MEDIA PUBLIK – JAYAPURA. Terungkapnya dana setoran Rp. 57 Miliar hasil IPKMA
selama dua tahun terakhir ini ke rekening Menteri Kehutanan (Menhut), sebagaimana yang dilaporkan Kedishut Provinsi Papua Ir Mathen Kayoi, siap ditindaklanjuti Pansus DPDP Papua. Terkait dengan itu, Tim Pansus Illegal Loging DPRP Papua segera meminta penjelasan Menteri Kehutanan di Jakarta yang menurut rencana akhir bulan ini merekasegera bertolak ke Jakarta untuk mengadakan pertemuan khusus dengan Menteri Kehutananuntuk menayakan setoran hasil IPKMA sebesar Rp 57 Miliar itu. Wakil Ketua Tim Pansus DPRP Papua Ir. Weynand B Watori yang ditemui wartawan Media Publik tadi pagi, Kamis (23/3) mengatakan, berdasarkan keterangan Kepala Dinas Kehutanan Ir Marthen Kayoi pada pertemuan terakhir dengan pihaknya menunjukkan terdapat abivalensi. Artinya, menurut Watori di satu sisi dengan kasus illegal logging yang dipersalahkan adalah IPKMA, tetapi dana kewajiban yang di terima negera itu berupa dana PSDH dan Dana Reboisasi disetor ke rekening Menhut. "Ini menjadi hal yang patut di pertanyakan kepada pejabat-pejabat itu bahwa pemerintah menerima dana yang tidak sedikit selama dua tahun, belum lagi sebelumnya namun disatu sisi IPKMA dianggap illegal," ujarnya. Dikatakan, jika Menhut bersikeras itu melanggar aturan berarti penerimaan anggaran tersebut juga melanggar aturan. Pihak-pihak yang terkait dengan dana tersebut dikatakannya harus juga dipersoalkan."Kalau itu illegal ya dana tersebut dikembalikan saja mengapa mau diterima. Jangan ijinnya saja yang dipermasalahkan, tetapi uangnya digunakan negara untuk kepentingan semua daerah di Indonesia," katanya. Sekedar diketahui kedatangan Menhut MS Ka'ban ke Papua hari ini akhirnya dibatalkan. Informasi yang di peroleh Cenderawasih Pos, tim Pansus Illegal logging langsung akan mengadakan pertemuan di Jakarta bersama Menhut. " Percuma kalau Menhut datang untuk berdiskusi, lebih baik kami ke sana sehingga bisa di terbitkan kebijakan di Papua agar stock opname kayu bisa dihentikan untuk memenuhi kebutuhan pengusaha lokal," jelas Watori kepada wartawan Media Publik. Saat disinggung soal inti pertemuan dengan Presiden dan Kapolri, Watori mengaku sejumlah agenda akan mereka bawakan. Selain hasil pertemuan dengan instansi terkait, LSM dan pengusaha lokal, mereka juga akan menanyakan hasil dan penjelasan operasi illegal logging sebelumnya. "Sebelumnya sudah ada operasi Wana Laga, Wana Bahari yang katanya untuk mencegah illegal logging tetapi sekarang malah illegal logging itu begitu hebat," ungkapnya. Soal pemanggilan Gubernur , Watori mengaku rencana tersebut tetap ada, namun pihaknya hingga kini merasa belum perlu karena telah mendapat input dari bawahannya Kepala Dinas Kehutanan yang juga telah mengaku ada surat edaran Gubernur. " Kami akan lakukan diskusi dahulu, jika perlu akan kami panggil," katanya. Sementara itu, jika Gubernur Papua Drs. JP Solossa, M.Si memilih bungkam saat ditanya tentang kewengan Pemprov Papua dalam mengeluarkan Izin Pemunggutan Kayu Masyarakat Adat (IPK-MA) yang memicu terjadinya illegal logging, maka berbeda dengan Wakil Gubernur Papua Drh. Constan Karma. Saat ditemui beberapa wartawan di ruang kerja kemarin, dengan gamblang wagub mengatakan bahwa soal IPK-MA itu adalah menjadi bagian kewenangan pemerintah daerah seiring adanya kebijakan otonomi yang diberikan kepada daerah-daerah. “ Jadi kalau pemerintah pusat dalam hal ini departemen kehutanan mengatakan dengan tegas bahwa IPK-MA yang diterbitkan dinas kehutanan provinsi itu illegal atau tidak sah,bagi kami itu tidak benar. Sebab di era pemerintahan otonomi daerah (Otda), pemerintah daerah diberikan hak dan kewenangan untuk mengurus rumah tangga sendiri, kecuali lima hal," tandasnya. Lima hal itu menurut Wagub Karma adalah, kekuasaan pemerintahan dibidang Hankam, Finansial, Luar Negeri, Agama dan Kehakiman. Sedangkan di luar kekuasaan atau kewenangan lima bidang itu, maka Pemda mempunyai kewenangan membuat kebijakan termasuk masalah urusan kehutanan. "Kewenangan yang dimiliki Pemda itu adalah konsekwensi dari sistem pemerintahan desentralisasi yang artinya pelimpahan sebagian kewenangan pusat yang diberikan kepada daerah-daerah. Karena itu seharusnya pemerintah pusat itu harus mendukung kebijakan Pemda diera otonomi itu," jelasnya. Bagi mantan Kepala Dinas Peternakan Provinsi itu, makna otonomi itu ada dua kata penting yakni otonomi itu sendiri dan desentralisasi ibarat dua mata uang yang tidak muangkin bisa dipisahkan. Dan otonomi itu sendiri adalah political will pemerintah pusat termasuk Departemen Kehutanan yang merupakan pergeseran kekuasaan atau kewenangan yang sentralistik (terpusat) kepada pemerintah daerah. Lebih lanjut Wagub Papua ini menututurkan, "Bagi saya desentralisasi itu titik beratnya adalah administrasi negara. Artinya bahwa dari sudut ketatanegaraan, pemerintah pusat harus mendukung adanya pergeseran kekuasaan yang awalnya sentralistik menjadi desentralisasi seperti yang terjadi di era otonomi sekarang ini. Karena itu legal tidaknya IPK-MA itu sangat tergantung pandangan Menteri Kehutanan dalam melihat makna otonomi," jelasnya. Di dalam pemerintah daerah lanjut Wagub Karma, Gubernur dan Wakil Gubernur tersebut adalah sebagai penyelenggara pemerintah daerah, terlebih lagi di era otonomi ini memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangga sendiri terlebih lagi diperkuat dengan UU 32 Tahun 1999 maupun Undang-undang lainnya, tegas Karma. (TIM)