama Pristo Janu menuturkan, lahan bekas usaha pertambangan,
sudah dikembalikan layaknya sebagai alam asal seluas 260 hektare di
lokasi tambang Paringin ini. Setelah ada pohon pelindung kini diusahakan
menanam jenis tanaman hutan yang lokal.
Ia menjelaskan bahwa
penghijauan kawasan itu bekerja sama dengan Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru. "Kalau di areal baru reklamasi seperti di Tutupan atau di
Wara Kabupaten Tabalong masih tidak mungkin langsung ditanami tanaman
asal, karena belum tersedia tanaman pelindung, sudah banyak dicoba di
sana tetapi mati. Namun, jika sudah hijau seperti ini, tanaman asal akan
hidup," tuturnya.
Selain itu, di dua lokasi Kabupaten Tabalong
itu sebagian besar masih beraktivitas tambang karena pengambilan batu
bara masih berlangsung sehingga hanya sedikit yang direklamasi.
Tanaman
asal tersebut seperti tanaman ulin (Eusideroxylon zwageri), meranti
merah (Shorea leprosula), balangeran (Shorea balangeran), gaharu
(Aquilaria malaccensis), hopea (Hopea adorata), mersawa (Anisoptera
marginata), Pulai (Alstonia scholaris), Jabon (Anthoecephalus cadamba),
dan Kemiri Sunan (Aleurites trisperma).
Selain sudah berkembang
biaknya jenis tumbuhan juga sudah pula berdatangan aneka satwa karena
tersedianya air untuk minum dan makanan bagi satwa-satwa tersebut.
"Berdasarkan
penelitian kini sudah hidup 76 spesies burung. Mereka mengonsumsi
buah-buahan dan nektar dari bunga-bunga pohon sehingga suasana alam
ditandai alunan simponi burung-burung tersebut," tutur Pristo Janu.
Semua
kegiatan pengembalian alam lingkungan ini sejak Juni 2009 sampai dengan
sekarang, seperti vegetasi, pola perlakuan vegetasi, pembuatan desain
penelitian uji jenis dan penanaman pengayaan, penanaman pada plot uji
jenis, pengamatan uji jenis, dan penyulaman tanaman.
Untuk
melakukan penghijauan ini, PT Adaro juga memiliki lahan pembibitan di
kawasan tambang Tutupan dengan luas sekitar 2 hektare dengan kapasitas
sekitar70.000--130.000 bibit dengan produksi rata-rata sekitar
10.000--30.000 bibit per bulan.
Dipembibitan ini aneka jenis
tanaman dibibitkan, seperti tanaman akasia, durian, pinus, cempedak,
angsana, nyamplung, albazia/sengon, ramania, pioner, jambu air, mahang,
flamboyan, bambu, kasturi, sungkai (lurus), kemiri, halaban, spatudea,
cemara, daun salam, kayu manis, dan lamtoro.
Kemudian, kayu
galam, eukalyptus, jeruk, kaliandra, nangka, gulinggang, cery, gamal,
asam jawa, turi, pinang, johar, sunan, jati putih/gmelina, kopi, jarak,
rambutan, kayu hutan, kepu, kelapa sawit, kupang, meranti, sirsak ,
ketapang, eboni, terembesi, pongamia gaharu, sukun , mahoni, kesambi,
waru, kayu putih, pulai, mangga, dan paku-pakuan.
Air Limbah
Seorang
karyawati berseragamkan pakaian perusahaan tampak tidak canggung
menenggak segelas air putih yang ngocor di keran sebuah penampungan air
hasil olahan dari air bekas tambang untuk mengobati dahaganya.
"Silakan minum," kata karyawati tersebut ketika menyambut kedatangan wartawan yang berkunjung ke lokasi ini.
"Ini
aman dan sehat," katanya lagi seraya mengambilkan beberapa gelas kepada
wartawan yang ikut dalam kegiatan jurnalistik tambang.
Berdasarkan
pemberitaan sebelumnya pengolahan air bersih di lokasi tambang ini
dinamakan Water Treatment Plant (WTP) T-300 ini diresmikan Menteri
Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Selasa, 2 Juni 2013.
Berdasarkan
pemberitaan tersebut, Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Arifin
menghadiri peresmian pemakaian WTP ini. Waktu itu Gubernur mengungkapkan
bahwa ini adalah langkah yang baik dari Adaro, yang memanfaatkan lahan
bekas tambang untuk menampung air hujan dan air limbah sebelum diolah
agar sesuai baku mutu untuk dialirkan ke sungai.
"Volume airnya amat besar dan ini menjadi sumber yang baik untuk masyarakat," katanya waktu itu.
Pada
acara tersebut, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya
mengungkapkan bahwa hal itu memang menjadi kewajiban perseroan untuk
memastikan tersedianya air bersih untuk warganya.
"Jadi, perusahaan tidak melulu memikirkan soal untung, tetapi juga soal sosial dan kelestarian alam," ujarnya.
Menurut
seorang petugas WTP Norvie Yudi kepada wartawan tim jurnalistik tambang
bahwa keberadaan WTP sangat membantu karyawan dan masyarakat untuk
kebutuhan air bersih yang kapasitasnya mencapai 20 liter per detik.
Air
bersih tersebut, kata dia, disuplai ke berbagai warga lingkungan
tambang yang kesulitan air bersih sehingga warga benar-benar terbantu.
Sebanyak 650 kepala keluarga (KK) telah memperoleh suplai air bersih
secara cuma-cuma selama 24 jam dengan sistem jaringan pipanisasi.
Hal
tersebut dibenarkan Kepala Desa Dahai Muhamad Yusuf yang diakuinya
warga selalu memperoleh air bersih dari PT Adaro. Bagi mereka, hal itu
merupakan berkah yang bisa dirasakan keberadaan perusahaan.
"Wilayah
kami memang sulit air bersih karena jauh dari sungai, sementara air
tanah selain sulit dicari. Seandainya ada, kualitasnya juga takbersih.
Oleh karena itu, sumbangan perusahaan kepada warga sangat disyukuri,"
katanya kepada para wartawan jurnalistik tambang yang datang bukan saja
dari Banjarmasin, melainkan juga dari Kalimantan Tengah.
Ia mengatakan bahwa air dari perusahaan tersebut tidak saja untuk mandi dan cuci, tetapi juga menjadi air minum.
"Selama ini, tidak ada masalah, berarti air tersebut sehat saja," kata Muhamad Yusuf.
Dalam
upaya mengolah air limbah bekas tambang itu, bukan saja langsung dibuat
air bersih, melainkan juga tidak sedikit diolah lagi dengan sistematis
sesuai dengan teknik pengendalian limbah oleh manajemen perusahaan anak
usaha PT Adaro Energy Tbk., yakni PT Adaro Indonesia.
Hal itu
dengan membuatkan beberapa tandon raksasa sebagai penampungan air
limbah, seperti tandon pertama, tandon kedua, dan tandon seterusnya
hingga tandon terakhir.
"Pada tandon terakhir inilah air diolah
hingga jika air dilepas ke sungai sudah tak memberikan dampak buruk
terhadap lingkungan. Misalnya, menurunkan tingkat keasaman air ke titik
normal," kata Humas Adaro Kadarisman yang didampingi anggota Humas
lainnya Iksan.
Untuk memastikan air limbah tersebut tak
berbahaya, di beberapa tandon diujicobakan budi daya udang galah
(Macrobrachium rosenbergii) dan ikan nila BEST (Bogor Enhanced Strain
Tilapia).
Upaya budi daya air bekas galian tambang itu hasil
kerja sama dengan LIPI Limnologi Cibinong Bogor. Upaya ini adalah untuk
memberikan sesuatu yang terbaik kepada masyarakat sekitar tambang
sebagai salah satu program pascatambang melalui usaha perikanan.
Berdasarkan
hasil analisis daging udang dan ikan nila, BEST dinyatakan layak dan
aman untuk dikonsumsi berdasarkan baku mutu yang mengacu pada Standar
Nasional Indonesia (SNI) untuk batas maksimum cemaran logam berat dalam
pangan.
Melihat kenyataan tersebut, sulit dikatakan jika operasi
pertambangan yang memperkerjakan 23.212 orang ini tidak memperhatikan
lingkungan, apalagi semuanya bebas diawasi oleh siapa pun, termasuk
wartawan. Tampaknya tidak ada yang ditutup-tutupi.
Usaha tambang
dengan subkontraktor lebih dari 170 perusahaan didukung 70 persen
perusahaan yang berasal dari sekitar wilayah operasi ini juga sudah pula
memberikan berkah bagi masyarakat sekitar tambang melalui dana CSR
untuk konservasi hutan, budi daya perikanan ekonomi, irigasi perikanan,
pertanian, sosial, pendidikan, wisata, olahraga, budaya--seperti
pengembangan kesenian daerah--, dan keagamaan, serta aneka kegiatan
masyarakat.
Memang cukup sulit menghitung berapa banyak dana yang
dikeluarkan perusahaan penyuplai batu bara PLTU Pulau Jawa dan Bali ini
untuk kebutuhan CSR.
"Wah, cukup banyak, kan sudah lama perusahaan ini beroperasi," kata Manager Corporate Social Responsibility (CSR) Idham.
Ia
meminta jangan dilihat berapa nilai yang dikeluarkan perusahaan untuk
CSR. Akan tetapi, seberapa jauh dampak CSR teradap kemajuan masyarakat.
Berdasarkan
informasi sudah ribuan pelajar dan mahasiswa yang memperoleh beasiswa
perusahaan, sudah begitu banyak sarana olahraga, tempat ibadah, dan
sarana lainnya memperoleh perbaikan melalui CSR, termasuk bantuan bibit
tanaman karet dan tanaman kebun buah-buahan lainnya.
Memang sulit
untuk menghitung keuntungan masyarakat terkait dengan kehadiran
perusahaan yang menghasilkan batu bara jenis Envirocoal yang dipasarkan
ke 18 negara ini sebab selain SCR, juga ada kontribusi pajak, kemudian
berupa royalti yang dikelola pemerintah pusat, kemudian setelah dibagi
sebagian kembali ke daerah ini. Anggaran itu tentu jumlahnya sangat
besar.
Bukti lain yang bisa menggambarkan keuntungan daerah
terkait dengan kehadiran perusahaan ini adalah kemajuan pembangunan
wilayah Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong, khususnya Kota
Paringin dan Kota Tanjung, yang melebihi kemajuan kota lainnya di 13
kabupaten dan kota lain di wilayah ini.
Kemajuan itu tak dipungkiri pula oleh siapa pun bahwa semuanya berkat kehadiran perusahaan ini.
Keuntungan
Walau
kontribusi perusahaan terhadap daerah tak dipungkiri begitu besar,
sebagian warga masih merasa belum puas. Pasalnya, kalau melihat
Undang-Undang Dasar Pasal 33 sumber daya alam dikelola negara untuk
kesejahteraan masyarakat, menurut mereka, rasanya belum seimbang dengan
berapa banyak produksi batu bara yang sudah keluar dari perut bumi
daerah ini.
"Susah membayangkan berapa banyak uang hasil tambang
sejak operasi 1992 hingga 2015. Produksinya sudah mencapai 55 juta per
tahun yang 2015 ini ditargetkan 65 juta ton. Kalau itu untuk
kesejahteraan, tentu masyarakat sudah sejahtera. Akan tetapi,
kenyataannya masih banyak warga sekitar tambang yang miskin," kata
seorang warga.
Oleh karena itu, disarankan agar perusahaan tidak
sekadar menghadiahkan royalti, pajak, dan CSR, tetapi hendaknya ada
ketentuan lagi yang mewajibkan sebagian keuntungan perusahaan harus
dikembalikan kepada masyarakat wilayah ini.
Bila kehadiran
perusahaan sudah benar-benar memberikan kesejahraan kepada masyarakat,
anggapan PT Adaro hanyalah menghadirkan "racun" akan berubah
pandangannya hingga memunculkan anggapan kehadirannya menyuguhkan
"madu". (TIM)