Minggu, 30 Mei 2010

Reskrim Polda Kalsel Periksa H Muhidin

BERITA MEDIA PUBLIK - BANJARMASIN. Pengusaha dan juga Calon Walikota Banjarmasin, H Muhidin di tengah kesibukannya menjelang Pemilukada Banjarmasin 2010-2015 ternyata sempat menjalani pemeriksaan di Dit Reskrim Polda Kalsel terkait kasus dugaan pemalsuan Sertikat Hak Milik (SHM) sebuah tanah di Jalan Ahmad Yani Gambut.

Hanya saja, kapasitas H Muhidin sebagai Ketua Partai Bintang Reformasi (PBR) Kalsel ini sebatas saksi korban. Minggu (30/5), Kasat I Krimum Dit Reskrim Polda Kalsel didampingi Kanit IV AKP Alex Soewardi membenarkan bahwa pihaknya sedang menangani kasus dugaan pemalsuan SHM dengan tersangka Emmy, warga Banjarbaru. Á Á "Emmy sudah kita tetapkan sebagai tersangka pasal 263 ayat (1) KUHP terkait dugaan pamlsuan SHM sebuah tanah di Gambut. H Muhidin sudah kita periksa, kaitannya sebagai saksi korban," jelas Alex.
H Muhidin disinyalir membeli lahan tersebut dengan harga Rp600 juta lebih, meskipun dari pengakuan Emmy, tanah itu dijual ke Muhidin seharga Rp200 juta lebih. Dua pengakuan berbeda ini terang saja membuat keanehan. Sempat muncul dugaan kalau H Muhidin dan Emmy ada kerja sama untuk menguasai sebuah bidang tanah yang diklaim pelapor, Nirwanati sebagai hak miliknya itu. Dugaan muncul mengingat tanah dijual begitu murah oleh Emmy, meskipun tanah itu nilainya bisa miliaran rupiah. Namun, spekulasi maupun dugaan ini langsung dimentahkan penyidik yang menganggap H Muhidin justru sebagai korban dalam kasus tersebut. Emmy sendiri meski menjadi tersangka kasus yang ancaman hukumannya lima tahun atau lebih, justru tidak ditahan. "Emmy tidak kita tahan, dia kita kenakan wajib lapor," cetusnya.
 
Tanah di tepi jalan Ahmad Yani Km 17 itu sendiri, konon sempat diurug H Muhidin, namun belakangan dihentikan karena adanya protes dari pelapor, Nirwanati yang menganggap tanah tersebut masih miliknya. Kamis (27/5) malam, terlapor, Emmy (50), warga Banjarbaru dijemput polisi dan hingga Jumat (28/5) kemarin, dikabarkan masih menjalani proses pemeriksaan oleh penyidik. Emmy dilaporkan Nirwanati (68), warga Jl Pulo Mas III A/9 RT 004 RW 012 Kelurahan Kayu Putih Kecamatan Pulau Gadung Jakarta Timur karena diduga sudah merugikan pelapor, setelah memalsukan SHM No 21/1972. Jumat (28/5), kuasa hukum Nirwanati, Ketut Bagiada SH yang berkantor Jl Hang Tuah No 34A Sanur, Denpasar, Bali menerangkan kepada pers, setelah sekian lama, kasus LP No Pol: LP/Kª225/XII/2008/Dit Reskrim Polda Kalsel, tanggal 1 Desember 2008 yang dilaporkan pihaknya mulai berjalan lagi. 
Menurutnya, akibat tindakan Emmy, kliennya mengalami kerugian hingga Rp.2 miliar, akibat tanah miliknya di Jalan Ahmad Yani Km 17,45 Gambut, Kabupaten Banjar sesuai SHM Nomor 537, pengeluaran Sertifikat Sementara tanggal 10 Nopember 1977, di Desa Gambut, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Gambar Situasi No 602/77 seluas 10.000 meter persegi atas nama Nirwanati, diserobot Emmy. 
Menurut Bagiada, kliennya Nirwanati melaporkan kasus penyerobotan lahannya pada akhir tahun 2008 lalu. Kala itu, penyidik bersama tim BPN Kalsel membentuk TIM ad hoc untuk meneliti keabsahaan SHM yang dikuasai Emmy, yakni SHM No 21/1972 atas nama Miansyah bin Tambi. 
Dari hasil penelitian tim ad hoc yang ditandatangani Kepala Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan Amir Machmud Tjiknawi SH MH, diduga kuat SHM No 21/1972 atas nama Miansyah palsu atau hasil menyontek SHM SHM No 21/1972 atas nama L Koenoem yang letak tanahnya di jalan Ahmad Yani Km 13,600. Á ÁPosisi SHM 21/1972 atas nama Miansyah yang digunakan Emmy, justru lokasi tanahnya di jalan Ahmad Yani Km 17,700 yang di atas lahan itu ada dua SHM yang sah, yakni SHM No 537 atas nama Nirwanati dan SHM No 533 atas nama Shirle Oei. 
Indikasi yang memperkuat SHM 21 dipalsukan adalah, gambar teknis tidak dapat dipertanggung jawabkan, sebab tanah itu sebelah timur atas nama Tambi dan baratnya atas nama Djantera, padahal kedua nama tidak ada di Buku Desa Kantor BPN Banjar. Á Á Selain itu, ejaan di SHM 21/1972 atas nama Miansyah yang menurut Emmy adalah suaminya, terdapat kejanggalan ejaan, seperti Miansyah seharusnya Miansjah. Demikian juga nama Djln A Yani seharusnya Djl A Yani. Tulisan pada gambar ukur juga bukan merupakan tulisan indah sebagaimana standar penulisan surat penting dan berharga. (TIM)

Rabu, 26 Mei 2010

KABUPATEN BALANGAN, KALIMANTAN SELATAN


MEDIA PUBLIK - PARINGIN. Paringin merupakan sebuah ibukota Kabupaten Balangan yang terletak di tepi sungai Balangan dan berjarak 202 km dari ibukota provinsi Kalimantan Selatan Banjarmasin. Kabupaten Balangan merupakan Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Hulu Sungai Utara yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1972 tanggal 20 Maret 1972 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan.

 

Kabupaten Balangan terdapat 14 Desa dan 2 Kelurahan yaitu Desa Bahayau, Desa Balang, Desa Balida, Desa Dahai, Desa Hujan Mas, Desa Lamida, Desa Lasung Batu, Desa Layap, Desa Lok Batung, Desa Mangkayahu, Desa Murung Ilung, Desa Paran dan Desa Sungai Ketapi, serta Kelurahan Paringin Kota dan Kelurahan Paringin Timur.

 

Pada titik ini terdapat sebuah bundaran yang menjadi titik Nol kota paringin. Di mana sebelum tahun 2010 bundaran masih berbentuk seperti gambar di atas, di mana tempat itu pada malam hari sering menjadi tempat muda mudi berkumpul.

                Tetapi bundaran ini setelah tahun 2010 telah diganti atau di renovasi  menjadi bentuk seperti gambar di samping. Banyak yang mengeluhkan hasil renovasi ini, karena bentuknya yang bukannya menjadi lebih baik tetapi hasil dari renovasi ini terlihat biasa saja. Selain itu juga banyak yang mempertanyakan kenapa bentuk bundaran ini di ubah atau diganti.

Kabupaten Balangan dengan ibukota Paringin memiliki cukup banyak lokasi yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata, baik itu berupa Wisata Alam, Wisata Buatan, Wisata Religius, Wisata Sejarah/Wisata Budaya, dan Wisata Adat yang cukup potensial untuk dikembangkan.

WISATA ALAM 

Gunung Batu Sumsum dan Goa Hantanung di kecamatan Awayan

Gunung Batu Hantanung di Kecamatan Awayan Kabupaten Balangan, cukup populer sebagai tujuan rekreasi bagi warga setempat. Wisata alam ini menawarkan keindahan khas gunung batu lengkap dengan stalaktit dan stalaknitnya. 

Terletak di Desa Sumsum sekitar 6 km dari ibukota kecamatan, selain Gunung Batu Hantanung, sekitar 100 meter terdapat sebuah gunung yang bisa dinikmati dari atas jembatan. Di bawahnya mengalir sungai dengan air bening berjeram. Panorama alam sekitar gunung ini nampak asri, indah dan sejuk. 

Namun area yang dijadikan objek wisata adalah kawasan Gunung Batu Hantanung. Meskipun area ini sudah dilengkapi beberapa fasilitas seperti tempat istirahat pengunjung dan taman yang dibuat depan gunung itu, namun kondisinya sudah tak terawat dan dibiarkan rusak. 

Plang identitas kawasan wisata, yang masih bertuliskan kabupaten Hulu Sungai Utara itupun dibiarkan ditumbuhi rumput liar. 

Gunung Batu Hantanung adalah sebuah gunung batu kapur berongga-rongga, dengan ketinggian sekitar 100 meter. Di bagian puncaknya ditumbuhi berbagai jenis tanaman, yang sebagian menjulur ke bawah seperti tirai.

Di depan gunung ini, pengunjung dapat menikmati hawa sejuk yang berhembus dari rongga-rongga gunung batu itu. Dari stalaktit (batu yang menggantung) air tak pernah berhenti menetes. Dari taman sekitar gunung, pengunjung juga bisa menikmati beningnya air yang mengalir di bawahnya. 

Desa Sumsum Kecamatan Awayan sebagai tujuan wisata sangat mudah dijangkau. Dari ibukota kabupaten ke Awayan sekitar 13 km bisa ditempuh dengan angkutan colt pikap atau mikrolet ke Kecamatan Awayan. Sebagian angkutan ada yang langsung ke desa itu dengan tarif Rp5.000. 

Jarak dari Awayan ke lokasi wisata sekitar 6km, bisa juga ditempuh dengan menggunakan jasa ojek. Sesuai geografi wilayah menuju lokasi yang merupakan pegunungan berbatu, perjalanan didominasi pemandangan alam pegunungan, dengan jalan beraspal yang berkelok-kelok.

Menurut warga setempat, selain gunung batu di wilayah bagian atas juga terdapat hamparan lumut luas yang hidup di bebatuan, hingga warga setempat menyebutnya permadani lumut. "Tapi kalau mau ke sana harus jalan kaki dan menginap," tutur warga.

Objek wisata ini juga dekat dengan perumahan penduduk. Menurut warga setempat, dulu wisata alam ini sangat diminati wisatawan lokal maupun luar daerah. Sekarang seiring rusaknya sejumlah fasilitas dan kotornya tempat ini, pengunjung hanya berdatangan setiap hari libur dan hari-hari besar seperti lebaran dan tahun baru.

Gua Berangin Gunung Belawan

Gua Berangin Gunung Belawan di kecamatan Halong, terowongan yang unik, yang menghubungkan ke dasar gunung dengan udara yang sejuk

WISATA RELIGIUS

Makam Datuk Kandang Haji di desa Teluk Bayur kecamatan Juai.

Salah satu tradisi warga Balangan pada saat lebaran adalah berziarah ke makam Datuk Kandang Haji yang terdapat di Desa Teluk Bayur, Kecamatan Juai.

Datu Kandang Haji adalah salah seorang dari dua orang datu (satunya lagi Datu Sanggul dibagian Selatan Banjarmasin, Tatakan Rantau dan sekitarnya) yang aktif berdakwah, mengajar masyarakat mengaji Alquran dan menghidupkan pelaksanaan shalat Jumat di bagian Utara Banjarmasin (Paringin dan sekitarnya). Beliau wafat dengan meninggalkan Alquran tulisan tangan, sepasang terompah, dan tongkat untuk berkhutbah. Makam beliau terletak di samping masjid yang didirikannya di Paringin (Kabupaten Balangan sekarang)”.

Datu Kandang Haji hidup sezaman dengan Datu Sanggul (Rantau) yang wafat pada tahun 1772 M, karena itu, besar kemungkinan Datu Kandang Haji hidup di era tahun 1760-an dan tahun-tahun sebelumnya.

Datu Kandang Haji aktif menyebarkan Islam di Paringin dan sekitarnya, beliau menyebarkan dan mengajarkan Islam kepada masyarakat Paringin, mengajar mereka mengaji atau membaca Alquran, membimbing kegiatan keagamaan masyarakat (terutama khutbah Jumat), menyalin Alquran, serta memotivasi masyarakat untuk melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan baik, beliau juga menjadi pelopor bagi masyarakat untuk melaksanakan kewajiban shalat Jumat. Shalat Jumat sendiri pada waktu itu tidak hanya sekadar kewajiban agama, tetapi juga diwajibkan oleh negara, karena itu jika ada yang tidak shalat Jumat, maka mereka akan dikenakan denda.

Datu Kandang Haji adalah ulama yang bertanggung jawab terhadap penyebaran dan pengajaran Islam kepada masyarakat, khususnya wilayah bagian Utara Banjarmasin, yakni Paringin dan sekitarnya ketika itu, karena untuk dakwah di Banjarmasin, martapura, dan sekitarnya sudah diisi oleh ulama kerajaan sedangkan bagian Selatan yakni Tatakan Rantau dan sekitarnya sudah diisi oleh Datu Sanggul.

Pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dipelopori oleh Datu Kandang Haji pada waktu itu tentu saja masih dalam bentuknya yang sederhana, namun walau demikian diyakini bahwa dakwah beliau cukup berhasil, sehingga masyarakat Paringin termasuk kelompok masyarakat yang sudah lama mengenal agama Islam.


WISATA SEJARAH / WISATA BUDAYA
Benteng Tundakan

Dari sekian banyak peninggalan sejarah perjuangan Pangeran Antasari, salah satunya adalah benteng Tundakan. Benteng bersejarah ini berada di kawasan terpencil, tepatnya di Desa Tundakan Kecamatan Awayan yang terletak sekitar 55 kilometer dari pusat Kota Amuntai. Benteng Tundakan merupakan salah satu kawasan yang digunakan pejuang sekitar 1858 hingga 1861.

Selain itu, bentuk benteng Tundakan tidak sebagaimana yang dibayangkan orang. Tetuha masyarakat di daerah biasa menyebut nama benteng itu dengan istilah "Benteng Tundakan". 

Bagi penduduk di daerah ini, cerita tentang keberadaan benteng Tundakan sudah tidak asing lagi. Karena masih banyak tetuha masyarakat di daerah ini yang mengetahui tentang sejarah keberadaan benteng Tundakan tersebut. 

Konon, benteng Tundakan merupakan salah kawasan yang digunakan para pejuang kemerdekaan. Bahkan benteng Tundakan pernah dijadikan kawasan pertahanan oleh tokoh pejuang Kalsel Pangeran Antasari. Benteng tersebut sempat digunakan oleh para pejuang kemerdekaan sekitar tahun 1858 hingga 1861. Pangeran Antasari bersama pejuang kemerdekaan lainnya seperti Temanggung Jalil pernah menempati benteng tersebut. 

Pada waktu itu, Pangeran Antasari merupakan tokoh pejuang kemerdekaan yang dicari-cari tentara Belanda. Dan untuk menghindari dari adanya upaya penangkapan yang dilakukan tentara Belanda, Pangeran Antasari kemudian bersembunyi di kawasan Benteng Tundakan. 

Keberadaan Benteng Tundakan sempat diketahui tentara Belanda. Hingga akhirnya, benteng tersebut diserang ratusan tentara Belanda sekitar. Dalam penyerangan tersebut, Temanggung Jalil gugur, jasatnya dimakamkan tidak jauh dari kawasan Benteng Tundakan. 

Untuk mengenang tokoh pejuang kemerdekaan tersebut, Pemkab HSU mengharumkan nama Temanggung Jalil menjadi salah satu nama ruas jalan yang ada di kota Amuntai. 

Kalau dilihat sepintas lalu, Benteng Tundakan tidak berbentuk sebagaimana benteng pertahanan untuk perang. Karena benteng tersebut terletak di suatu kawasan pegunungan. Selain itu, bentuk benteng Tundakan hanyalah berupa sebuah gua di bebatuan yang berlubang. Namun di dalam goa itulah, para pejuang berusaha untuk membebaskan rakyat dari kekuasaan penjajah kolonial Belanda. 

Bukti sejarah perjuangan di benteng Tundakan tersebut hingga kini masih tetap dikenang. Walau saat ini yang terlihat hanyalah sebuah bentuk goa yang ditumbuhi rumput liar, namun apa yang dilakukan para pejuang kemerdekaan tentunya akan selalu tetap dikenang.

WISATA ADAT

Pesona budaya Pesta Panen Raya

Upaya mempertahankan metode pertanian tradisional dan bibit lokal ternyata masih ada, kendati dilakukan secara terbatas. Itulah yang tercermin dari penyelenggaraan pesta adat syukuran panen padi Aruh Baharin yang dilaksanakan di Desa Kapul, Kecamatan Halang, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Selama tujuh hari, Masyarakat Adat Dayak Desa Kapul, menyelenggarakan perayaan Aruh Baharin yang diselenggarakan setiap tiga atau lima tahun sekali.

Perayaan ini bertujuan untuk melestarikan budaya pertanian dan bercocok tanam padi organik yang dilakukan oleh masyarakat adat Dayak sejak ratusan tahun yang silam. Seperti telah diketahui bahwa secara turun-temurun masyarakat Dayak mengembangkan pertanian organik, khususnya padi, tanpa menggunakan pupuk dan pestisida kimiawi. Pertanian organik yang dianggap mencerminkan budaya tradisional dan keterbelakangan, saat ini justru dinilai sebagai sistem pertanian yang sesuai dengan kaidah-kaidah kemanusiaan dan lingkungan hidup.

"Oleh karena itu, masyarakat Dayak di Kalimantan yang memiliki adat dan tradisi harus tetap dibela, tidak boleh dihilangkan. Pembelaan tidak dengan kekerasan," kata Panglima Komando Pertahanan Adat Daya Kalimantan, Lukas Kapung".

"Bagi masyarakat Dayak Kalimantan, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah final, sehingga hak-hak masyarakat adat juga harus dihormati," tambahnya.

Namun kelemahan masyarakat adat selama ini umumnya tidak adanya perlindungan dari negara, sehingga mereka menjadi termarjinalisasi akibat persaingan dan penyingkiran. Perlindungan yang paling strategis adalah jika masyarakat adat diberdayakan dengan menyadarkan mereka tentang hak-hak yang mereka miliki. Dalam hal ini perayaan pesta adat Aruh Baharian merupakan salah satu usaha untuk menggugah para pihak yang peduli dengan masyarakat adat untuk memberi perhatian dan memberdayakan mereka.

Pesta adat tersebut dimeriahkan dengan tarian ritual yang diberi nama Batandik untuk mengekspresikan rasa bersyukur dan keagungan penguasa alam dengan mempersembahkan identitas kebudayaan dan kehidupan mereka berupa perahu naga dan rumah adat Dayak Balangan. Dua miniatur perahu dan rumah adat tersebut kemudian dihanyutkan ke Sungai Balangan. Selama tujuh hari tujuh malam masyarakat yang ikut dalam pesta adat tersebut dapat menikmati makanan khas adat Dayak Balangan dan memotong hewan kurban.

Aruh Adat Baharin

Lima balian (tokoh adat) yang memimpin upacara ritual terlihat berlari kecil sambil membunyikan gelang hiang (gelang terbuat dari tembaga kuningan) mengelilingi salah satu tempat pemujaan di balai depan rumah milik Ayi, warga Desa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan.

Hampir semua warga Dayak setempat, bahkan warga dari beberapa kampung lainnya, hadir mengikuti ritual adat tua yang masih dilestarikan dan dipertahankan di kecamatan yang terletak sekitar 250 kilometer utara Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan. Mereka larut menyaksikan para balian itu saat bamamang (membaca mantra) memanggil para dewa dan leluhur.

Prosesi adat ini dikenal dengan Aruh Baharin, pesta syukuran yang dilakukan keluarga besar terdiri dari 25 keluarga tersebut karena hasil panen padi di pahumaan (perladangan) mereka berhasil dengan baik. Pesta yang berlangsung tujuh hari itu terasa sakral karena para balian yang seluruhnya delapan orang itu setiap malam menggelar prosesi ritual pemanggilan roh leluhur untuk ikut hadir dalam pesta tersebut dan menikmati sesaji yang dipersembahkan.

Prosesi berlangsung pada empat tempat pemujaan di balai yang dibangun sekitar 10 meter x 10 meter. Prosesi puncak dari ritual ini terjadi pada malam ketiga hingga keenam di mana para balian melakukan proses batandik (menari) mengelilingi tempat pemujaan. Para balian seperti kerasukan saat batandik terus berlangsung hingga larut malam dengan diiringi bunyi gamelan dan gong.

Sebelum prosesi itu berlangsung, ibu-ibu dan remaja wanita yang secara khas mengenakan tapih bahalai (kain batik) terlihat sibuk membersihkan beras, membuat ketupat, memasak sayur, serta memasak lemang yang menjadi pemandangan awal kesibukan mempersiapkan ritual ini.

Sementara para lelaki terlihat mengenakan sentara parang dan mandau di pinggang. Mereka bukan hendak berperang, tetapi itu harus dikenakan saat mereka mempersiapkan janur pemujaan, mengangkut kayu bakar, dan memasak nasi. Kesibukan memasak ini berlangsung setiap hari selama ritual berlangsung.

Sedangkan kegiatan proses Aruh Baharin, kata Narang, balian yang tinggal di Desa Kapul dipersiapkan oleh para balian. Prosesi tersebut berlangsung beberapa hari karena ada beberapa pemanggilan roh leluhur yang harus dilakukan sesuai jumlah tempat pemujaan.

Untuk ritual pembuka, jelasnya, prosesinya disebut Balai Tumarang di mana pemanggilan roh sejumlah raja, termasuk beberapa raja Jawa, yang pernah memiliki kekuasaan hingga ke daerah mereka.

Selanjutnya, melakukan ritual Sampan Dulang atau Kelong. Ritual ini memanggil leluhur Dayak, yakni Balian Jaya yang dikenal dengan sebutan Nini Uri. Berikutnya, Hyang Lembang, ini proses ritual terkait dengan raja- raja dari Kerajaan Banjar masa lampau.

Para balian itu kemudian juga melakukan ritual penghormatan Ritual Dewata, yakni mengisahkan kembali Datu Mangku Raksa Jaya bertapa sehingga mampu menembus alam dewa. Sedangkan menyangkut kejayaan para raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau pulau dilakukan dalam prosesi Hyang Dusun.

Pada ritual-ritual tersebut, prosesi yang paling ditunggu warga adalah penyembelihan kerbau. Kali ini ada 5 kerbau. Berbeda dengan permukiman Dayak lainnya yang biasa hewan utama kurban atau sesaji pada ritual adat adalah babi, di desa ini justru hadangan atau kerbau.

”Hadangan dipilih warga sini sudah sejak dulu karena bisa dinikmati siapa pun yang berbeda agama. Bahkan, di kampung ini juga tidak ada yang memelihara babi,” kata Yusdianto, warga Desa Kapul yang menjadi guru agama Buddha di Banjarmasin.

Namun, yang membedakan, warga dan anak-anak berebut mengambil sebagian darah hewan itu kemudian memoleskannya ke masing-masing badan mereka karena percaya bisa membawa keselamatan. Daging kerbau itu menjadi santapan utama dalam pesta padi tersebut.

”Baras hanyar (beras hasil panen) belum bisa dimakan sebelum dilakukan Aruh Baharin. Ibaratnya, pesta ini kami bayar zakat seperti dalam Islam,” kata Narang.

Sedangkan sebagian daging dimasukkan ke dalam miniatur kapal naga dan rumah adat serta beberapa ancak (tempat sesajian) yang diarak balian untuk disajikan kepada dewa dan leluhur.

Menjelang akhir ritual, para balian kembali memberkati semua sesaji yang isinya antara lain ayam, ikan bakar, bermacam kue, batang tanaman, lemang, dan telur. Ada juga penghitungan jumlah uang logam yang diberikan warga sebagai bentuk pembayaran ”pajak” kepada leluhur yang telah memberi mereka rezeki.

Selanjutnya, semua anggota keluarga yang menyelenggarakan ritual tersebut diminta meludahi beberapa batang tanaman yang diikat menjadi satu seraya dilakukan pemberkatan oleh para balian. Ritual ini merupakan simbol membuang segala yang buruk dan kesialan.

Akhirnya sesaji dihanyutkan di Sungai Balangan yang melewati kampung itu. Bagi masyarakat Dayak, ritual ini adalah ungkapan syukur dan harapan agar musim tanam berikut panen padi berhasil baik.

Tarian Gintor dan Wadian | Balian terdapat di kecamatan Halong

Balian adalah sebutan upacara pengobatan pada Suku Dayak Balangan (bagian dari Suku Dayak Maanyan) di Kabupaten Balangan dan Suku Dayak Bukit di Kalimantan Selatan. Suku Dayak Balangan memiliki upacara balian bulat. Tradisi balian ini dibuat menjadi suatu atraksi kesenian yang disebut Tari Tandik Balian.

Bagi masyarakat Suku Dayak, khususnya di wilayah pedalaman, komunikasi dengan roh leluhur menjadi salah satu ritual untuk menjaga keseimbangan dengan alam. Komunikasi tersebut bisa dilakukan dengan ritual khusus yang bisa dilakukan oleh orang-orang khusus.

Keseimbangan itu akan tercapai manakala komunikasi dengan lingkungan, tidak terputus. Bahkan komunitas masyarakat Suku Dayak juga memercayai bahwa keseimbangan alam akan masih sangat terjaga ketika roh leluhur ikut menjaganya.

Kearifan Suku Dayak untuk menjaga lingkungan turun temurun sebenarnya menjadi bagian dari kehidupan yang sudah dibina sejak dahulu. Hanya, egoisme dan alasan untuk bertahan hidup menjadikan banyak sisi lingkungan harus dikalahkan.

Berbagai masalah pun timbul. Musibah serangan penyakit, malapetaka dan bencana alam pun terjadi. Tidak ada lagi penghormatan terhadap leluhur untuk ikut menjaga, karena ulah manusia yang tak lagi arif menjaga komunikasi.

Balian, dipercaya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan roh-roh leluhur. Komunikasi itu bisa melalui tarian atau komunikasi verbal. Tari dipercaya menjadi media, dengan pukulan alat musik yang disajikan dapat menjadi penghubung untuk sebuah pola komunikasi.

Masyarakat Suku Dayak mengenal balian saat akan melakukan komunikasi dengan roh-roh leluhur. Biasanya saat berkaitan dengan ritual penyembuhan penyakit, ritual untuk membersihkan kampung dari berbagai kemungkinan petaka, atau berbagai keperluan lainnya.

Balian juga menjadi perantara hubungan antara pihak yang memerlukan bantuan untuk diobati atau keperluan lainnya dengan roh-roh leluhur yang dipanggil dalam kaitannya dengan ritual tersebut, sehingga keperluan untuk ritual itu bisa berjalan sesuai harapan.

Ritual yang dilakukan balian biasanya menggunakan media berupa tarian dan atau gerakan-gerakan serta bunyi-bunyian tetabuhan dan peralatan musik pengiring tarian yang dimainkan oleh para pemain musik dalam ritual tersebut.

Karena itu, ritual tersebut sangat akrab dengan kehidupan masyarakat Suku Dayak di wilayah pedalaman. Lebih-lebih untuk tetap menjaga keseimbangan alam dan berbagai pola kehidupan yang berlangsung di dunia fana ini.

Balian juga menjadi bagian dari sebuah ritual dan bertindak sebagai pawang atau basir (perantara adat, Red) yang memiliki kemampuan untuk menjaga komunikasi dengan dunia leluhur sehingga keseimbangan dapat terus terjaga dan terbina langgeng.

Keseimbangan antara kehidupan fana dan dunia para leluhur akan dapat terjaga manakala dua dunia yang berlainan itu dapat saling menjaga keseimbangan. Sejauh ini, manusia menjaga alam dan ritual leluhur dan leluhur pun akan menjaga keseimbangan alam tempat manusia hidup.

Aruh Adat Mambatur

Warga Dayak Halong di Kabupaten Balangan menggelar acara adat untuk mengirim doa kepada roh para leluhurnya.

Perhelatan yang termasuk langka dan jarang digelar di Provinsi Kalimantan Selatan ini diberi nama adat Mambatur.

Upacara Adat Mambatur Suku Dayak Halong

Biasanya, warga Dayak mengantar roh leluhurnya dengan perantaraan hewan kerbau. Hewan berkaki empat ini dibunuh dengan cara ditombak.

Sepintas, acara ini serupa dengan acara adat Mambuntang atau Wara Nyalimbat di Tamiang Layang Kalteng.

Selain di Halong dayak Warukin, Tabalong ada juga upacara kematian disebut Mia atau Mambatur, yaitu membuat tanda kubur dari kayu ulin.

Ritual tersebut memiliki beberapa tingkatan, antara lain berdasarkan lamanya waktu dan pembiayaan.

Upacara menguburkan satu hari disebut ngatang, yaitu membuat kubur satu tingkat. Dalam kaitan ini, ada tradisi siwah pada hari ke-40 setelah kematian. Pembuatan batur satu tingkat ini disebut juga wara atau mambatur kecil.

Proses mambatur ada pula yang dijalankan selama lima hari disertai dengan pengorbanan kerbau dan pendirian balontang, yakni patung si warga yang meninggal. Prosesi itu biasanya dilaksanakan dengan mengundang semua warga.

Sebagai kelanjutan "mambatur" biasanya dilangsungkan mambuntang sebagai upacara terakhir. Kepala Adat Desa Warukin Rumbun mengatakan, aruh mambuntang yang sederhana disebut buntang pujamanta. Ritual ini hanya mengorbankan kambing, babi, dan ayam.

Untuk ritual yang lebih “bergengsi”, buntang pujamea diwarnai dengan pengorbanan kerbau. Perbedaan antara mambatur dan balontang adalah dari segi mantra dan balian atau rohaniwan Kaharingan yang melaksanakannya.

Perbedaan lain, patung balontang diarahkan ke barat sebagai simbol arah alam kematian, sedangkan pada mambuntang patung diarahkan ke timur sebagai simbol kehidupan. (abau)

SEJARAH SURAT KABAR “SUARA KALIMANTAN”




SEJARAH TERBITNYA SURAT KABAR SUARA KALIMANTAN (Soeara Kalimantan).

Suara Kalimantan dulunya merupakan surat kabar yang bernama Soeara Kalimantan merupakan surat kabar yang pernah eksis pada masa penjajahan Belanda di Kalimantan Selatan. Surat kabar ini ada dua kepemilikan dan masa penerbitan surat kabar ini memakai nama Soeara Kalimantan yang terbit antara tahun 1930-1942 yang isi pemberitaannya seringkali melawan Pemerintah Hindia Belanda. Surat kabar ini pertama terbitnya pada tanggal 23 Januari 1930.

Dalam Soeara Kalimantan Saptoe 7 Februari 1942 – 19 Moeharram 1361 tertulis bahwa: Directeur-Hoofredacteur A.A. Hamidhan. Kantoor Redactie dan Administratie Pasar Baroeweg No. 110 – Telefoon – adres “swarakalimantan”. Penerbit: Drukk. en Uitgev. My. Kalimantan Bandjermasin. Surat kabar ini dijual eceran 6 sen. Harga langganan satu bulan f.1, tiga bulan (kwartaal) f.3, Luar negeri setahun f.15. Surat kabar ini mempunyai agen di Batavia dan Surabaya.

Karena seringkali berlawanan dengan Pemerintah Hindia Belanda, maka menjelang kedatangan tentara Jepang di Banjarmasin, mesin cetak Soeara Kalimantan dihancurleburkan oleh AVC (Algemene Vernielings Corps) Belanda bersamaan dengan praktek pembumihangusan objek vital lainnya di Banjarmasin dan pada akhirnya surat kabar Soera Kalimantan hanya bisa bertahan sampai tahun 1942.

Pada tanggal 5 Oktober 1945 terbit lagi surat kabar ini dengan nama Soeara Kalimantan yang kepemimpinannya bukan yang dulu lagi, yaitu dipimpin oleh Ardansyah dan Gusti A. Soegian Noor. Karena pada mulanya bersikap menyuarakan kepentingan NICA, maka surat kabar ini sempat diprotes oleh A.A. Hamidhan yang pernah memimpin dan memakai nama Soeara Kalimantan sebagai surat kabar yang terbit pada tahun 1930-1942 yang isi pemberitaannya seringkali melawan Pemerintah Hindia Belanda. Surat kabar ini hanya bisa bertahan dua tahun yaitu antara tahun 1945-1947.

Perjuangan para pejuang rakyat Kalimantan lewat surat kabar pada waktu itu tidak pupus, untuk mengelabui para penjajah maka nama surat kabar Soera Kalimantan dirubah menjadi surat kabar Kalimantan Berdjuang yakni surat kabar kaum republiken pada masa perang kemerdekaan Indonesia di Kalimantan Selatan.

Dalam penerbitan lain adakalanya ditulis “Kalimantan Berdjoang”. Pelopornya adalah orang-orang dari surat kabar Sinar Hoeloe Soengai dan Majalah Republik, seperti A. Djabar dan Haspan Hadna. Tanggal penerbitan pertama Harian Kalimantan Berdjuang adalah 1 Oktober 1946 beralamat di Jalan Musyawarah Kandangan. Setelah kurang lebih berjalan 3 bulan, media massa ini dipindahkan ke Banjarmasin berkantor di simpang empat Kertak Baru (sekarang ditempati Kantor Pengadilan Tinggi Jalan Haryono MT).

Surat kabar ini tidak kalah isi beritanya menyaingi dan mengimbangi berita-berita yang disuarakan pers NICA “Soeara Kalimantan “, sehingga sejak pertama kali terbit selalu diawasi dengan ketat oleh mata-mata NICA. Bahkan setelah beberapa hari harian terbit, A.Djabar selaku pimpinan umum dipanggil dan mendapat peringatan keras dari Merah Nadalsyah Kiai Besar Afdeling Hulu Sungai.

Sikap Harian Kalimantan Berdjuang yang mendukung Negara Kesatuan dan menentang federalisme, menimbulkan simpati rakyat di daerah ini. Karena sikap yang tegas inilah harian ini selalu diawasi oleh mata-mata Belanda.

Ketika masih terbit di Kandangan, oplah atau tiras harian ini sudah mencapai 500 hingga 750 lembar per hari, maka sesudah pindah ke Banjarmasin tirasnya meningkat menjadi 3.500 lembar perhari.

Dalam tahun 1947 pendukung harian ini bertambah kuat dengan masuknya Adonis Samat (yang berhenti sebagai Pimpinan Redaksi Sinar Hoeloe Soengai dengan seizin Merah Danil Bangsawan). Kemudian pada sekitar bulan Mei 1947 Adonis Samat diangkat menjadi pimpinan redaksi Kalimantan Berdjuang. Haspan Hadna yang sebelumnya memegang jabatan pemimpin redaksi kemudian bertindak sebagai pemimpin perusahaan. Sedangkan wartawannya adalah Mustafa, Zainal dan Arthum Artha.

Dalam tahun 1948 pemerintah NICA melakukan penangkapan-penangkapan terhadap tokoh-tokoh pejuang dan tokoh-tokoh pers, termasuk Haspan Hadna dan Adonis Samat. Namun Kalimantan Berdjuang waktu itu masih terbit mengunjungi para pembaca.

Memasuki tahun 1949 Harian Kalimantan Berdjuang diperkuat dengan masuknya tokoh pers perjuangan lainnya, yakni Yusni Antemas dan Zafry Zamzam. Pada penerbitan Kalimantan Berdjuang edisi Djumat, 11 Nopember 1949 tertulis bahwa Ketua Umum: Haspan Hadna, Ketua Redaksi: Zafry Zamzam, Tata Usaha: A. Djabar. Alamat redaksi: Kertak Baru 133 Banjarmasin Telepon No. 131. Zafry Zamzam kemudian diserahi jabatan sebagai Pemimpin Redaksi yang ditinggalkan Adonis Samat, karena yang bersangkutan bergabung dalam barisan perjuangan bersenjata. Surat kabar ini hanya bisa bertahan beberapa tahun saja yaitu kisaran waktu 1946-1951.

Pada tahun 1995 para pemuda-pemuda Kalimantan yang tinggal di Surabaya yaitu Aspihani Ideris S.Ag, H Marli SH, Muhammad Yusran ST dan H Antung Abdan Syahrani pernah menggagas untuk menerbitkan kembali surat kabar Soeara Kalimantan ini dengan merubah kalimat nama menjadi Surat Kabar Mingguan Suara Kalimantan. pada waktu itu mereka anak-anak Kalimantan tersebut berstatus sebagai seorang mahasiswa dan santri di Bangil

Mereka berusaha menggalang dana untuk biaya percetakan, namun dana yang terkumpul tidak sesuai dan tercukupi seperti yang diharapkan untuk mencetak media ini. Pada akhirnya penerbitan surat kabar mingguan Suara Kalimantan yang diharapkan terbit oleh para pemuda Kalimantan itu dibathalkan. Namun mereka tetap berkifrah didunia kejurnalisan, yaitu mereka ikut kerja sebagai wartawan di sebuah media di Surabaya, yaitu bernama MEDIA PUBLIK.

Sudah sekian lama Surat Kabar Soeara Kalimantan mati tanpa jejak, akhirnya di tahun 2004 muncul lagi dengan nama Surat Kabar Mingguan Suara Kalimantan yang di gagas oleh pemuda intelektual Kalimantan Selatan yaitu Dr. MS. Shiddiq, Aspihani Ideris, dan Badrul Ain Sanusi Alafif MS yang beralamat redaksi di Jalan KH Solih Iskandar, Perum Griya Indah, Blok Q No.3-A Bogor. Karena minimnya pendanaan Surat Kabar Mingguan Suara Kalimantan akhirnya hanya bisa bertahan 2 (dua) tahun berjalan.

Tahun 2006 Surat Kabar Mingguan “Suara Kalimantan” muncul lagi walau hanya lewat jalur online (internit) di jalankan oleh para pemuda yang cinta media di Kalimantan Selatan yaitu Aspihani Ideris MH, Ipriani Suleman Al Kaderi S.AB dan Fathur Rahman. Pemberitaannya banyak menyangkut pengangkatan kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang di Kalimantan Selatan serta permasalahan pertambangan batubara.

Aspihani Ideris MH berpikiran katanya “Kalau hanya lewat jalur online saya rasa kurang begitu mengena, alangkah baiknya kita terbitkan lagi lewat berupa surat kabar mingguan walaupun secara online tetap kita jalankan juga”.

Akhirnya di awal tahun 2010 Surat Kabar Mingguan “Suara Kalimantan” muncul lagi dengan penampilan beda dan penamaan menjadi Surat Kabar Mingguan "Suara Kalimantan" yang bertemakan Media Politik, Hukum dan Lingkungan, MENGUPAS MASALAH DENGAN TUNTAS yang di prakarsai oleh aktivis-aktivis OKP-LSM di Kalimantan Selatan seperti Dr MS Shiddiq S.Ag, M.Si, Aspihani Ideris MH, Sj A Abdis, Dharma Jaya, Ipriani Suleman Kaderi SAB, Fathur Rahman, Badrul Ain S Alafif MS, MH, Kastalani Ideris, dan Anang Tony.

Kesepakatan dewan prakarsa untuk memegang tapuk pimpinan umum dan sekaligus pimpinan redaksi Surat Kabar Mingguan adalah Aspihani Ideris, MH dan disepakati pula alamat REDAKSI / IKLAN / SIRKULASI di Jalan Gatot Subroto, Kompleks Mandastana IV RT.31 No.45 Banjarmasin Kode Pos 70236, Telp/Fax : (+62511) 742 2662 / (+62511) 325 4304 Mobile : +6281 755 5111 dan penerbit PT. LEKEM KALIMANTAN.

Penerbitan dilakukan mingguan dan pertama kali perdana tepat pada hari kelahirannya 23 Januari 2010 setiap hari Sabtu dan diedarkan pada hari Senin yang mencetak pertama kalinya di redaksi Radar Banjarmasin dengan cetakan 1000 exsplamper dengan harga jual eceran @ Rp.2500 (Dua Ribu Lima Ratus Rupiah).

Surat Kabar Mingguan “Suara Kalimantan” mencetak di Radar Banjarmasin hanya bisa bertahan tiga kali terbit karena biaya cetak yang tidak bisa terjangkau oleh redaksi Surat Kabar Mingguan “Suara Kalimantan”. Pada akhirnya pindah cetak ke redaksi Media Kalimantan dengan sekali cetak 3000 axsplamper dengan harga jual eceran tetap sama seperti semula @ Rp.2500 (Dua Ribu Lima Ratus Rupiah).***

Selasa, 25 Mei 2010

Forum Lintas LSM Kalsel Nilai Pemprov Lakukan Kebohongan Publik


BERITA MEDIA PUBLIK - BANJARMASIN.  Forum Lintas LSM Kalsel menilai, kepala daerah Kalsel sudah melakukan kebohongan publik karena selalu mengklaim bahwa di masa pemerintahannya, pembangunan di Kalsel sudah berhasil dan sukses.

Menurut Ketua Forum Lintas LSM Kalsel, Syamsul Daulah didampingi dua orang wakilnya Aspihani Ideris dan Hermani Begman, Selasa (25/5), pernyataan bahwa pembangunan di Kalsel selama lima tahun terakhir telah berhasil justru tidak berdasar karena tidak didukung dengan data yang valid. "Bahkan saya boleh katakan, pembangunan di Kalsel selama lima tahun terakhir justru gagal mengangkat Kalsel dari ketinggalan dengan daerah-daerah lainnya, bahkan dengan tetangga sendiri," cetusnya.

Disebutkannya, berdasarkan data Bappenas, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalsel selama lima tahun terakhir, 2005-2009 tidak ada perubahan, yaitu mentok di angka 26 dari 33 provinsi di Indonesia. Urutan ke 26 ini, ucapnya, jauh tertinggal dari provinsi tetangga, yaitu Kalteng di urutan ke 7, dan Kaltim di urutan ke 5 besar nasional. "Anjloknya IPM Kalsel ini merupakan tanggung jawab Pemprov Kalsel dalam hal ini Gubernur Kalsel (H Rudy Ariffin). Diminta agar Pemprov Kalsel membeberkan masalah ini secara transparan, jangan malah ditutup-tutupi," tegasnya.

Mesti ada klarifikasi dari Gubernur Kalsel agar semua lapisan masyaralat mengetahui di mana kelemahan sektor-sektor pendukung yang harus mendapat perhatian dan juga agar peran swasta perlu dilibatkan berpartisipasi demi kepentingan daerah. "Selama ini yang ditunjukkan adalah keberhasil dari kaca mata (pejabat) lokal. Padahal sesungguhnya menurut penilaian pemerintah pusat, Kalsel jauh tertinggal di angka 26. Kami berharap, ke depan, siapa pun yang terpilih jadi Gubernur Kalsel 2010-2015, harus punya komitmen meningkatkan IPM Kalsel minimal di angka 10 besar," paparnya.

IPM Kalsel dinilai pusat masih sangat rendah, karena nilai kemakmuran rata-rata masih rendah, begitu juga harapan hidup, tingkat pendidikan. Menurut Syamsul, dari segi tingkat pendidikan saja, di Kalsel rata-rata hanya tujuh sampai 10 tahun saja, begitu juga dari indeks belanja perkapita masih tergolong rendah. Hal itulah yang menandakan kepala daerah Kalsel belum berhasil dalam membangun.

Sementara H Rudy Ariffin dalam suatu kesempatan menekankan bahwa ia telah berhasil membangun Kalsel dalam kurun waktu lima tahun. Incumbent gubernur Kalsel yang berpasangan dengan Walikota Banjarbaru, Rudy Resnawan ini mengaku membangun suatu daerah tak semudah membalikan telapak tangan. "Namun berkat kerja keras kita telah berhasil menuju pembangunan yang maksimal," ujar Rudy sembari meminta dukungan masyarakat agar ia bisa melanjutkan pembangunan daerah ini bersama Rudy Resnawan.

Sementara itu Aspihani Ideris bertolak belakang dengan Syamsul Daulah, menilai bahwa H Rudy Ariffin telah berhasil memimpin Kalsel dalam beberapa hal pembangunan, diantaranya terbukti dalam pembangunan sarana jalan provinsi dan lain sebagainya. "Saya rasa pak Gubernur kita H Rudy Ariffin telah berhasil memimpin Kalsel ini, terbukti diantaranya jalan-jalan yang dulunya rusak sudah 90 persen bagus dan layak untuk dijalani", ujarnya. (TIM)

Senin, 10 Mei 2010

Ikrar Siap Menang Siap Kalah pada Pemilu Kada 2010 di Kota Banjarmasin

Media Publik - Banjarmasin. Dengan suara tegas dan lantang, para calon wali kota dan calon wakil wali Kota Banjarmasin bersama-sama membaca ikrar pemilukada damai, serta siap menang dan siap kalah. 


Dalam penandatanganan kesepekatan tersebut dua calon absen termasuk calon incombent H A Yudhi Wahyuni SE tidak hadir. Yang muncul dalam acara tersebut hanya pendampingnya, calon wakil walikota, H Haryanto. Kemudian calon wakil wali kota Murdjani tidak hadir. Hanya pasangannya, calon wali kota Drs H Sofwat Hadi yang berikrar di Cafe Grand Mitra Plaza, Rabu malam. “Pak Yudhi menghadiri acara soialisasi di Tanjung Pagar. Acara di sana sudah terjadwal lebih dulu, sementara kegiatan ikrar ini mendadak diberitahu yaitu baru dua hari lalu kami diberitahu,” ujar Haryanto, ditemui usai acara.

“Pak Yudhi memilih menghadiri acara sosialisasi di Tanjung Pagar karena sudah ada janji terlebih dahulu dan saya yang mewakili pada acara penyampaian ikrar ini”, kata Haryanto.  

Para Calon yang hadir diantaranya: Hj. Immah Norda Syamsuri Darham, H Sofwat Hadi, H Anang Rosadi Adenansi, H Zulfadli Gazali, H Muhiddin, duduk dalam meja tersendiri. Wakil mereka, Khairul Saleh, Khairudin Anwar, Abdul Gais, IrwanAnshari, dan Haryanto duduk di satu meja lainnya.

“Sebenarnya saya juga ada jadwal sosialisasi. Tapi karena ada undangan acara ikrar mi, terpaksa kami batalkan,” ujar Immah Norda.

Selanjutnya mereka maju bersama membacakan ikrar yang isinya tentang komitmen mencipatkan pemilukada damai, aman, mendidik, tertib dan lancar serta tentunya jujur dan adil. Sekaligus juga peryataan siap menang dan juga siap kalah.

Kemudian masing-masing menandatangani perjanjian kesekapatan untuk bersama-sama menjaga ketertiban, menaati aturan selama kampanye, mengajak pendukung- nya tertib dan tidak anarkis, serta menggunakan jalur hukum untuk penyelesaian sebuah masalah.

Usai penandatangañ kesepakatan, para kandidat makan malam bersama dan dilanjutkan dengan acara santai. Mereka bernyanyi sampai berjoget bersama. Suasana terasa begitu cair dan penuh keakraban serta rasa kekeluargaan.

Penandatanganan perjanjian kesepekatan tersebut mendapat tanggapan positif dari aktivis LSM Kalimantan Selatan Aspihani Ideris, ”Saya rasa kalau kesepakatan yang ditandatangani bersama itu bisa di jalankan dengan maksimal, maka hal itu merupakan sebuah langkah maju dan catatan sejarah dalam pertarungan perebutan kekuasaan untuk menjapai orang nomor satu disebuah daerah dalam pemilukada ini, ujarnya.

”Kalau para kandidat ini benar-benar jujur dan tidak main duit dalam menggapai sebuah kursi mahkota ini, Insya Allah daerah Kota Banjarmasin ini masyarakatnya akan cerdas dalam menetukan sebuah pilihan guna kemajuan daerah Kota Banjarmasin ini, karena dengan jalan duit nantinya pasti masyarakat tersebut tidak bisa lagi mementukan pilihan mana calon pemimpin yang cerdas dan amanah  serta mana pemimpin yang tidak cerdas dan tidak amanah”. pungkas Aspihani.

Selain itupula lanjut Aspihani Ideris pemimpin cerdas dan amanah itu setidak-tidaknya pasti akan menepati janji-janji kampanyenya, dan calon pemimpin yang terpilih menggunakan duit pasti sedikit banyaknya niat dalam hatinya itu bagaimana cara mengembalikan duit yang sudah dikeluarkannya itu dan masalah janji-janji kampanye itu sangat tipis untuk ditepatinya.

Nah masalah politik uang inilah tugas para pengawas pemilu untuk benar-benar mengawasinya jika ingin mendapatkan pemimpin yang cerdas dan amanah, kata aktivis yang terkesan berani ini.

Disinggung oleh beberapa wartawan media yang mewancarai, prediksi siapa yang akan menang dalam Pemilukada Kota Banjarmasin ini, dengan tegas Aspihani Ideris menjawab bahwa calon incumbent akan kalah jika bermain jujur dan yang akan terpilih nantinya pasti orang yang paling berduit di antara calon itu sendiri, tentunya H Muhiddin lah yang menang ucapnya sambil tersenyum. (TIM)