Aturan syarat menjadi anggota Legislatif diuji ke MK. 
    
    
 Berita Media Publik - Jakarta. Majelis panel MK menggelar sidang perdana pengujian undang-undang yang 
dimohonkan Antonius Iwan Dwi Laksono dan Moch Syaiful. Keduanya, yang 
berniat menjadi calon anggota legislatif pada Pemilu 2014 ini, memohon 
pengujian Pasal 51 ayat (1) huruf a-p UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD (Pemilu Legislatif).
 Para pemohon menilai tidak diaturnya batasan masa jabatan calon anggota
 legislatif dalam Pasal 51 ayat (1) UU Pemilu Legislatif menimbulkan 
ketidakadilan atau diskriminasi. Padahal, jabatan pejabat publik lainnya
 seperti Presiden, Hakim MK, Pimpinan KPK, KY, dan kepala daerah 
dibatasi masa jabatannya.  
 “Padahal, kepala daerah, presiden, dan calon anggota legislatif 
memiliki kesamaan yakni sama-sama dipilih langsung oleh rakyat, 
penyelenggaranya KPU/KPUD, jika bersengketa sama-sama diputus oleh hakim
 MK,” kata kuasa hukum pemohon, Muhammad Sholeh dalam sidang pemeriksaan
 pendahuluan di Gedung MK, Selasa (13/11).
 Menurut Sholeh seharusnya masa jabatan calon anggota legislatif 
dibatasi agar tidak disalahgunakan. Sebab, kecenderungan kekuasaan jika 
tidak dibatasi akan menyimpang. Sholeh menyebut ada wacana membatasi 
jabatan anggota legislatif, hanya dua atau tiga kali. Wacana ini 
dilontarkan Partai Amanat Nasional atau PDI-P.
 “Pasal itu seolah-olah ada ‘keistimewaan’, misalnya jika sudah dua kali
 menjadi anggota legislatif, kemungkinan terpilih kembali menjadi akan 
lebih kuat daripada calon lainnya karena gaji anggota DPR sangat besar. 
Ini bisa dibuat modal atu modal politik,” kata Sholeh.
 Atas dasar itu, pemohon meminta agar Pasal 51 ayat (1) itu dibatalkan 
karena bertentangan dengan Pasal 22, Pasal 27, 28D ayat (1), Pasal 28I 
ayat (1) UUD 1945. “Kita ingin ada persamaan di hadapan hukum baik 
anggota legislatif maupun warga negara pada umumnya,” katanya.    
 Ketua Majelis Panel, M. Akil Mochtar mempertanyakan legal standing
 para pemohon yang berniat menjadi calon anggota DPRD Sidoarjo. “Tetapi,
 Saudara sebutkan dari partai mana, atau mau mendaftar di jalur 
independen? ini saudara uraikan dalam permohonan,” kata Akil.
 Akil juga mempertanyakan tuntutan pemohon yang ingin membatalkan aturan
 syarat menjadi calon anggota legislatif. “Kalau semua syarat itu 
dibatalkan, apa keperluan atau hubungannya? Karena maksud saudara 
meminta adanya pembatasan masa jabatan anggota legislatif yang 
dibandingkan dengan pejabat publik lainnya,” katanya. “Syarat-syarat 
yang diuji masih umum.” 
 Ia mengatakan akuntabilitas anggota dewan diuji setiap ajang pemilu yang fairness.
 “Terbuka bagi publik, publik memilih, kalau seseorang terpilih 
berkali-kali sebagai anggota legislatif boleh-boleh saja. Kalau ada 
semangat pembatasan masa jabatan, kira-kira ada nggak hubungannya
 seseorang terpilih berkali-kali. Dulu PAN memang membatasi dua kali, 
tetapi sejak Munas di Batam 2010, pembatasan itu dicabut,” katanya.
 Permohonan lain
Sementara, seorang warga Cianjur, Hadi Setiadi juga mengajukan permohonan pengujian UU Pemilu Legislatif. Ia mempersoalkan Pasal 24 dan 27 UU Pemilu Legislatif yang mengatur penentuan daerah pemilihan anggota. Menurutnya, penentuan daerah pemilihan untuk calon anggota DPRD multitafsir sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Sementara, seorang warga Cianjur, Hadi Setiadi juga mengajukan permohonan pengujian UU Pemilu Legislatif. Ia mempersoalkan Pasal 24 dan 27 UU Pemilu Legislatif yang mengatur penentuan daerah pemilihan anggota. Menurutnya, penentuan daerah pemilihan untuk calon anggota DPRD multitafsir sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
 “Kita kesini akan mengajukan konsep penentuan daerah pemilihan sesuai 
metode matematika untuk menggantikan konsep yang ada dalam kedua pasal 
itu,” kata pria yang pernah gagal menjadi calon anggota DPRD.
 Untuk perkara pengujian Pasal 24 dan 27, Akil menilai permohonannya 
tidak lazim. Akil meminta sistematika permohonan mengikuti standar 
permohonan di MK. Akil menjelaskan Pasal itu mengatur dapil yang 
menyebutkan dapil anggota DPRD di kabupaten/kota jumlahnya 3 hingga 12 
kursi, ketentuan teknis soal ini diatur dalam peraturan KPU.
 “Permohonannya juga tidak ada petitumnya, ini kan aneh. Kita tidak 
berwenang memerintah KPU pakai metode Bapak, cukup minta pasal itu 
bertentangan dengan UUD 1945,” sarannya. (TIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar