MEDIA PUBLIK - MAKASSAR. Aparat
Kepolisian Polsekta Bontoala masih menahan empat orang anak dibawah
umur yang tersangkut kasus pidana pencurian yang sempat kabur dari
tahanan beberapa waktu lalu.
Penahanan terhadap anak dibawah umur yang
dilakukan polisi, menuai tanggapan dari berbagai pihak di Kota
Makassar. Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abd Azis yang
dimintai tanggapannya terkait penahanan anak dibawah umur mengaku sangat
menyayangkan tindakan aparat kepolisian.
Aparat penegak hukum dinilai tidak
mengacu pada undang-undang perlindungan anak. Padahal, banyak upaya yang
bisa dilakukan dalam penyelesaian kasus pidana yang dilakukan anak.
“Penyidik harusnya tetap mengacu pada
Undang-undang Perlindungan Anak, bukan pidana murni. Banyak cara yang
bisa dilakukan polisi, seperti mengedepankan persuasif yakni upaya damai
atau segalanya. Apalagi kasus pencurian, polisi bisa mencoba cara damai
antara korban dan pelaku. Jika sepakat, ya kasusnya dihentikan atau
apalah. Jadi saya sangat menyayangkan sikap polisi,” katanya, Minggu
(12/08/2012).
Hal senada yang dikemukakan Direktur Lembaga Peduli Sosial, Ekonomi, Budaya, Hukum dan Politik (LP-SIBUK) Sulsel Djusman AR. Menurut dia, meskipun dugaan pencurian
yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Polisi harusnya mengedepankan
Undang-undang Perlindungan Anak dan pasal 21 Kitab Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Dimana, kewenangan penahanan belum mendapat putusan
hukum atau Inkra dari pengadilan.
“Tidak semuanya kasus, tersangkanya harus
ditahan. Lagi-lagi polisi keliru dalam penangani kasus yang harus
menahan tersangka pencurian yang dilakukan anak di bawah umur. Dimana,
penahanan bisa dilakukan polisi jika tersangka itu melarikan diri,
menghilangkan barang bukti atau merusak barang bukti dalam proses
penyelidikan dan penyidikan. Tapi saya rasa, kalau seperti Andika
umurnya baru 14 tahun mau melarikan diri, tidak mungkin. Terlebih lagi
jika berupaya menghilangkan atau merusak barang bukti. Berbeda dengan
kalau kasus pembunuhan, polisi bisa melakukan penahanan. Tapi harus
memisahkan dengan tahanan dewasa ataukah dititip di ruangan mana saja
agar tidak merusak spikologi anak itu sendiri,” paparnya.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA)
Sulawesi Selatan, Mappinawan mengatakan, pihaknya sudah sering kali
melakukan sosialisasi kepada aparat penegak hukum.
Hanya saja, jika pimpinan polisi
setingkat Kapolsekta berganti biasanya berubah dan terlupakan lagi.
Namun, harusnya aparat penegak hukum dalam menangani kasus anak
melakukan koordinas atau memanggil konselor seperti pemerhati anak,
lembaga lain yang peduli akan anak.
“Penahanan terhadap anak dibawah umur
juga bukan menjadi satu pilihan, tetapi sedapat mungkin penyidik
mengedepankan Undang-undang Perlindungan Anak. Bukan juga berarti, anak
kebal dengan hukum tapi dilihat juga kasitasnya. Kan proses hukum bisa
tetap jalan, tapi tidak mesti dilakukan penahanan terhadap anak. Polisi
bisa melakukan pembinaan dalam berbagai cara atau menitipkan anak
tersebut ke orang tuanya untuk didik,” jelas mantan Ketua Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Sulsel ini.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan
Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sulsel, Komisaris Besar (Kombes) Polisi
Chevy Achmad Sopari mengatakan, kasus kaburnya tujuh tahanan dari
Polsekta Bontoala kini tengah ditangani oleh Polrestabes Makassar.
Mengenai anggota yang melakukan
pelanggaran, tetap akan diberikan sanksi administrasi dan tidak ada
anggota Polsekta Bontoala yang ditahan karena tidak ada unsur pidananya.
Sedangkan, kakak salah seorang tahanan,
Rahayu mengaku, dirinya dimintai uang Rp 5,5 juta untuk penangguhan
penahanan adiknya Andika (14) terkait kasus pencurian oleh Polsekta
Bontoala. Hanya saja, polisi baru mengembalikan uang Rp 5 juta dan
sisanya Rp 500 ribu belum dikembalikan.
“Saya berharap, adik saya tidak ditahan.
Karena bisa menambah rusaknya mental adikku kasihan. Makanya, saya rela
membayar jutaan rupiah untuk penangguhan penahanan adikku. Tapi
nyatanya, polisi sudah menerima uang tapi tidak juga menepati janji
penangguhan penahanan untuk Andika. Setelah seluruh tahanan Polsekta
Bontoala kabur, barulah datang polisi mengembalikan uang Rp 5 juta dan
masih ada Rp 500 ribu belum dikembalikan. Itupun uang saya pinjam untuk
kebaikan adikku, karena memang saya orang golongan miskin,” tutur Rahayu
yang akrab disapa Ayu ini kepada wartawan.
Sebelumnya diberitakan, ketujuh tahanan
tersebut, Saharuddin (19), Rifki alias Kiki (17), Rudi (16), Andika
(14), Daniel (21) yang kesemuanya warga Jl Maccini Sawah, Fadli (16) dan
Amri (20) warga sekitar pasar tradisional Panampu.
Dari tujuh orang ini, lima orang
diantaranya yakni, Saharuddin, Kiki, Rudi, Andika dan Daniel kembali
berhasil diringkus 30 menit setelah kabur dari penjara. Sementara dua
orang lainnya, Fadli da Amri kini masih dalam pengejaran polisi.
Ketujuh tahanan tersebut kabur saat
menjelang sahur dengan menjebol plafon toilet sel markas Polsekta
Bontoala. Ketujuh tahanan itu menyeberang ke halaman masjid Al Markaz Al
Islami dan berbaur dengan kerumunan jemaah masjid yang sedang
menunaikan ibadah. (TIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar