MEDIA PUBLIK - JAKARTA. Hakim Sarpin Rizaldi
memutuskan bahwa penetapan tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah. Putusan itu dibacakan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2/2015).
"Menyatakan penetapan tersangka termohon (Budi Gunawan) oleh pemohon (KPK) adalah tidak sah," kata Sarpin.
Sarpin menganggap bahwa KPK tidak bisa mengusut kasus yang menjerat Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Kasus Budi, menurut hakim, tidak termasuk dalam kualifikasi seperti diatur dalam UU No 30 tahun 2002 tentang KPK.
Dalam putusannya, Hakim menganggap bahwa Komisaris Jenderal Budi Gunawan bukan termasuk penegak hukum dan bukan penyelenggara negara saat kasus yang disangkakan terjadi. Ia sependapat dengan bukti-bukti dokumen yang disampaikan pihak Budi.
Hakim juga menganggap kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan tidak termasuk dalam kualifikasi mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat. Hakim pun menganggap tidak ada kerugian negara dalam kasus yang menjerat calon kepala Polri itu.
KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. KPK belum mengungkapkan secara detail mengenai kasus yang menjerat Budi.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Komisaris Jenderal Budi Gunawan terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.
Dikabarkan pula bahwa Presiden Joko Widodo akan memenggil Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan ke istana Bogor malam ini terkait masalah status Budi sebagai Calon Kapolri.
"Menyatakan penetapan tersangka termohon (Budi Gunawan) oleh pemohon (KPK) adalah tidak sah," kata Sarpin.
Sarpin menganggap bahwa KPK tidak bisa mengusut kasus yang menjerat Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Kasus Budi, menurut hakim, tidak termasuk dalam kualifikasi seperti diatur dalam UU No 30 tahun 2002 tentang KPK.
Dalam putusannya, Hakim menganggap bahwa Komisaris Jenderal Budi Gunawan bukan termasuk penegak hukum dan bukan penyelenggara negara saat kasus yang disangkakan terjadi. Ia sependapat dengan bukti-bukti dokumen yang disampaikan pihak Budi.
Hakim juga menganggap kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan tidak termasuk dalam kualifikasi mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat. Hakim pun menganggap tidak ada kerugian negara dalam kasus yang menjerat calon kepala Polri itu.
KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. KPK belum mengungkapkan secara detail mengenai kasus yang menjerat Budi.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Komisaris Jenderal Budi Gunawan terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.
Dikabarkan pula bahwa Presiden Joko Widodo akan memenggil Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan ke istana Bogor malam ini terkait masalah status Budi sebagai Calon Kapolri.
Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan
Korupsi Johan Budi mengatakan, pimpinan beserta biro hukum dan pejabat
struktural KPK sempat mengajukan opsi akan mengajukan peninjauan kembali
ke Mahkamah Agung atas putusan sidang praperadilan. Hal tersebut untuk
menyikapi putusan hakim Sarpin Rizaldi yang mengabulkan sebagian gugatan
Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
"Ada opsi-opsi yang sempat dibahas dalam pertemuan pimpinan dengan
berbagai pihak. Opsinya adalah kita PK atau tidak," ujar Johan di Gedung
KPK, Jakarta, Senin (16/2/2015).
Johan mengatakan, upaya hukum untuk menindaklanjuti putusan
praperadilan sempat dipertimbangkan. Namun, lanjut Johan, saat ini KPK
masih menunggu salinan lengkap putusan tersebut dari Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan (PN Jaksel). "KPK perlu pelajari salinan putusan secara lengkap," kata Johan.
Johan mengatakan, dalam waktu dekat, KPK akan menyurati PN Jaksel
untuk meminta salinan putusan praperadilan. Setelah itu, kata Johan,
salinan tersebut akan dikaji terlebih dahulu untuk memutuskan langkah
apa yang akan ditempuh KPK nantinya.
"Nanti akan dikaji biro hukum dan pimpinan KPK secara serius, baru akan disampaikan
apa sebenarnya sikap KPK terkait putusan itu. KPK perlu waktu untuk
mempelajarinya," kata Johan. (TIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar