Foto
Ir. H. Pangeran Muhammad Noor (Gubernur Kalimantan 1945-1950)
BERITA MEDIA PUBLIK
Ditulis Oleh: Aspihani Ideris, S.AP (Wakil Ketua Komisi IV DPRD Banjar)
Menengok Kembali Peristiwa Sekitar 17 Agustus 1945 Menyimak Jasa-Jasa Pahlawan Penegak Kemerdekaan Di Bumi Kalimantan Selatan...
Hari ini Ahad tepatnya tanggal 17 Agustus 2008 saya mencoba mempublikasikan relisan saya tentang sejarah perjuangan kemerdekaan di Kalimantan. Mudah-mudahan relesan saya ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengetahui sekilas perjuangan masyarakat Kalimantan dalam merebut Kemerdekaan Republik Indonesia.
Bulan Agustus dari tahun ke tahun selalu menyapa masyarakat Indonesia dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI, maka seperti tahun-tahun yang lalu juga Agustus tahun ini dan bahkan Agustus-Agustus mendatang, kembali akan menyapa masyarakat Indonesia dengan lembayan bendera merah putih berbagai ukuran berderet-deret terpampang di jalanan dan di depan rumah penduduk di negeri ini, tidak terkecuali di Kalimantan Selatan. Merah putih telah ditetapkan oleh bapak-bapak para pejuang kemerdekaan negeri ini sebagai warna bendera Indonesia merdeka. Dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dibacakan di Jakarta oleh Ir. Soekarno atas nama seluruh bangsa Indonesia, maka negeri ini telah melangkah memasuki kemerdekaan.
Bulan Agustus dari tahun ke tahun selalu menyapa masyarakat Indonesia dengan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI, maka seperti tahun-tahun yang lalu juga Agustus tahun ini dan bahkan Agustus-Agustus mendatang, kembali akan menyapa masyarakat Indonesia dengan lembayan bendera merah putih berbagai ukuran berderet-deret terpampang di jalanan dan di depan rumah penduduk di negeri ini, tidak terkecuali di Kalimantan Selatan. Merah putih telah ditetapkan oleh bapak-bapak para pejuang kemerdekaan negeri ini sebagai warna bendera Indonesia merdeka. Dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dibacakan di Jakarta oleh Ir. Soekarno atas nama seluruh bangsa Indonesia, maka negeri ini telah melangkah memasuki kemerdekaan.
Dibulan
Agustus ini berbagai kegiatan telah dilaksanakan oleh masyarakat guna
memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia serta guna mengenang para
pejuang kemerdekaan yang begitu gigih merebut negeri ini untuk mencapai sebuah
negara yang berdaulat dan mandiri.
Saat ini
kita sudah memasuki masa alih suatu generasi, karena itu masyarakat Indonesia
saat ini sudah sebagian besar adalah orang-orang yang lahir sesesudah
kemerdekaan. Semakin jauh jarak waktu suatu peristiwa terjadi apalagi bagi
mereka yang lahir jauh sesudah peristiwa terjadi, akan semakin rentan
terjadinya keliru persepsi tentang peristiwa tersebut. Ketika itulah perlu
peran sejarah untuk menjembatani seseorang dengan masa terjadinya suatu
peristiwa dalam merebut kemerdekaan bangsa ini. Manakala orang tidak mengenal
sejarah maka akan terjadi miskonsepsi yang akan membuat seseorang kurang
memahami makna suatu peristiwa yang pernah terjadi ditahun silam.
Dari
momentum perang dunia ke II yang telah lalu merupakan sebuah pelajaran yang
sangat berharga, bahwa Kalimantan telah dijadikan sebagai salah satu sasaran
antara atau sasaran batu loncatan yang bagus sekali mencapai tujuan pokok yaitu
pusat Indonesia dalam upaya untuk menguasai kepulauan Indonesia. Kenyataan yang
ada pada saat itu baik Jepang maupun Sekutu telah melakukan siasat perang yang tidak
jauh berbeda yaitu Kalimantan harus dikuasai.
Tujuan para
penjajah menguasai Kalimantan tentunya adalah guna melengkapi kebutuhan
logistik berupa bahan-bahan mentah yang di Kalimantan sangat dikenal kaya akan
bahan tersebut seperti karet, minyak, batubara, mangan, besi, uranium, emas,
intan berlian dan lain-lain sebagainya. Semua bahan-bahan logistik tersebut
sangat dibutuhkan oleh negara-negara dunia dan Kalimantan ini merupakan sebuah
pulau harapan yang sangat penting dalam usaha selanjutnya.
Pulau
Kalimantan ini merupakan sebuah pulau terbesar yang ada di Indonesia dari
ribuan pulau yang ada. Pulau Kalimantan ini pada mulanya dikuasai oleh penjajah
Belanda, kemudian pernah beralih tangan ketangan penjajah Jepang pada
bulan Januari sampai Februari 1942, setelah dapat menguasai Semenajung
Malaya dan kepulauan Pilipina. Tercatat dalam sejarah penguasaan Jepang di
Balikpapan dilakukan pada tanggal 24 Januari 1942 guna merebut penguasaan
minyak yang ada di Balikpapan tersebut guna persiapan penguasaan negeri
Indonesia. Sebelum itu Jepang telah melancarkan serangan ke Miri, Kuching
(Serawak), Brunai, Tarakan, Pontianak dan Kota Waringin. Penyerangan ini
terjadi pada tanggal 11 Januari 1942. Penyerangan yang telah di lakukan oleh
Jepang ini mendapatkan hasil gemilang, dan dengan penguasaan daerah tersebut
Jepang telah berhasil menguasai arus lalu lintas di selat-selat seperti Selat
Karimata, Selat Makassar dan lain-lain.
Dalam
melakukan penyerangan guna penguasaan daerah-daerah tersebut tentara Jepang
tidak mendapat perlawanan berarti, hanya ketika akan melakukan penyerangan dan
pendaratan di Balikpapan saja Angkatan Laut Jepang harus menghadapi
serangan-serangan perlawanan yang maha dahsyad dilancarkan oleh gabungan dari
Angkatan Laut Belanda dan Armada Asia Amerika Serikat. Di perairan Balikpapan
ini terjadilah sebuah perang terbesar pertama selama pecahnya Perang Pasipik
yaitu perang antara Angkatan Laut Jepang melawan Angkatan Laut Sekutu. Dalam
perang di perairan Balikpapan ini walaupun dimenangkan oleh tentara Angkatan
Laut Sekutu, namun tidak dapat menghindari pendaratan Jepang yang mengakibatkan
lancarnya pendudukan Jepang selanjutnya untuk menguasai seluruh negeri
Indonesia. Setelah sekian waktu penguasaan Jepang di daerah tersebut, pada akhirnya
Jepang takluk juga ditangan sekutu dan pulau Kalimantan ini sebagian dapat di
kuasai oleh tentara Sekutu dan tentara Australia. Kejadian penaklukan ini
terjadi sekitar bulan Mei, Juni dan Juli 1945 dan begitu juga di Labuhan
tentara sekutu berhasil menaklukan tentara Jepang yang terjadi pada tanggal 10
Juni 1945. Selain itupula disusul pendaratan besar-besaran tentara sekutu di
Balikpapan dalam penaklukan tentara Jepang pada tanggal 4 Juli 1945.
Kejadian ini
mengakibatkan terputusnya penguasaan Jepang terhadap daerah yang kaya akan
alamnya di Indonesia, karena tentara Sekutu dapat menguasai sebagian besar
daerah yang pada mulanya dikuasai oleh tentara Jepang seperti Selat Makassar
dan Selat Karimata atau yang disebut dengan Laut Tiongkok Selatan. Dengan
kalahnya tentara Jepang di peperangan di perairan Balikpapan dan daerah yang
kaya akan minyak ini menyebabkan membatalkan misi peperangan Jepang
selanjutnya, karena mesin peperangannya akan lumpuh akibat kekurangan persedian
minyak.
Proklamasi
17 Agustus 1945 yang diperingati dan dirayakan setiap tiba bulan Agustus
dimaksud adalah merupakan sebuah suatu kejadian besar yang kemudian menentukan
jalannya sejarah bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan tersebut dicetuskan
oleh para pejuang bangsa ini dalam masa vacuum of power. Ketika itu
Jepang yang terlibat dalam Perang Dunia II dan sedang menjajah Indonesia,
menyerah kepada Sekutu (Amerika dkk) pada tanggal 14 Agustus 1945. Sedangkan
tentara Sekutu sebagai pemenang perang belum mengambil alih kekeuasaan atas
Indonesia.
Dengan
adanya perintah yang dikeluarkan pihak Sekutu kepada Pemerintah Jepang di
Indonesia untuk menjaga status quo mulai jam 01:00 Wita siang tanggal 16
Agustus 1945, menyebabkan pimpinan tentara Jepang di Jakarta yang sebelumnya
merestui rencana Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia, kemudian melarangnya.
Selain itu
dalam kalangan para pejuang pencetus kemerdekaan juga terjadi perbedaan
pendapat. Rencana pembacaan Proklamasi Kemerdekaan yang dilakukan dalam sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 16 Agustus 1945 tidak disetujui
oleh para pemuda. Karena itu untuk mencegah terlaksananya rencana tersebut,
beberapa pemuda menjemput dan membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke
Rengas Dengkeluk. Sehingga rencana pembacaan Proklamasi gagal dilakukan pada
tanggal 16 Agustus 1945.
Ketika
mengetahui Jepang telah jatuh dan di Indonesia terjadi Vacuum of Power,
para pemuda di bawah pimpinan Chairul Saleh mengantarkan kembali Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta dari Rengas Dengkelok ke Jakarta, serta mendesak agar
keduanya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dengan persetujuan dan
dihadiri oleh anggota-anggota PPKI dari daerah-daerah di Indonesia, Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Ir. Soekarno atas nama seluruh rakyat
Indonesia, dengan didampingi oleh Drs. Moh. Hatta, pada tanggal 17 Agustus 1945
jam 10,00 pagi bertempat di Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Usaha para pemuda
untuk menghindari kemerdekaan Indonesia sebagai hadiah Jepang tercapai, karena
Proklamasi Kemerdekaan dibacakan tidak lagi seizin Pemerintah Jepang di
Indonesia yang ketika itu telah menerima pesan untuk mempertahankan status quo
sampai datangnya tentara.
Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia adalah merupakan perwujudan dari Atlantic Charter tanggal
10 Agustus 1941 yang mengakui hak menentukan nasib sendiri (right of
selfdeterminition) bagi semua bangsa di dunia. Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia tersebut sesuai pula dengan Piagam Perdamaian (Charter of Peace) dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 25 Juni 1945, yang mengakui hak azasi dan
menghendaki kerja sama antara bangsa-bangsa di dunia.
Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan di Jakarta itu, kemudian diusahakan
dengan segala cara agar dapat diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia yang
mendiami ribuan pulau yang tersebar di Nusantara yang luas ini. Sumbangan yang
besar nilainya dalam sejarah penyebaran berita Proklamasi ketika itu adalah
bantuan yang dilakukan oleh para buruh Kantor Berita Domei yang bekerja dibawah
pengawasan Pemerintah Jepang. Dengan tidak memperdulikan akibat yang mungkin
terjadi atas diri mereka, dan tanpa izin Pemerintah Jepang mereka telah membuat
selebaran yang berisi teks Proklamasi tersebut, mereka juga menyiarkannya
melalui radio.
Sementara
itu segera setelah para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan selesai mengikuti
rapat-rapat dalam rangka membentuk Pemerintahan Indonesia Merdeka, mereka
kemudian dipulangkan ke daerah masing-masing dengan membawa tugas melaksanakan
segala sesuatu yang perlu sehubungan dengan Kemerdekaan Negara Indonesia yang
telah diproklamirkan.
Pada mulanya
berita Proklamasi 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh Bung Karno dari
Pengangsaan Timur 56 Jakarta itu tidak sampai terdengar di Kalimantan Selatan
pada umumnya di pulau Kalimantan, walaupun terdengarpun juga tidak jelas berita
kebenarannya. Karena pada waktu itu radio-radio milik masyarakat telah dirampas
oleh tentara Jepang, namun ada beberapa radio rimbun yang sempat disimpan. Maka
dengan alat-alat inilah dicoba mencuri berita secara sembunyi-sembunyi.
Akhirnya didapatlah berita bahwa tentara Jepang telah kalah dan bertekuk lutut
dihadapan Sekutu.
Berita
Proklamasi Kemerdekaan baik yang dilakukan melalui siaran radio rimbun maupun
yang kemudian dibawa dari Jakarta oleh A.A. Hamidhan dan A. A. Rivai tokoh yang
ditunjuk sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan mewakili daerah
Kalimantan waktu itu secara beriringan dapat diterima oleh masyarakat di
Kalimantan Selatan pada tanggal 24 Agustus 1945. Dalam hal ini diberitakanlah
lewat Surat Kabar Borneo Shimbun di Banjarmasin dan Kandangan tentang
Proklamasi Kemerdekaan yang ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta yang
isinya tentang Undang-Undang Dasar Negara, Susunan Pemerintah dan pengangkatan
Ir. H. Pangeran Muhammad Noor sebagai Gubernur pertama Kalimantan.
Sekilas
tentang Ir. H. Pangeran Muhammad Noor. Beliau dilahirkan di Martapura tanggal 24
Juni 1901.Gelar pangeran beliau dapatkan karena beliau termasuk
keturunan Raja Banjar yaitu garis keturunan dari Ratu Anom Mangkubumi Kentjana
binti Sultan Adam Al Watsiq Billah.
Nama kecil beliau adalah H. Gusti Muhammad Noor. Sejak kecil beliau telah
terlihat cerdas, namun belaiu tidak menyombongkan diri walaupun beliau masih
termasuk keluarga bangsawan. Beliau tidak membatasi pergaulan, kawan-kawan
beliau berasal dari seluruh lapisan masyarakat.
Ir. Pangeran M. Noor menempuh pendidikan mulai HIS lulus tahun 1917,
kemudian MULO lulus tahun 1921, dilanjutkan ke HBS lulus tahun 1923,
selanjutnya beliau melanjutkan Tecnise Hooge School (THS) Bandung dan tahun
1927 beliau lulus dengan gelar Insiyur. Beliau merupakan orang Kalimantan
pertama yang bergelar Insiyur, setahun setelah Ir. Soekarno.
Pada periode tahun 1935-1939 beliau menggantikan ayahnya Pangeran
Muhammad Ali sebagai Wakil Kalimantan dalam Volksraad di masa pemerintahan colonial
Hindia Belanda .Setelah habis periode, beliau digantikan oleh Mr. Tadjuddin
Noor.
Sebelum kemerdekaan, beliau termasuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
bersama Soekarno dan Hatta. Sesaat setelah proklamasi kemerdekaan, Presiden
Soekarno menunjuk beliau sebagai Gubernur Kalimantan periode 1945-1950. Dalam
perjuangan mempertahankan kemerdekaan, beliau memilih bertempat di daerah Jawa
Tengah dan Jawa Timur, dengan alasan agar dekat dengan pemerintah pusat.
Namun seluruh operasi gerilya di Kalimantan tetap dibawah komando
beliau. Dalam upaya tersebut beliau mendirikan pasukan MN 1001 yang terdiri
dari pejuang-pejuang Kalimantan yang ada di Jawa. Pasukan MN 1001 merupakan
singkatan dari Pasukan Muhammad Noor 1001 Akal. Selama aksinya, pasukan MN 1001
sering menerobos blokade Belanda pada jalur Jawa - Kalimantan. Diantara pejuang
yang pernah menerobos blokade ini adalah Letkol Hasan Basry, Tjilik Riwut, dan
lain-lain.
Penyiaran
melalui radio yang dilakukan oleh para buruh bangsa Indonesia yang bekerja di
Kantor Domei dapat ditangkap melalui “radio gelap” di Kota Kandangan (Kabupaten Hulu Sungai
Selatan sekarang). (pada zaman Jepang semua
radio di kuasai oleh Penguasa Jepang). Berita Proklamasi melalui radio Kantor Berita Domei tersebut
dapat diterima langsung oleh Ahmad Kusasi seorang pegawai di Kantor Pemerintah
Jepang Kandangan dan sekaligus sebagai seorang teknisi radio yang tinggal di
Kampung Pandai (Jalan Singakarsa sekarang).
Berita
tersebut kemudian tersebar secara bisik-bisik di kalangan tokoh pejuang di
daerah Hulu Sungai baik di Kandangan maupun di Barabai. Kemudian dengan penuh risiko berita
kemerdekaan tersebut pada tanggal 20 Agustus 1945 dimuat dalam surat kabar
Borneo Shimbon edisi Hulu Sungai yang dipimpin oleh H. Ahmad Basuni. Tetapi
penguasa Jepang di Hulu Sungai Kandangan yang juga mendapat perintah untuk
mempertahankan ”status quo” sejak menyerahnya Jepang kepada Sekutu, segera
mengambil tindakan memberangus dan melarang peredaran surat kabar yang terbit
pada hari itu.
Tetapi
walaupun surat kabar yang memuat tentang Proklamasi tersebut tidak sempat
beredar secara resmi, namun diantaranya ada juga yang lolos beredar sampai ke tangan
masyarakat. Apalagi kemudian terjadi pembicaraan dan tannda tanya masyarakat
tentang mengapa Jepang melarang peredaran surat kabar yang terbit hari itu.
Sehingga akhirnya rakyat secara tidak langsung mengetahui juga isi berita dari surat kabar tersebut. Bahkan masyarakat Kandangan dan Barabai yang pada waktu itu sedang
mengadakan pasar malam, kemudian memberi tema pasar malam tersebut sebagai
“Pasar Malam Perayaan Kemerdekaan Indonesia”.
Sementara
itu berita tentang kemerdekaan yang juga sampai kepada masyarakat Banjarmasin,
pada awalnya sempat terpendam karena ketatnya pengawasan yang dilakukan tentara
Jepang. Usaha penyiaran berita Proklamasi di Banjarmasin secara terbuka baru
dimulai sesudah A.A. Hamidhan dan A. A. Rivai tiba dari Jakarta. Beliau adalah anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang berasal dari daerah Kalimantan Selatan
yang turut serta menghadiri upacara pembacaan Proklamasi 17 Agustus 1945 di
Jakarta. Beliau tiba di Banjrmasin pada tanggal 24 Agustus 1945 dengan membawa
tugas-tugas yang dibebankan oleh Pemerintah Pusat.
Tugas-tugas
yang harus A.A. Hamidhan dan A. A. Rivai tokoh yang ditunjuk sebagai anggota
Panitia Persiapan Kemerdekaan mewakili daerah Kalimantan laksanakan setelah
tiba di Banjarmasin tersebut adalah:
(1)
Mendirikan Komite Nasional Indonesia (KNI) Daerah Kalimantan,
(2)
Mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), dan
(3)
Membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Tugas-tugas
tersebut tidak langsung dapat dilakukan oleh A.A. Hamidhan dan A. A. Rivai,
karena setibanya di Banjarmasin rumah mereka dijaga ketat oleh tentara Jepang
dan tidak mengizinkan beliau bepergian dan juga menerima tamu.
A.A.
Hamidhan selain sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dari
daerah Kalimantan, pada waktu itu juga menjadi Penanggung Jawab dan Pimpinan
Redaksi Surat Kabar Borneo Shimbon Banjarmasin, sekaligus juga sebagai
wartawan. Dalam usaha menyebarkan berita tentang kemerdekaan tersebut, masih
dalam pengawasan ketat penguasa Jepang, walaupun agak terlambat kemudian
berhasil memuat berita-berita tentang kemerdekaan tersebut dalam Borneo Shimbon
terbitan No. 851 Minggu 26 Hatji-Gatsu 2605 (26 Agustus 1945).
Penguasa
Jepang yang masih terikat dengan insruksi mempertahankan “status quo” tetap
tidak mengizinkan dimuatnya teks Proklamasi, kecuali yang kemudian dapat dimuat
adalah teks tentang Maklumat Pembangunan Negara Indonesia Merdeka dan teks
Bentuk Indonesia Merdeka yang berisi tentang UUD Negara RI dan telah dipilihnya
Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno dan sebagai Wakil Presiden Drs. Moh.
Hatta. Sebagai risiko pemuatan berita tersebut A.A. Hamidhan harus meninggalkan
Banjarmasin. Konon semula beliau sekeluarga tinggal di Malang, tetapi kemudian
ke Jakarta dan aktif bekerja membantu Mr. Kasman Singodimejo yang menjabat
sebagai Kepala Keamanan Daerah Jakarta. Baru setelah pengakuan kemerdekaan A.A.
Hamidhan kembali ke Banjarmasin.
Setelah
peristiwa penyiaran tentang kemerdekaan di Borneo Shimbon Banjarmasin tersebut
penguasa Jepang masih ketat memepertahankan “status quo”. Beberapa tokoh
masyarakat yang dicurigai diancam akan ditangkap, sehingga beberapa diantara
mereka ada yang menyingkir ke Pulau Jawa. Karena situasi tersebut para pemimpin
rakyat di daerah ini umumnya kemudian bertindak sangat hati-hati.
Barulah
setelah Proklamasi berumur kurang lebih dua bulan, perubahan-perbahan mulai
terjadi. Berita Proklamasi berkali-kali disiarkan melalui Radio Republik di
Jakarta. Disamping itu surat kabar-surat kabar dari Jawa yang berisi tentang
kegiatan-kegiatan Negara Indonesia Merdeka yang baru diproklamirkan tersebut
telah banyak pula yang sampai ke daerah ini. Sejak itu pula beberapa pemimpin
rakyat yang merasa bertanggung jawab mulai melakukan pembahasan-pembahasan
tentang tindakan yang akan dilakukan sehubungan dengan telah diproklamasikannya
kemerdekaan Indonesia.
Kalau
sebelumnya tentara Jepang yang menjadi penghalang bagi rakyat dalam melakukan
kegiatan-kegiatan sehubungan dengan kemerdekaan Indonesia ini, maka selanjutnya
kekuasaan berpindah ke tangan tentara Australia yang telah menerima wewenang
bertindak atas nama Sekutu. Tentara Australia mendarat di Banjarmasin tanggal
17 September 1945 dibawah komando Kolonel Rabson. Dalam rombongan tentara
Australia tersebut membonceng orang-orang Belanda sebanyak 160 orang dibawah
pimpinan Mayor A.L. van Assenderp. Mereka mempunyai organisasi sendiri yang
disebut NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Tujuan mereka hendak
menguasai kembali Indonesia setelah Jepang menyerah kepada Sekutu.
Kedatangan
tentara Australia bersama orang-orang NICA ke daerah ini pada mulanya tidak
menimbulkan reaksi di kalangan masyarakat Bahkan sebagian besar rakyat
menerimanya dengan rasa gembira. Apalagi kemudian rakyat mengetahui bahwa
tentara Australia yang datang tersebut hanya bertugas untuk:
1. Melucuti
senjata dan mengembalikan orang-orang Jepang ke negerinya.
2.
Membebaskan dan mengurusi pengembalian tawanan perang Sekutu (APWI=Allied
Prisoners and War Internees) ke negara mereka masing-masing.
Tetapi
situasi kemudian berubah setelah tersiar selebaran dari kaum politisi Indonesia
yang beralamat di Metropole Hotel Melbourne Australia. Selebaran tersebut telah
disebarkan pada tanggal 1 Oktober 1945. Isinya menyatakan bahwa Indonesia telah
merdeka dan mengajak segala lapisan masyarakat serta golongan pegawai, polisi,
buruh dan lain sebagainya untuk bersatu dan supaya menolak kedatangan
orang-orang NICA.
Sejak
peristiwa itu rakyatpun mulai bergerak. Pemimpin-pemimpin rakyat mulai
menampakkan diri. Selebaran dari kaum politisi Melbourne tersebut dianggap
perlu untuk disebarkan lebih luas di masyarakat. Sehubungan dengan hal itu di
Banjarmasin, Hadhariah M., F. Mohani, Hamli Tjarang dan Abddurrahman Noor
mengadakan pembicaraan. Hasilnya kemudian berlangsung penyebaran lebih luas isi
selebaran tersebut di masyarakat, serta berlangsungnya aksi pencoretan terhadap
rumah-rumah orang Belanda di Banjamasin oleh para pemuda, yang menyatakan bahwa
rumah-rumah itu milik Pemerintah Republik Indonesia.
Peristiwa
serupa terjadi juga di Kandangan yang dilakukan oleh H. M. Rusli dan Hasnan
Basuki serta kawan-kawan, sedangkan di Barabai dilakukan oleh H. Baderun dan M.
Ideris Abdurrasyid serta kawan-kawan.
H. Baderun
dan M. Ideris AR merupakan pejuang di Barabai yang dikenal sebagai pasukan gaib.
Menurut sejarah pasukan gaib ini merupakan salah satu pasukan elet dan ditakuti
oleh tentara penjajah. makam mereka diantaranya terdapat di daerah Kambat
Selatan Kecamatan Pandawan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, tepatnya di belakang
Madrasah Tsanawiyah saat ini (sebelumnya terdapat sebuah masjid).
Sedangkan makam M. Ideris bin Abdur Rasyid atau dikenal dengan Tuan Guru Hadji Ideris berada di Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, tepatnya di jalan Martapura Lama Km.11,500 Desa Gudang Hirang belakang langgar Darul Muztahidin masuk sekitar 100meter.
Sedangkan makam M. Ideris bin Abdur Rasyid atau dikenal dengan Tuan Guru Hadji Ideris berada di Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, tepatnya di jalan Martapura Lama Km.11,500 Desa Gudang Hirang belakang langgar Darul Muztahidin masuk sekitar 100meter.
Dari Pulau
Jawa kemudian diterima kabar bahwa Ir. Pangeran Muhammad Noor diangkat sebagai
Gubernur Propinsi Kalimantan. Tokoh-tokoh rakyat di Banjarmasin segera
mengadakan rapat di sebuah rumah di Jalan Andalas. Di tempat ini mereka
membentuk Panitia Kemerdekaan Daerah yang disebut Komite Nasional Indonesia
(KNI) Daerah Kalimantan Selatan. Dalam rapatnya malam itu KNI Daerah Kalimantan
Selatan ini memutuskan dua keputusan, yaitu:
1. Bahwa
daerah Kalimantan Selatan menyatakan menjadi bagian dari Negara Republik
Indonesia.
2. Sebagai
Residen diangkat Pangeran Musa Ardikusuma.
Lahirnya KNI
Daerah Kalimantan Selatan ini tidak mendapat reaksi dari tentara Australia dan
NICA. Tidak ada larangan terhadap KNI Daerah yang telah dibentuk tersebut,
begitu juga terhadap keputusan-keputusannya yang telah tersiar luas di
masyarakat. Dengan terbentuknya KNI Daerah Kalimantan Selatan dan telah
diangkatnya Residen Kalimantan Selatan Pangeran Musa Ardikusuma, rakyat di
daerah ini tidak ragu-ragu lagi tentang berita Indonesia Merdeka. Hanya yang
menjadi tanda tanya, apakah tentara Australia dan NICA yang ada di daerah ini
benar-benar merestui kemerdekaan itu.
Sejenak
perasaan lega dan gembira mengisi perasaan para pemimpin dan rakyat di daerah
ini. Dari “Kompi X” tentara Australia yang ditugaskan di Kalimantan Selatan
ini, rakyat telah mendapatkan informasi yang isinya menyatakan bahwa rakyat di
daerah ini seharusnya bertindak “menurunkan bendera Belanda dan menaikkan
bendera Merah Putih”, tetapi mengapa belum bertindak demikian. Tanpa ada
prasangka dan dengan modal keyakinan bahwa kemerdekaan adalah hak milik bangsa
Indonesia, maka rakyat Kalimantan Selatan akan melaksanakan perayaan
kemerdekaan dan pengangkatan Residen serta peresmian berdirinya Pemerintah
Republik Indonesia Daerah Kalimantan. Para pemuda beserta rakyat merencanakan
perayaan itu pada tanggal 10 Oktober 1945 di semua daerah Kalimantan Selatan,
dengan acara: (1) Menurunkan bendera Belanda, (2) Menaikkan bendera Merah
Putih, (3) Pawai keliling kota.
Ketika
rakyat sudah berkumpul di lapangan (halaman Gubernuran sekarang) untuk
melaksanakan acara tersebut, NICA dengan dibantu oleh pimpinan tentara
Australia mengeluarkan larangan dengan disertai ancaman senjata. Adanya
larangan yang tak diduga-duga oleh pihak NICA itu, membuka kedok tujuan
orang-orang NICA yang datang membonceng rombongan tentara Australia tersebut.
Rakyat yang kecewa dengan adanya larangan itu mulai bereaksi. Sehubungan dengan
itu untuk menghindari pertumpahan darah, Kolonel Rabson dari tentara Australia
mengundang Pengurus Besar PRI (Persatuan Rakyat Indonesia) untuk berunding guna
menenteramkan keadaan yang semakin memanas. Dari perundingan itu diputuskan:
(a) Pada hari itu rakyat dibolehkan mengadakan pawai keliling kota dengan
membawa bendera dan lencana Merah Putih, (b) Di daerah-daerah (Hulu Sungai)
rakyat boleh menaikkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Keputusan
yang dipaksakan dan pelaksanaannya diawasi dengan senjata tersebut dilakukan
juga oleh sebagian rakyat yang masih sanggup menahan emosi mereka. Di
daerah-daerah, yaitu di Kandangan, Barabai, dan Amuntai, setelah melewati
rintangan-rintangan tersebut, secara sederhana upacara menaikkan bendera Merah
Putih dengan diiringi lagu Kebangsaan Indonesia Raya dilakukan juga sekedar
tanda syukur Indonesia Merdeka.
Dari
peristiwa yang terjadi pada tanggal 10 oktober 1945 itu terlihat adanya peranan
NICA yang diwujudkan melalui tentara Australia. Tentara Australia yang secara
resmi bertugas atas nama Sekutu di daerah ini nyatanya pada waktu terjadi
peristiwa tersebut mentaati dan mmbantu sepenuhnya komando NICA. Rahasia itu
baru diketahui kemudian, bahwa ternyata waktu itu sudah ada keputusan
penyerahan kekuasaan atas daerah Kalimantan Selatan dari tentara Australia
kepada NICA, yakni sejak tanggal 1 Oktober 1945. Tetapi karena NICA merasa
belum kuat, maka untuk sementara keputusan tentang penyerahan kekuasaan
tersebut perlu dirahasiakan. Barulah pada tanggal 24 Oktober 1945 keputusan
tersebut diumumkan oleh Sir Thomas Albert Blamey, Panglima Tertinggi Tentara
Australia.
Dengan telah
berkuasanya NICA secara resmi tersebut, rakyat menyadari bahwa Belanda ingin
berkuasa kembali di daerah ini. DR. H.J. van Mook yang berhasil melarikan diri
ke Australia ketika Belanda menyerah kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942
kemudian membentuk pemerintahan Hindia Belanda dalam pelarian, dan kini
melakukan usaha-usaha licik untuk dapat mengover pemerintahan yang telah
ditinggalkan oleh Jepang.
Setelah
mengetahui bahwa Jepang telah menyerah van Mook di Australia menyiapkan
Pemerintahan Civil Hindia Belanda (NICA). Kemudian dengan membonceng tentara
Sekutu (Australia dan Inggris) mereka berhasil sampai di Indonesia. Dalam
rangka hendak berkuasa lagi di Indonesia, maka sesudah tentara Sekutu
meninggalkan Indonesia, van Mook melancarkan politik “federalisme”. Dengan cara
mengemukakan tujuan-tujuan yang menarik seperti yang yang dilakukan van Mook di
Konperensi Malino, Pangkal Pinang dan Denpasar. Van Mook berusaha mencegah agar
daerah-daerah di Indonesia tidak akan menggabungkan diri ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tindakan van
Mook ini jelas hendak menggagalkan berdirinya Negara Indonesia yang telah
diproklamirkan dengan wilayah meliputi daerah bekas Hindia Belanda dahulu.
Untuk menghadapi usaha-usaha van Mook tersebut di Kalimantan Selatan lahir
bermacam-macam gerakan organisasi perlawanan bersenjata dan organisasi politik.
Memasuki
tahun 1946 di Kalimantan Selatan telah terdapat beberapa organisasi perlawanan
bersenjata yang bertujuan mempertahankan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
Organisasi-organisasi perlawanan tersebut, seperti:
1. BPRIK
(Barisan Pemuda Republik Indonesia Kalimantan) di Banjarmasin, di bawah
pimpinan M. Rusli cs.
2. GERMERI
(Gerakan Rakyat Mempertahankan Republik Indonesia Kalimantan) di Banjarmasin,
di bawah pimpinan Hasnan Basuki cs.
3. BPPKI
(Barisan Pelopor Pemberontak Kalimantan Indonesia) yang dibentuk berdasarkan
instruksi dari Ir. Pangeran Muhammad Noor selaku Gubernur Kalimantan yang
berkedudukan di Yogyakarta. Organisasi ini untuk daerah Hulu Sungai dipimpin
oleh M. Yusi cs., dan untuk daerah Martapura dipimpin oleh Gusti Saleh.
4. GERPINDOM
(Gerakan Rakyat Pengejar Pembela Indonesia Merdeka) di Amuntai, dipimpin oleh
Abdulhamidhan cs. Di Birayang telah berdiri pula GERPINDOM (Gerakan Pemuda
Indonesia Merdeka) dipimpin oleh Abdurrahman Karim cs.
Usaha-usaha NICA
mendekati dan mengajak sementara para pemimpin rakyat untuk bekerja sama dengan
mereka, menyebabkan ada beberapa tokoh rakyat yang meninggalkan perjuangan.Tapi
rakyat bersama para pemimpin yang setia pada Proklmasi masih terus berjuang
dengan segala kemampuan yang ada. Korban berguguran, namun semangat kemerdekaan
terus mendorong untuk tetap melanjutkan perjuangan.
Pemerintah
Republik Indonesia melalui Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor yang
berkedudukan di Yogyakarta memberikan bantuan dengan mengirimkan
rombongan-rombongan ekspedisi ke daerah Kalimantan. Ekspedisi-ekspedisi
bersenjata yang anggotanya terdiri dari putra-putra daerah yang berada di Jawa
tersebut, antara lain: (1) Rombongan IX Pelopor BPRI (Barisan Pemberontak
Indonesia). (2) Rombongan Mustafa Idham. (3) Rombongan Husin Hamzah. (4)
Rombongan M.N. 1001 Tjilik Riwut.
Sementara
itu di Haruyan (wilayah Kab. HST sekarang) lahir sebuah organisani bersenjata
bernama “Lasykar Syaifullah”, Oganisasi ini tidak bertahan lama karena pimpinan-pimpinannya
ditangkapi oleh Belanda. Begitu juga di Pandawan (wilayah Kab. HST) lahir juga sebuah organisasi bersenjata bernama "Pasukan Gaib" dan pasukan ini merupakan pasukan yang di takuti oleh tentara penjajah. Pasukan Gaib ini merupakan pasukan yang ditakuti oleh para penjajah pada waktu itu. Namun pasukan gaib ini hanya bertahan sekitar 3 tahun dan pasukannya banyak ditangkapi serta terbunuh oleh Belanda akibat tipu muslihat para penjajah. Tetapi dari reruntuhan organisasi ini dibangun kembali
kelasykaran baru yang bernama “Banteng Indonesia” yang kemudian berkembang
menjadi “ Batalyon Rahasia Angkatatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IVA.
Sementara
itu ide federalisme van Mook yang menghendaki agar daerah Kalimantan melepaskan
diri dari Pemerintah RI dan membentuk Negara Kalimantan yang tergabung dalam
Indonesia Serikat, tetap mendapat tantangan rakyat di daerah ini. Di beberapa
tempat rakyat mencetuskan mosi (pernyataan) bahwa daerah mereka masuk wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mosi-mosi rakyat tersebut, antara lain
sebagai berikut:
1) Mosi
rakyat Pagatan, Tanah Laut dan Tanah Bumbu, tanggal 6 Desember 1945.
2) Mosi
rakyat Pangkalan Bun (Kotawaringin), tanggal 17 Desember 1945.
3) Mosi
seluruh pegawai Pemerintah Kotawaringin, tanggal 27 Desember 1945.
4) Keputusan
dari Komite Nasional Indonesia Daerah Kalimantan Selatan.
Rakyat yang
tergabung dalam partai SKI (Serikat Kerakyatan Indonesia) yang didirikan di
Banjarmasin pada tanggal 19 Januari 1946 dibawah pimpinan Dr. D.S. Diapari,
A.A. Rivai, A. Sinaga, secara tegas menolak menolak pembentukan Negara
Kalimantan dan menghendaki daerah ini tetap menjadi bagian dari Negara Republik
Indonesia. Sikap SKI tersebut kemudian diperkuat oleh partai SERMI (Syarikat
Muslimin Indonesia) yang kemudian berdiri di Banjarmasin tanggal 8 Desember
1946.
Dalam
perjuangan selanjutnya kedua partai ini membentuk kerja sama politik yang rapi.
Sehingga ketika NICA (Belanda) hendak membentuk Dewan Banjar, yang
keputusan-keputusannya akan dianggap sebagai kehendak dari rakyat di daerah
ini, kedua partai tersebut menyatakan ikut duduk dalam Dewan, dengan tujuan
untuk menggagalkan apa yang menjadi tujuan Belanda.
Di samping
itu kekuatan bersenjata yang telah terkoordinir dalam ALRI Divisi IV Pertahanan
Kalimantan Selatan, merupakan kemudi yang sangat menentukan. Ketika perjuangan
dalam bidang politik tidak berhasil, dimana golongan pembela Proklamsi (kaum
Republiken) dalam Dewan kalah suara, sehingga Dewan memutuskan akan membentuk
Negara Kalimantan, maka tokoh-tokoh politik terutama yang pro Belanda menerima
surat ancaman bahwa keselamatan mereka tidak terjamin apabila ikut mewujudkan
keputusan Dewan tersebut. Karena itulah semua anggota Dewan pada umumnya
bersikaf pasif. Sehingga tidak ada usaha lanjutan untuk mewujudkan pembentukan
Negara Kalimantan tersebut.
Dengan
demikian sampai tercapainya persetujuan Konperensi Meja Bundar akhir tahun
1949, dimana Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, usaha NICA (Belanda) untuk
membentuk Negara Kalimantan tidak berhasil. Semua itu adalah hasil perjuangan
mereka yang rela berkorban segala-galanya waktu itu. Dan ini adalah bukti
sejarah bahwa rakyat di daerah Kalimantan Selatan dengan semangat pantang
menyerah waja sampai keputing berjuang membela tegaknya Proklamasi 17 Agustus
1945.
Di usia
kemerdekaan yang sudah sekian tahun ini, mereka para pejuang-pejuang yang telah
berkorban segala-galanya untuk negeri ini, umumnya telah tiada dan mendahului
kita menghadap Ilahi Rabbi Tuhan Yang Maha Kuasa. Sepatutnyalah Kita hormati
mereka, kita teruskan cita-cita perjuangan mereka, dengan ikut memberikan
pengabdian membangun kemaslahatan bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai
bersama. Maka dengan ini penting dan kewajiban kita semua sebagai anak bangsa
untuk menjunjung tinggi nilai kemerdekaan tersebut dengan mengabdikan diri kita
untuk negeri tercintai ini yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hidayah hanya milik orang-orang yang mengabdi dan mendekatkan diri kepada-Nya
wahai zat yang maha suci, Amin....
Saya
Aspihani Ideris mohon maaf jika tulisan ini kurang sempurna, karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT, dan terimakasih saya sampaikan kepada semua
pihak, para nara sumber dan kawan-kawan, shohabat-shohabat semua yang telah
memberikan motivasi kepada saya guna penulis bisa merelis sebagian kecil
sejarah ini, mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua, Amin Ya Rabbal`Alamin
***
https://dunia-berita-online.blogspot.com/2011/11/foto-ciuman-hot-anita-hara-tersebar-di.html?showComment=1539388875798#c5262236308703948572
BalasHapus