MEDIA PUBLIK - BANJARMASIN. Pasca pelaksaan PEMILU 9 April yang
baru saja dilaksanakan ternyata sangat banyak meninggalkan kesan negatif, diantaranyanya banyak sekali prilaku curang
dilakukan oleh para caleg agar bisa duduk di kursi legislative yang empuk
seperti praktik money politik yang terang-terangan dan bahkan praktik
menghilangkan atau mengambil suara individu dari sesama partai politik itu
sendiri. Praktik kecurangan yang sangat transparan di masyarakat, khususnya
perbuatan bagi-bagi uang (Money Politik) walaupun hal ini tidak bisa dipungkiri
namun pelakunya tidak bisa ditangkap dan atau ditindaklanjuti dengan baik dan tuntas
oleh lembaga yang berwenang dalam PEMILU, jika para petugas bertindak
sebagaimana tugas yang diemban tentunya kecurangan tersebut harus
ditindaklanjuti oleh PANWASLU disemua tingkat kabupaten/kota. Sangat ironis dan
memalukan kinerja PANWASLU sangat jauh dari yang diharapkan, sebenarnya prilaku
para caleg itu sangat mudah dilakukan penelusuran dan pembuktian, namun tekad
untuk menuntaskan hal tersebut tidak terpatri dihati para petugas yang
sebenarnya digaji dan diamanahkan untuk menuntaskan hal tersebut, cetus
Aspihani Ideris
Prilaku PANWASLU tersebut di atas terkuak saat aktifis Lembaga
Kerukunan Masyarakat Kalimantan “LEKEM Kalimantan” mendapat informasi dan
langsung melakukan investigasi kelapangan pada tanggal 14 April 2014 ternyata
adanya salah satu caleg dari salah satu partai
kontestan Pemilu di Kabupaten Tanah Laut dari PKS melakukan kecurangan
dengan membagi-bagikan uang kepada pemilih, dan caleg tersebut mendapatkan
hasilnya dengan meraih suara terbanyak. Mendapatkan informasi tersebut, 3 orang
anggota Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan “LEKEM Kalimantan” (Ahmad Yani,
M. Noor dan Fahmi Anshari). “Kami
delegasikan untuk menindaklanjuti dan melaporkannya ke PANWASLU TALA, hasilnya
mereka mendapatkan beberapa bukti diantaranya dua kwitansi senilai 3juta rupiah
dan kwitansi senilai 6juta rupiah sebagai bentuk uang jasa pencoblosan caleg
dari PKS”. Ujar Aspihani Ideris.
Dijelaskannya juga bahwa terdapat didalam Pasal 85 butir ayat
(4) menegaskan tentang Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) hurup c, huruf g, huruf I dan
huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu. Tegasnya jika ternyata
ada salah satu kontestan Pemilu melakukan pelanggaran sebagaimana terdapat
dalam UU No.8 Tahun 2012 ini, maka harus ada sanksi hukumnya, selain itupula
ditegaskan dalam Pasal 88 mengenai sanksi atas pelanggaran larangan Kampanye
Pemilu disebutkan bahwa dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas
adanya pelanggaran kampanye Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 86 ayat
(1) dan ayat (2) oleh pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu,
maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota harus menjatuhkan sanksi
sebagaimana diatur dalam UU No.8 Tahun 2012 tersebut, yaitu berupa pembatalan
dari calon tetap atau pembatalan sebagai calon terpilih, dan sepatutnyapun
suara yang telah didapat dari caleg yang melakukan pelanggaran tersebut batal
atau tidak berlaku, urai Direktur Eksekutif LEKEM Kalimantan.
Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan
“LEKEM Kalimantan” Aspihani Ideris,
S.AP, SH, MH ini menegaskan bahwa tindakan money politik atau kecurangan
lainnya yang diduga dilakukan oleh kontestan Pemilu 2014 dari partai PKS Dapil
Pelaihari 1 ini jelas-jelas sudah melanggar ketentuan UU Pemilu No.8 Tahun 2012,
dimana ditegaskan dalam Pasal 86 butir ayat (1) bahwa “Pelaksana, peserta dan
petugas Kampanye Pemilu dilarang, menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu,” kata Alumnus Magister Hukum UNISMA
Malang ini.
Senada dengan petinggi LEKEM Kalimantan lainnya Ahmad Yani menuturkan bahwa pelanggaran
yang kami dapat adalah adanya salah satu caleg dari PKS Dapil Pelaihari 1 telah
melakukan money politik dan bukti dokumen dan para saksi telah kami dapatkan
dalam waktu 4 hari sejak usai pencoblosan, maka pada Tanggal 20 April 2014 kami
datang ke PANWASLU untuk melaporkan adanya dugaan money politik tersebut dan pada tanggal 21 April 2014 para saksi
kami datangkan kembali ke PANWASLU untuk memberikan keterangan kesaksiannya.
Tegas Yani.
"Pada tanggal 25 April 2014 dengan perjuangan yang gigih kami
lakukan lanjut Ahmad Yani, PANWASLU menyerahkan hasil kajiannya kepada kami,
dan setelah kami pelajari ternyata PANWASLU TALA tidak PAHAM hukum, begitu pula
dengan admistrasi dokumen yang disertakannya."
Secara Administratif surat undangan ke Sentra GAKKUMDU
(Sentra Penegakkan Hukum Terpadu) tertanggal 08 April 2014 guna membahas
laporan pelapor dan hasilnya pun juga tidak sesuai, baik dari segi isi maupun
penandatangan isi rekomendasi, yaitu hanya ditandatangani Divisi Penanganan
Pelanggaran tanpa menyertakan anggota GAKKUMDU yang terdiri dari kepolisian dan
kejaksaan, kata Yani.
Lebih lanjut Ahmad Yani menjelaskan bahwa isi dari Kajian
GAKKUMDU jika laporan dari pelapor adalah “tidak memenuhi tenggang waktu, yakni paling
lama tujuh hari sejak kejadian diketahui”. Amar putusan dari hasil
kajian PANWASLU yang juga menyertakan GAKKUMDU sangatlah mencoreng dan
mengangkangi rasa keadilan serta SUPREMASI HUKUM itu sendiri yang jelas
tertuang dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaan PEMILU, UU No. 8 tahun 2012 tentang PEMILU Anggota DPR, DPD dan
DPRD serta PKPU No. 15 tahun 2013 tentang Perubahan atas PKPU No. 01 Tahun 2012
tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Khusus mengenai isi rekomendasi PANWASLU yang menyatakan jika
laporan pelapor adalah “tidak dapat direkomendasikan ke penyidik
karena laporan sudah melewati batas waktu (laporan kadaluarsa)“
merupakan dictum yang sangat lucu dan terkesan tidak paham hukum, padahal dalam
pembahahasan tersebut menyertakan pihak kepolisian dan kejaksaan. UU No. 8
Tahun 2012 sudah sangat jelas mengatur sanksi pidana yang berhubungan dengan
prilaku curang tersebut, apalagi dasar hukum yang menjadi alasan penolakan
tersebut dengan mengacu pada Per-Bawaslu No. 3 Tahun 2013 Pasal 7 yang berbunyi
“laporan
harus disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditemukan atau diketahui”
adanya dugaan pelanggaran PEMILU tersebut. Para aktifis menemukan informasi
pada tanggal 14 April dan selanjutnya ditindaklanjuti guna mendapatkan bukti
dan para saksi, setelah data terkumpul pada tanggal 20 April dilakukan
pelaporan dan 21 April para saksi dimintai keterangan dengan menyatakan
kebenaran perkara yang dilaporkan. Ujar Ahmad Yani.
Badrul Ain Sanusi Al
Afif, MS, MH juga
angkat bicara dalam hal maraknya money politik ini, “Memperhatikan hal
tersebut, PEMILU 2014 yang terindikasi kuat diwarnai banyak kecurangan,
khususnya Money Politik di wilayah Kalimantan Selatan maka dalam hal ini kami
meminta dan mendesak dengan TEGAS kepada aparat yang berwenang untuk kembali ke
jati diri sebagai aparat pelaksana penegak hukum dengan melaksanakan tugas dan
wewenang yang diberikan untuk menindaktegas semua pelaku kecurangan tanpa
terbuai dengan “Money Politik” dari para kontestan PEMILU.” Katanya.
Direktur Persatuan LSM Kalimantan ini menjelaskan Khususnya
PANWASLU KAB. TALA, termasuk pihak-pihak yang tergabung dalam Sentra GAKKUMDU
TALA, agar meninjau ulang hasil KAJIAN TEMUAN yang bernomor :
03/LP/PANWAS-TALA/I/2014 yang kami anggap telah cacat hukum dan ketidakpatutan
dalam mempelajari hukum, tegasnya PANWASLU TIDAK PAHAM HUKUM. Pungkas Badrul.
Untuk itu pula, tegas Badrul Ain, kami dari Persatuan LSM
Kalimantan akan segera melanjutkan perkara ini ke Mahkamah Konstitusi (MK)
sebagai bentuk keseriusan kami menuntaskan perkara KECURANGAN PEMILU guna
memberi pelajaran dan efek jera terhadap para pejabat yang diberikan wewenang
melaksanakan tugasnya agar ke depan lebih baik dan tidak tergoda dengan
perilaku curang yang dilakukan oleh para kontestan PEMILU, khususnya para
caleg-caleg curang yang terlibat di dalamnya. (TIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar