Jumat, 31 Mei 2013

POLRES BANJAR DIDUGA BEBASKAN CUKONG EMAS MARTAPURA


 

Foto: Aparat Kepolisian melakukan Penggeledahan Jum`at malam (5/4) Sekitar jam 21:35 Wita

BERITA MEDIA PUBLIK – MARTAPURA.  Usaha para Kepolisian Polres Banjar melakukan penyelidikan dan pengintaian sekitar 2 bulanan terhadap Cukong Emas besar di Martapura, akhirnya membuahkan hasil gemilang dan menangkap H Burhanuddin Alias H Ibur bin Marzawan pada hari Jum`at 5 April 2013 sekitar jam 10:30 Wita di Toko Kalimantan Pasar Niaga Blok E No.15 Martapura Kalimantan Selatan. Namun penangkapan tersebut ditengarai LSM adanya kongkalikung kedua belah pihak.

Penangkapan cukung emas dan para penjualnya yang disertai beberapa alat bukti berupa emas mentah, timbangan dan sedikitnya 13 juta rupiah uang tunai itu dinilai oleh LSM merupakan sebuah upaya penegakan hukum yang gemilang bagi instansi Kepolisian Kabupaten Banjar, namun tindakan positif Kepolisian Banjar ini bisa tercureng jika ternyata pada akhirnya adanya sebuah kongkalikung dengan terdakwa, kata Fauzi Noor Petinggi Koalisi Lintas LSM Kalsel.

Fauzi Noor menambahkan bahwa kami pernah mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa H Burhanuddin Alias H Ibur bin Marzawan tersangka cukung emas tersebut telah dibebeskan oleh pihak Polres Banjar dan informasi tersebut langsung kami tanggapi dengan melakukan investigasi gabungan beberapa LSM turun langsung ke daerah tempat tinggalnya tersangka. Dari hasil investigasi tersebut kami temukan positif bahwa yang bersangkutan (tersangka Cukung Emas) itu memang benar sudah dibebaskan oleh pihak Kepolisian, pungkasnya.

Kami rasa sebagai ormas LSM wajarlah mempertanyakan dasar dan menelisik kebebasan tersangka-tersangka pelanggar UU RI No. 4 Tahun 2009, dan itu adalah tugas kami, katanya.

Diketahui para pelaku yang tertangkap tangan pada waktu itu yaitu H Burhanuddin Alias H Ibur bin Marzawan (Pembeli) dan 4 orang lainnya selaku penjual Nasrullah bin Jaddi, Syahruddin alias Udin bin H Saidi, Kamal bin Alus dan Junaidi alias Unai, ujar Fauzi.

Dari hasil investigasi ini akan kami tingkatkan Insya Allah dalam waktu dekat ini kami akan menanyakan langsung ke Kapolres Banjar, guna memperjelas tindaklanjut hukum kasus pelanggar UU RI No.4 Tahun 2009 pasal 161 ini, imbuh Fauzi seraya menutup pembicaraannya.

Aspihani Ideris MH selaku kuasa hukum H Burhanuddin Alias H Ibur bin Marzawan ketika dihubungi wartawan Media Publik via telepon menaggapi dengan santai permasalahan bebasnya tersangka dalam perkara tindak pidana yang dimaksud pasal 161 UU RI No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ini.

“Wah saya tidak tahu kalau klien saya itu sudah bebas, pasalnya jujur ya sampai detik ini saya tidak pernah dihubungi lagi oleh Haji Ibur, ujar Aspihani”

Saya rasa H Ibur masih berada di tahanan Polres Banjar, dan sayapun tidak mengetahuinya kalau ternyata klien saya itu sudah dibebaskan, saya tahunya baru sekarang, itupun anda sendirikan yang memberitahu saya, ujarnya dalih bertanya kepada wartawan.

Saya ketemu sama Haji Ibur ketika mendampingi beliau pada waktu pembuatan berita acara tersangka saja, saya pada waktu itu mendampingi beliau sejak jam 11san pagi pada hari Jum`at (5/4) sampai sekitar jam 23:30 Wita. Karena pada malam itu juga diadakan penggeledahan serta pengambilan beberapa alat bukti lainnya di Toko Emas Kalimantan miliknya klien saya, serta besok harinya menjenguk dia di tahanan Polres Banjar, setelah itu dan sampai saat ini tidak pernah ketemu lagi dengan beliau,  ujar Aspihani.

Jika ternya klien saya tersebut benar-benar sudah bebas atau dibebaskan dari tahanan Polres Banjar sangat aneh sekali saya sebagai penerima kuasa hukumnya tidak diberitahu, jujur sampai detik ini saya tidak tahu dan tidak mengetahuinya kalau yang bersangkutan telah bebas seperti yang dikatakan kawan-kawan LSM itu, ujar Aspihani.

Biasanya kata Aspihani kalau ternyata seseorang yang terbukti tersangkut perkara pidana pengen bebas, hal itu harus melalui pengacaranya dengan dibuatkan surat penangguhan penahanan walaupun jaminan istri ataupun keluarganya ataupun juga lewat uang atau barang berharga, jika tidak melalui proses tersebut wah itu sudah tidak benar dan ada apa dibalik semuanya itu? Seakan-akan Aspihani balik bertanya kepada wartawan Media Publik.

Diketahui bahwa Kuasa Hukum H Burhanuddin Alias H Ibur bin Marzawan adalah Badrul Ain Sanusi Al Afif dan Aspihani Ideris. Badrul Ain Sanusi Al Afif ketika mau di minta konfirmasi keterangannya oleh wartawan Media Publik Hpnya selalu tidak bisa di hubungi alias Non Aktif dan beberapa kali ditemui di tempat tinggalnya selalu tidak ketemu. Sedangkan H Burhanuddin ketika ditemui oleh wartawan Media Publik dirumahnya selalu menghindar dan di hubungi via telepon, Hpnya tidak aktif. (TIM)

Kamis, 30 Mei 2013

SERAH TERIMA JABATAN KEPALA LP KLAS IIA ANAK MARTAPURA KALSEL




MEDIA PUBLIK - MARTAPURA . Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Kalimantan Selatan menghadiri acara serah terima jabatan Kepala LP Klas IIA Anak Martapura (Kamis 30/5/2013).

Dalam sambutannya Kepala Kantor Wilayah menekankan pentingnya pelayanan prima yang harus dijalankan oleh semua UPT Kemenkumham Kalsel. Pelayanan prima yang dimaksud adalah sebuah pelayanan berkesesuaian dengan pelaksanaan reformasi birokrasi. Ujarnya.

Diketahui acara serah terima jabatan Kepala LP Klas IIA Anak Martapura ini juga dihadiri oleh seluruh pegawai LP Klas IIA Anak Martapura dan seluruh Kepala UPT se-Kalimantan Selatan.

Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan LEKEM Kalimantan Aspihani Ideris mengharapkan serah terima jabatan Kepala LP Klas IIA Anak Martapura ini berdampak positif terhadap lingkungan napi di LP tersebut. 
Karena menurut dia selama ini di LP Martapura ini khususnya di blok B berhembus issu tidak sedap yaitu maraknya perederan narkoba dikalangan nara pidana itu sendiri.

Menurut informasi yang kami dapat bahwa peredaran narkoba itu di edarkan oleh narapidana pindahan dari LP Teluk Dalam berinisial IJ serta di duga kuat adanya keterlibatan orang dalam petugas LP itu sendiri.

Dengan adanya serah terima jabatan Kepala LP Klas IIA Anak Martapura tegas Aspihani Ideris, hendaknya pihak LP melakukan Test Urine setiap bulan terhadap penghuni LP itu sendiri dan kalau perlu melibatkan Lembaga Anti Narkotika LAN ataupun Badan Narkotika Nasional BNN ataupun juga pihak Rumah Sakit. Karena dengan langkah tersebut jika diterapkan berkesinambungan saya yakin tidak adalagi peredaran barang haram ini di LP Martapura. Karena di khawatirkan peredaran narkobanya akan merembet ke LP Klas IIA Anak dan akan merusak generasi muda harapan bangsa, ujarnya. (TIM)

ISTRI SELINGKUH, SANG SUAMI NEKAT MINUM RACUN

Media Publik - Martapura. Seorang pria berinisial WR alias Yudi (30) warga Desa Penggalaman Kecamatan Martapura Barat Kabupaten Banjar Kalsel meninggal dunia setelah meminum Racun Pembasmi Rumput( Gramaxson).

Korban WS sebelumnya s
empat dilarikan ke RSUD Ulin Banjarmasin dan setelah 10 hari menjalani Perawatan Korban Akhirnya meninggal dunia (Kamis,30/5).

Menurut Kapolsek Martapura Barat Ipda Tugiyono mengatakan kepada wartawan Media Publik bahwa korban dugaan sementara WS alias Yudi sengaja meminum racun pembasmi Rumput akibat sakit hati atau kecewa karena istrinya diketahui telah selingkuh. (Abau)

Minggu, 26 Mei 2013

SUSUNAN PENGURUS DPD AWPI KALSEL 2014-2019




DEWAN PIMPINAN DAERAH (DPD)
ASOSIASI WARTAWAN PROFESIONAL INDONESIA (AWPI)
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
MASA BAKTI 2014-2019

Penasehat DPD AWPI Kalsel Masa Bakti 2014 - 2019
1. Drs. H. Asmara Saibi
2. Syadjali Arsyad Abdis
3. Dr. H. Pangeran Abidinsyah, S.Sos., MM.
4. H. M. Suriani Shiddiq, S.Ag., M.Si., Ph.D.
5. H. Suhardi, SE

Ketua                                : Hj. Suswi Ningsih, S.Sos
Wakil Ketua                       : Badrul Ain Sanusi Al Afif, SH.I., MS., MH.
Wakil Ketua                       : H. Abdullah Muin
Wakil Ketua                       : Adi Surya Said, ST., MT., MH.
Wakil Ketua                       : Kastalani Ideris

Sekretaris                          : Aspihani Ideris, S.AP., SH., MH.
Wakil Sekretaris                 : Syahminan (Abau)
Wakil Sekretaris                 : Syahrianto Ruslan, SE.
Wakil Sekretaris                 : H. Muhammad Ruslan
Wakil Sekretaris                 : Hilmi Hamsy, SE.

Bendahara                         : Fahmi Anshari
Wakil Bendahara                : Normilawati, SE.
Wakil Bendahara                : Gusti Rizali Noor, S.AP., M.AP.


Biro – Biro

Biro Humas, Media/Penerbitan dan Dokumentasi                                   : Muhammad Hatim
Biro OKK, SDM, Diklitbang  dan Pemberdayaan                                    : Suhaimi, SE
Biro Ekonomi, Koperasi,  Investasi,  Ketahanan  Pangan  Organik          : Ahyar Rasidi, Lc., M.pd.I.
Biro HAM, Advokasi, Lembaga  Pelayanan Bantuan Hukum/LPBH          : Andi Nurdin, SH
Biro Seni  Budaya,Pariwisata, dan  Olahraga                                          : Fauzi Noor
Biro BRIGADE  5822 TRISULA SAKSI/GARDA AWPI                            : Anang Tony

Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia atau yang di singkat AWPI berkantor pusat di Gedung Dewan Pers, Lantai 3, jalan Kebon Sirih Nomor 32-34 Jakarta. sedangkan kantor Dewan Pimpinan Daerah Kalimantan Selatan berkantor di jalan Gatot Subroto Komplek Rama RT.25 No.121 Banjarmasin.

SISTEM PEMILU DALAM MEREBUT SUARA DI ERA REFORMASI




Gambar : ASPIHANI IDERIS

Tumbangnya masa orde baru 1998 dan di era reformasi ini telah melahirkan secercah harapan untuk menata Indonesia yang lebih demokratis dalam memilih seorang wakil rakyat. Boleh dibilang trauma masyarakat akan sistem otoritarian membledak sehingga mengawali evaluasi sistem politik yang lebih demokratis. Kendati demikian, fakta dan realita yang kerap terjadi bertolak belakang dengan harapan dan tuntutan reformasi.

Mengapa demikian? fenomena sistem politik Indonesia semakin hari semakin menunjukan kegalauan. Sampai saat ini, persiapan arena demokrasi 2014 pun masih menuai kritik terhadap sistem pemilihan anggota legislatif yang kerap bernuansa dengan besaran nilai rupiah dan tidak mementingkan kepentingan masyarakat pemilihnya, untuk apa dan siapa yang pantas untuk bisa menduduki kursi legeslatif sebagai penyambung aspirasi dari pemilih itu sendiri.

Dalam sejarah sistem demokrasi, di Indonesia telah terjadi ragam rekonstruksi sistem. Sejak pemilu 1955-1999 pesta demokrasi digelar dengan sistem proporsional tertutup dimana para calon legislatif ditentukan oleh partai. Dan para pemilihpun tidak secara terbuka mengetahui siapa-siapa yang bakal menjadi wakil mereka, karena dalam surat suara tidak ada nama-nama caleg, yang ada hanya gambar partai saja. Sistem ini dianggap tidak responsif akan perubahan-perubahan yang terjadi pada caleg-celegnya.

Kemudian pada pemilu 2004, sistem tersebut mengalami rekonstruksi yakni dengan menerapkan sistem semi proporsional terbuka. Pada sistem ini, suara tidak sah membeludak dari 3,7 juta sampai 10,96 juta. Hal tersebut terjadi lantaran sistem semi terbuka tidak terstruktur dengan definisi suara sah dan tidak sah. Saat itu, nama caleg dan partai terpampang dalam surat suara. Namun,  suara sah jika pemilih mencoblos partai saja atau mencoblos partai dan caleg. Tidak sah jika pemilih hanya memilih caleg saja. Kejadian itu pun berujung pada perubahan sistem, yakni sistem proposional terbuka.

Pemilu tahun 2009 tersistem dengan proposional terbuka yaitu selain memilih tanda gambar, pemilih juga berhak memilih langsung caleg. Sistem ini berdampak pada pertentangan antar sesama caleg maupun partai. Sistem yang “katanya” menerapkan sistem proposional terbuka masih menunjukan sikap otoritarian partai dimana daftar calon tidak berdasarkan suara terbanyak tapi berdasarkan urutan atau rangking. Jelas bahwa ketimpangan ini lah yang melangkahkan pada rekonstruksi sistem pemilihan umum tahun 2014.

Sistem pemilu legislatif tahun 2014 sepertinya tidak jauh-jauh dengan masa sebelumnya. Bedanya, mau Caleg diurutan berapa pun jika mempunyai suara terbanyak maka dialah yang akan menang. Pada sistem ini, aktor utamanya adalah caleg, bukan partai. Namun suara caleg bisa dipermainkan oleh petugas pemilu itu sendiri. Dengan uang segalanya bisa dicapai. Ada kelebihan dengan sistem ini. Jadi semua memiliki peluang yang sama sehingga alat yang cepat untuk memenangkan kompetisi ini adalah uang dan uang.

Saya pernah menegaskan di saat saya menjadi salah satu nara sumber dalam seminar yang diadakan LEKEM Kalimantan dengan bertemakan “Memahami Sistem Pemilu Dalam Menghadapi Era Globalisasi, bahwa katanya “Jika seseorang yang berkeinginan menjadi Wakil Rakyat (Anggota Legeslatif atau DPD RI) tentunya dizaman reformasi ini harus memiliki 2 (dua) krateria, yaitu popularitas dan uang. Jadi kedua kreteria itu saling berkaitan dan ibarat sebatang pohon hal demikian antara akar, batang dan daun, jika salah satunya mati maka pohon tersebut akan mati juga”.

Fakta yang terjadi bahwa sistem ini menyurutkan kualitas wakil rakyat nantinya. Mengapa? Karena untuk mendongkrak suara pemilih dibutuhkanbudget kampanye yang tidak sedikit. Hal tersebut menyegarkan si pemilik modal untuk bisa masuk dalam rentetatan calon legislatif. Siapa yang melakukan kampanye jelas harus bermodal.

Selain itu, keeksistan artis adalah peluru tajam bagi suara partai. Artis yang dikenal masyarakat menjadi daya tarik bagi pemilih karena mereka-mereka lebih jauh dikenal daripada segelintir politisi yang tak terkenal. Parahnya, artis yang diusung partai sungguh berjumlah fantastis.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana kredibilitas si pemilik modal dan si artis untuk mewakilkan rakyat Indonesia?

Melihat realita yang terjadi, nampaknya Indonesia mulai mengalami krisis pemimpin. Sistem tersebut secara terang-terangan menggeser orang-orang yang memiliki kredibiltas tinggi namun tersingkir karena tidak memiliki modal dan kepopuleran di kalangan masyarakat. Ini membuktikan bahwa partai tidak serius dalam menerapkan sistem demokrasi yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu, dana kampanye yang jelas tidak sedikit, butuh milyaran rupiah. Bahkan kabar yang terus berkembang sampai 6 Milyar Rupiah. Lalu buat apa orang-orang secara susah payah mengeluarkan dana yang tidak sebanding dengan gaji mereka jika menjabat menjadi anggota DPR? Secara logis, jika mereka sudah masuk ke dalam bangku DPR, yang terjadi bukan memikirkan rakyat akan tetapi berfikir keras untuk mengembalikan modal kampanye. Ujungnya jelas, yakni korupsi akan menjadi praktek masal.

Sama hal nya dengan jual-beli undang-undang, si pemilik modal berpotensi melindungi perusahaan-perusahaanya dengan mengutak-atik perundang-undangan. Jika perusahaan mereka melanggar undang-undang, toh mereka punya hak untuk mengubah undang-undang tersebut. Lebih dari itu, undang-undang menjadi sarana bagi kemslahatan golongan-golongan tertentu.

Bagaimana dengan artis? Ditakutkan mereka hanyalah boneka dari para elit politik untuk menaikan suara partai. Mudahnya begini, jika suatu elemen partai akan membuat undang-undang yang secara emplisit menguntungkan pihak-pihak tertentu, artis tidak dapat berkutik selain mengiyakan kemauan tersebut. Karena jelas hal itu adalah simbiosis mutualisme antara partai yang mensaranakan mereka masuk ke DPR dan artis yang juga memiliki suara untuk mensahkan undang-undang.

Memang tidak ada satu pun yang dapat diklaim paling baik dibanding sistem-sistem lainya. Akan tetapi, diantara sistem-sistem tersebut seyogyanya pemerintah mengambil langkah cerdas dengan menerapkan sistem yang paling sesuai dengan kondisi negara Indonesia.

Menurut saya, sistem proposional terbuka yang diterapkan pada pemilu 2014 bukan tidak memiliki relevansi, akan tetapi lebih kepada rendahnya pengawasan dan perundang-undangan dalam melaksanakan sistem ini.

Keluesan caleg yang terbuka tidak dibarengi dengan pengawasan. Jika sistem ini diterapkan seharusnya KPU (Komisi Pemilihan Umum) berperan untuk meminta laporan dana kampanye. Karena ditakutkan dana kampanye yang banyak akan  mengindikasikan tindakan korupsi. Namun, lagi-lagi ketakutan akan terus terbayang-bayang antara permainan caleg dan KPU. Runyamlah negeri ini jika budaya konsolidasi korupsi sudah menjalar dimana-mana.

Selain itu, undang-undang seharusnya mengatur tentang prasyarat agar melaporkan dana kampanye nya. Karena, jika ingin menerapkan sistem proposional terbuka maka kita bicara tentang bagaimana agar uang tidak menjadi alat untuk berkompetisi sehingga korupsi politik dapat ditekan sebagaimna mestinya.

Jadi, jika saya menarik kesimpulan bahwa: Siapapun anda yang ingin masuk ke kursi DPR dan DPRD, maka pandanglah diri anda sendiri, sudahkah anda memiliki dana yang cukup ataukah anda punya popularitas? Karena saat ini 70% mata hati masyarakat sudah tertutup, ada duit ada suara, dan mereka sudah dibutakan, yang ada hanya materi serta tidak melihat lagi apakah Caleg tersebut berkualitas atau tidak, mampukah Caleg tersebut nantinya jika terpilih memperjuangan aspirasi masyarakat atau kenalkah kita atau tidak, hal demikian itu sudah tidak diperhatikan lagi oleh mereka.

Secara kritis boleh jadi wakil-wakilnya rakyat berafilasi menjadi wakil-wakilnya pemilik modal dan pengartisan Caleg melegalkan citra dan suara. Oleh karena itu masyarakatpun akan siap-siap tidak dipedulikan oleh para legeslator yang terpilih nantinya, karena suara mereka sudah dibeli. Nah kita lihatlah nanti di pemilu 2014, apakah predeksi ini salah apa benar.

Jadi untuk pemilu mendatang ini di tahun 2014 kita harus benar cermat dan teliti dalam menentukan pilihan, pengalaman terdahulu di pemilu 2009 dapat dijadikan sebuah pelajaran berharga bagi kita. Dikarenakan caleg yang kita pilih disaat ia duduk di parlemen tidak bisa berjuang dan memperjuangkan aspirasi dari rakyat yang memilih nya. Ini banyak terjadi di parlemen, mereka hanya bisa 4D, yakni datang, duduk, diam dan duit. Apakah caleg seperti ini pantas dipilih kembali? Mudah-mudahan para pemilih sadar dengan fenomena seperti ini, sehingga harus kehati-hatian dan teliti dalam menentukan pilihan. Jangan sampai anda-anda mendorong mobil mogok.

Semoga tulisan saya ini bermaaf untuk kita semua. Aamiin Yaa Rabbal'alamin... *****

Oleh: ASPIHANI bin IDERIS bin SYEKH ABDURRASYID bin KUMAU bin TUKUS bin ABDULLAH ASSEGAF