Opini
Oleh: Rony Herta Dinata, SH (Direktur LEKEM Kalimantan Bid.
Advokasi Hukum)
Bahaya
laten Korupsi?,.. Apakah sekarang di negeri ini bahaya tersebut bisa
dikonotasikan dengan bahasa seperti zaman Orde Baru dulu yaitu bahaya laten
komunis?, bahkan untuk mengetik judul saja tadi, penulis beberapa kali salah ketik, mungkin
karena doktrin yang selama puluhan tahun diterima penulis dari kecil hingga membuat agak canggung.
Bayangkan
saja materi pendidikan tentang ini dari SD memasuki SMP memasuki SMA dan
memasuki Perguruan Tinggi semua anak bangsa ini wajib dan harus mengikuti semua
penataran P4-Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan GBHN, yang materinya
pembelajaran tersebut sama terus, hanya orang yang memberikan materi saja yang berbeda.
Mana
yang lebih berbahaya bahaya laten komunis di era orba, dimana orang yang
tersangkut gerakan 30 september didiskriminasi sampai keanak cucunya, selama
kurang lebih 34 tahun mereka menderita dan dikebiri hak-hak sipilnya oleh orde
baru, jangankan yang terlibat langsung dengan PKI, yang tidak terlibat langsung
pun dicap sebagai antek atau pengikut dari partai komunis tersebut. Bahkan diera orba tersebut untuk yang
menyimpang dari sesuatu hal yang sudah digariskan oleh pemerintah pun bisa juga
dicap sebagai bagian dari komunis.
Atau
bahaya laten korupsi yang sudah sangat bocor dimana-mana direpublik ini bukan
lagi rembesan air korupsi itu, tapi sudah bocor wadahnya, akibatnya uang yang
dikorupsi pun semakin besar jumlah rupiahnya, kalau rembes mungkin masih bisa ditambal
disana-sini agar tidak bocor lagi, nah kalau bocor bagaimana caranya untuk menambal?, satu-satunya jalan dan cara harus mengganti wadahnya dengan yang baru.
Coba
pernah tidak terpikir oleh para pemangku kebijakan diatas sana kalau bahaya
laten korupsi ini di diberikan hukuman yang represif dari segi moral yaitu
dengan mencantumkan tulisan di KTP pelaku korupsi di kolom pekerjaan, bahwa
yang bersangkutan “Bekas Koruptor”, buat mereka yang sudah menjalani hukuman
sebagai koruptor, berani tidak???...
Jangan
bicara HAM saja deh!!!, kalau sudah keranah HAM jadi debatable yang panjang
oleh pemerintah dan penentangnya, kalau soal HAM bagaimana dengan para
antek-antek PKI serta keluarganya dan bahkan juga yang bukan yang terlibat
langsung dengan PKI dimasa Orde Baru yang kartu indentitasnya ada cap bekas/eks
PKI, selama 34 tahun mereka menderita dengan hal tersebut dan baru diera
reformasi sekarang ini mereka diputihkan hak-hak sipilnya.
NegeriKu
ini sudah merdeka selama 67 tahun dan pada tanggal 17 Agustus 2012 tadi kita
merayakannya dan apakah cita-cita pejuang dahulu yang rela mengorbankan
segalanya bagi negeri NKRI ini?
Yaitu
dengan membebaskan rakyat bangsa ini dari segala bentuk penjajahan asing, perbudakan
dan juga dari kemiskinan serta bahkan oleh para Founding Father negeri ini
sudah termaktub didalam isi pembukaan UUD 45 yaitu :
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”.
Korupsi
di Bidang Konstruksi
Tragedi
runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara (Kukar) pada Sabtu sore, 26 November 2011
lalu menyisakan sejumlah catatan sekaligus keprihatinan. Runtuhnya jembatan
yang juga dijuluki Golden Gate-nya Indonesia itu dalam usia yang masih muda,
baru 10 tahun, menimbulkan sejumlah tanda tanya besar, keprihatinan sekaligus
kekhawatiran di benak kita semua. Seperti, bagaimana kualitas konstruksi
jembatan, bagaimana perawatannya selama ini, bagaimana pula kualitas SDM
konstruksi kita, dan sebagainya. Dan renungan terpenting dari tragedi tersebut
adalah inikah akibatnya jika sektor yang sangat strategis dikorupsi.
Indikasi
korupsi pada konstruksi jembatan mulai diendus oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Sejumlah praktisi konstruksi juga menemukan sejumlah fakta yang
bisa mengarah pada indikasi penyelewengan. Pihak kepolisian bahkan akan segera
menetapkan sejumlah tersangka terkait ditemukannya unsur pidana umum merujuk
pada pasal 359 dan 360 KUHP tentang kelalaian manusia yang mengakibatkan
hilangnya nyawa orang lain sekaligus mengusut lebih lanjut terkait adanya
indikasi pidana khusus atau korupsi yakni penyimpangan yang mengakibatkan
kerugian keuangan negara.
Sektor
Strategi dan Terkorup
Sebagaimana
kita ketahui, sektor konstruksi adalah salah satu sektor yang paling strategis
dan menentukan kehidupan masyarakat dan bangsa. Ia merupakan pilar utama
perekonomian bangsa terutama terkait dengan penyediaan infrastruktur sebagai
penopang utama roda perekonomian. Karenanya, sektor ini sangat berpengaruh
terhadap tingkat daya saing Indonesia. Sebagai dilaporkan oleh Global
Competitiveness Report 2010-2011 yang dilansir oleh World Economic Forum,
peringkat daya saing Indonesia terganggu oleh kondisi infrastruktur yang masih
buruk.
Sektor
konstruksi juga memiliki kontribusi yang besar terhadap produk domestik bruto
(PDB) dan terus mengalami kenaikan yang signifikan. Menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS), pada 1973 sumbangan sektor konstruksi terhadap produk domestik
bruto (PDB) masih sekitar 3,9%. Angka itu terus meningkat hingga mencapai 8%
pada 1997. Krisis ekonomi 1998 sempat menghentikan ekspansi bisnis konstruksi.
Hingga lima tahun pascakrisis, sumbangan sektor konstruksi terhadap PDB terus
menurun hingga mencapai 6% pada 2002. Setelah krisis berlalu, bisnis konstruksi
terus membaik. Pada 2005, sumbangan sektor konstruksi terhadap PDB mampu
menembus 6,35%. Pada 2008, sektor konstruksi juga tercatat tumbuh 7,3% menjadi
Rp419,3 triliun.
Dari
sisi penyerapan tenaga kerja, Data BPS menyebutkan kontribusi sektor konstruksi
dalam penyerapan tenaga kerja mencapai 4,37 juta jiwa pada 2006, terdiri atas
4,24 juta jiwa pekerja pria dan 124.932 jiwa pekerja wanita atau 4,60% dari
total angkatan kerja pada tahun itu yang mencapai 95,17 juta jiwa. Departemen
Pekerjaan Umum memprediksi, jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi pada 2009
menembus 5,2 juta orang. Potensi bisnis konstruksi di Indonesia juga sangat
besar. Pada 1995, pasar industri jasa konstruksi mencapai Rp45 triliun. Pada
2003, nilai proyek para pelaku usaha jasa konstruksi mencapai Rp159 triliun, di
mana 55% merupakan proyek swasta dan sisanya dari pemerintah. Nilai itu
menunjukkan tren yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Sayangnya, sektor
ini juga dicatat dan dikenal masyarakat sebagai sektor terkorup.
Berdasarkan
survey indeks persepsi korupsi yang dilakukan World Bank pada tahun 2005 di 15
negara, termasuk Indonesia, sektor konstruksi berada pada urutan terakhir atau
terkorup di antara 17 sektor perekonomian. Sektor korupsi dianggap rawan
penyimpangan, suap dan korupsi karena bidang pekerjaan konstruksi yang
melibatkan banyak pihak, dipandang dapat membuka peluang terjadinya suap dan
korupsi. Nilai kontrak yang relatif besar juga mempermudah untuk menyembunyikan
dana suap, korupsi dan mengatur mark-up harga. Di sisi lain, penampilan akhir
hasil dapat menyembunyikan rendahnya mutu bahan, volume dan penyimpangan metode
pelaksanaan. KPK bahkan menyebutkan bahwa tingkat kebocoran APBN di sektor ini
mencapai 40 persen, sedangkan tingkat kebocoran dalam pengadaan barang dan jasa
mencapai 30 persen.
Sudah
menjadi rahasia umum pula jika proyek konstruksi nasional telah menjadi
“bancakan” kader partai politik dan oknum pejabat pemerintah. Kajian Kadin
menyebutkan, sebagian besar pemenang proyek konstruksi sudah ditunjuk sebelum
pelaksanaan tender. Sebanyak 87 persen dari seluruh proyek konstruksi di
Indonesia telah ditetapkan pemenangnya sebelum tender berakhir. Dari angka
tersebut, 90 persen di antaranya syarat unsur korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN).
Korupsi Dalam Jabatan
Berbicara
masalah Korupsi tidak habis-habisnya, malahan dengan jabatan bisa di
manfaatkan sebagai ajang melakukan tindak korupsi, seperti dengan
sengaja mengurangi jam kerja, memanipolasi dengan kekutan jabatan yang
di emban dan banyak hal-hal lagi yang tidak cukup diuraikan dengan
tulisan ini. Bahkan para penegak hukumpun enggan melaksanakan tugasnya hanya
karena ditutupi dengan besarnya nilai rupian. Seperti contoh ada dua
orang aktifis di Kalimantan Selatan, mereka itu sangat gencarnya menyuarakan
aspirasi masyarakat, malahan mereka mendapatkan bala bencana musibah yang hampir
merenggut nyawa meraka berdua yaitu Abdul Kahar Muzakir MA dan Aspihani Ideris MH.
Abdul Kahar Muzakir seorang aktifis yang berani menyuarakan kebenaran, matanya disiram dengan air keras sehingga mengakibatkan kebutaan pada matanya dan kasus tersebut sudah 4 tahun berjalan sang pelaku belum juga tertangkap serta Aspihani Ideris di tusuk belakang punggungnya ketika usai rapat besar para aktifis-aktifis Kalimantan sehingga mengakibatkan seluruh tubuhnya membiru kecoklatan akibat racun yang menjalar ketubuhnya dan kasus ini sudah 3 tahun berjalan belum bisa diungkap oleh pihak Kepolisian hanya di indikasikan pejabat penegaknya enggan bertindak dikarenakan tutupan helaian rupiah, padahal kalau pihak berwajib ada keseriuasan mau mengungkap pasti bisa terungkap pelaku dan dalang dari semua itu. Nah ini salah satu contoh bagian dari korupsi juga.
Abdul Kahar Muzakir seorang aktifis yang berani menyuarakan kebenaran, matanya disiram dengan air keras sehingga mengakibatkan kebutaan pada matanya dan kasus tersebut sudah 4 tahun berjalan sang pelaku belum juga tertangkap serta Aspihani Ideris di tusuk belakang punggungnya ketika usai rapat besar para aktifis-aktifis Kalimantan sehingga mengakibatkan seluruh tubuhnya membiru kecoklatan akibat racun yang menjalar ketubuhnya dan kasus ini sudah 3 tahun berjalan belum bisa diungkap oleh pihak Kepolisian hanya di indikasikan pejabat penegaknya enggan bertindak dikarenakan tutupan helaian rupiah, padahal kalau pihak berwajib ada keseriuasan mau mengungkap pasti bisa terungkap pelaku dan dalang dari semua itu. Nah ini salah satu contoh bagian dari korupsi juga.
Korupsi
pada semua sektor kehidupan pasti akan memunculkan bahaya dan kerugian yang
tidak sedikit. Apalagi pada sektor konstruksi yang merupakan salah satu sektor
paling strategis bagi masyarakat dan bangsa.
Sebagai
sektor yang kerap dijadikan mesin uang melalui sejumlah praktik kolusi dan korupsi
yang sangat kental, korupsi di jabatan dan konstruksi tak ubahnya seperti bom waktu. Muncul
kekhawatiran tragedi serupa akan terulang dengan jumlah korban dan materi yang
tidak sedikit mengingat sektor konstruksi umumnya bersentuhan langsung dengan
kehidupan masyarakat. Terutama sebagai sarana transportasi seperti jalan dan
jembatan, maupun sebagai pusat pelayanan public seperti rumah sakit dan
sekolah. Apalagi, Indonesia adalah negara yang sangat rentan bencana terutama
gempa bumi dan tsunami. Bila tidak segera diantisipasi, konstruksi yang
digerogoti korupsi ditambah oleh kerentanan Indonesia terhadap bencana, akan
menjadi bom waktu yang bisa menelan banyak korban jiwa dan kerugian material
yang besar. Secara umum, korupsi di konstruksi yang tidak segera diberantas
pastinya juga akan berpengaruh buruk terhadap perekonomian dan daya saing
Indonesia di mata para investor.
Tragedi
runtuhnya Jembatan Kukar sekali lagi mengingatkan kita bahwa bahaya laten
korupsi tidak bisa ditutupi oleh tampilan semegah apapun meski nyaris menyamai
Golden Gate di San Fransisco Amerika Serikat. Hanya dalam waktu 10 tahun,
kemegahan itupun runtuh dengan menelan banyak korban jiwa dan materi yang tidak
sedikit.
Dari
hal-hal diatas kita sebagai warga Negara dan elemen-elemen organisasi kemasyarakatan
yang baik berkewajiban melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap menjalarnya
bahaya laten Korupsi ini yang sudah membudaya di kalangan yang mendapatkan kesempatan
untuk melakukan hal itu, seperti instansi pemerintahan dan bahkan dari pihak
penegak hukumpun perlunya kita lakukan pemantauan dan pengawasan dari penyakit
korupsi ini.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar