Berita Media Publik - Gerindra. Bermula dari Keprihatinan, Partai Gerindra lahir untuk mengangkat rakyat dari jerat kemelaratan, akibat permainan orang-orang yang tidak peduli pada kesejahteraan. GERINDRA lahir untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa dengan 5 pilar demokrasi yaitu NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Ekonomi Kerakyatan sebagai landasan gerakannya.
Selain itupula GERINDARA memiliki 5 Ikrar Kader, yaitu : 1) Siap sedia melanjutkan perjuangan pendiri bangsa untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republiuk Indonesia 17 Agustus 1945. 2) Siap sedia membela Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 3) Siap sedia membela kepentingan rakyat Indonesia diatas kepentingan pribadi maupun golongan. 4) Senantiasa setia kepada cita-cita luhur partai. 5) Tunduk dan patuh kepada ideologi dan disiplin partai serta menjaga kehormatan, martabat dan kekompakan partai.
Dalam
sebuah perjalanan menuju Bandara Soekarno-Hatta, terjadi obrolan antara
intelektual muda Fadli Zon dan pengusaha Hashim Djojohadikusumo. Ketika
itu, November 2007, keduanya membahas politik terkini, yang jauh dari
nilai-nilai demokrasi sesungguhnya. Demokrasi sudah dibajak oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan memiliki kapital besar.
Akibatnya, rakyat hanya jadi alat. Bahkan, siapapun yang tidak memiliki
kekuasaan ekonomi dan politik akan dengan mudah jadi korban. Kebetulan,
salah satu korban itu adalah Hashim sendiri. Dia diperkarakan ke
pengadilan dengan tudingan mencuri benda-benda purbakala dari Museum
radya Pustaka, Solo, Jawa tengah. “Padahal Pak Hashim ingin melestarikan
benda-benda cagar budaya,“ kata Fadli mengenang peristiwa itu.
Bila
keadaan ini dibiarkan, negara hanya akan diperintah oleh para mafia.
Fadli Zon lalu mengutip kata-kata politisi inggris abad kedelapan belas,
Edmund Burke: “The only thing necessary for the triumph [of evil] is for good men to do nothing.” Dalam terjemahan bebasnya, “kalau orang baik-baik tidak berbuat apa-apa, maka para penjahat yang akan bertindak.“
terinspirasi oleh kata-kata tersebut, Hashim pun setuju bila ada sebuah
partai baru yang memberikan haluan baru dan harapan baru. tujuannya
tidak lain, agar negara ini bisa diperintah oleh manusia yang
memerhatikan kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan golongannya
saja. Sementara kondisi yang sedang berjalan, justru memaksakan
demokrasi di tengah himpitan kemiskinan, yang hanya berujung pada
kekacauan.
Gagasan
pendirian partai pun kemudian diwacanakan di lingkaran orang-orang
Hashim dan Prabowo. Rupanya, tidak semua setuju. Ada pula yang menolak,
dengan alasan bila ingin ikut terlibat dalam proses politik sebaiknya
ikut saja pada partai politik yang ada. Kebetulan, Prabowo adalah
anggota Dewan Penasihat Partai Golkar, sehingga bisa mencalonkan diri
maju menjadi ketua umum. Namun, ketika itu Ketua Umum Partai Golkar
Jusuf Kalla adalah wakil presiden mendampingi Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. “Mana mau Jusuf Kalla memberikan jabatan Ketua Umum Golkar
kepada Prabowo?” kata Fadli.
Setelah perdebatan cukup panjang
dan alot, akhirnya disepakati perlu ada partai baru yang benar-benar
memiliki manifesto perjuangan demi kesejahteraan rakyat. Untuk
mematangkan konsep partai, pada Desember 2007, di sebuah rumah, yang
menjadi markas IPS (Institute for Policy Studies) di Bendungan Hilir,
berkumpulah sejumlah nama. Selain Fadli Zon, hadir pula Ahmad Muzani, M.
Asrian Mirza, Amran Nasution, Halida Hatta, Tanya Alwi dan Haris
Bobihoe. Mereka membicarakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
(AD/ART) partai yang akan dibentuk. “Pembahasan dilakukan siang dan
malam,” kenang Fadli. Karena padatnya jadwal pembuatan AD/ART , akhirnya
fisik Fadli ambruk juga. Lelaki yang menjabat sebagai Direktur
Eksekutif di IPS ini harus dirawat di rumah sakit selama dua minggu.
Fadli
tidak tahu lagi bagaima-na kelanjutan partai baru ini. Bahkan dia
merasa pesimistis bahwa gagasan pembentukan partai baru itu akan terus
berlanjut. Namun diluar dugaan, ketika Hashim datang menjenguk di rumah
sakit, Hashim tetap antusias pada gagasan awal untuk mendirikan partai
politik. Akhirnya, pembentukan partai pun terus dilakukan secara
maraton. Hingga akhirnya, nama Gerindra muncul, diciptakan oleh Hashim
sendiri. Sedangkan lambang kepala burung garuda digagas oleh Prabowo
Subianto.
Pembentukan Partai Gerindra
terbilang mendesak. Sebab dideklarasikan berdekatan dengan waktu
pendaftaran dan masa kampanye pemilihan umum, yakni pada 6 Februari
2008. Dalam deklarasi itu, termaktub visi, misi dan manifesto perjuangan
partai, yakni terwujudnya tatanan masyarakat indonesia yang merdeka,
berdaulat, bersatu, demokratis, adil dan makmur serta beradab dan
berketuhanan yang berlandaskan Pancasila sebagaimana termaktub dalam
pembukaan UUD NRI tahun 1945.
Budaya
bangsa dan wawasan kebangsaan harus menjadi modal utama untuk
mengeratkan persatuan dan kesatuan. Sehingga perbedaan di antara kita
justru menjadi rahmat dan menjadi kekuatan bangsa indonesia. Namun
demikian mayoritas rakyat masih berkubang dalam penderitaan, sistem
politik kita tidak mampu merumuskan dan melaksanakan perekonomian
nasional untuk mengangkat harkat dan martabat mayoritas bangsa indonesia
dari kemelaratan. Bahkan dalam upaya membangun bangsa, kita terjebak
dalam sistem ekonomi pasar. Sistem ekonomi pasar telah
memporak-porandakan perekonomian bangsa, yang menyebabkan situasi yang
sulit bagi kehidupan rakyat dan bangsa. Hal itu berakibat
menggelembungnya jumlah rakyat yang miskin dan menganggur. Pada situasi
demikian, tidak ada pilihan lain bagi bangsa indonesia ini kecuali harus
mencip-takan suasana kemandirian bangsa dengan membangun sistem
ekono-mi kerakyatan.
Nah, Partai Gerindra terpanggil untuk memberikan pengabdiannya bagi bangsa dan negara dan bertekad memperjuangkan kemakmuran dan keadilan di segala bidang. (TIM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar